Marhabanan

0
1283
Logo Al Ghadier Ponpes Kempek Cirebon

DAPUR REDAKSI
Islam adalah ajaran yang bersumber dari wahyu Allah (divine law) yang tertuang dalam kitab suci al-Qur’an dan sunnah, dengan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul-Nya. Nabi Muhammad sebagai figur sentral, manusia maha sempurna telah mengubah wajah peradaban dunia hingga kini dan sampai akhir masa. Dengan Islam, Muhammad SAW telah meletakan nilai-nilai kemanusiaan pada tempatnya yang luhur, menata kehidupan manusia secara paripurna dengan pijakan-pijakan cahaya ilahi yang mengagumkan.

Keagungan Muhammad, tak terbantahkan oleh dunia, bahkan oleh musuh-musuhnya. Namanya selalu yang teratas dalam puncak kebenaran, umatnya yang paling jauh pun selalu merindukanya, seakan ingin menghadirkan kembali Muhammad dalam kehidupan umatnya kini.

Kerinduan yang didasarkan rasa cinta pada seorang nabi akhiruzaman, yang akan memberinya syafa’at kelak. kerinduan yang ingin selalu meneladani nabi dalam kehidupan ummatnya kini. Maka tak bisa dicegah lagi, betapa kehadiran seorang Muhammad adalah anugrah yang paling nyata bagi kehidupan ummat manusia. Muhammad adalah obor bagi tiap orang yang butuh pada jalan yang lurus, penerang pada jiwa yang gelap. Salahkah kita merayakan hari kelahirannya?

PROLOG
Di dalam islam di ajarkan dan diatur serta di terapkan adanya persaudaraan ( ukhuwah ) yang solid sehingga tercipta persatuan yang kokoh yang tak mudah tergoyahkan oleh bersarnya glombang problematika kehidupan yang semakin menjadi-jadi.

Ukhuwah yang menurut Ahlussunah Waljama’ah ( baca : NU ) terbagi tiaga strata. Harus kita pahami, cermati dan jalani. Yakni Ukhuwah ‘Ubudiyah ( persaudaraan internal umat islam ), Ukhuwah Basyariyah ( persaudaraan antara sesama manusia ) dan Ukhuwah Wayhaniyah ( persaduraan berdasarkan kebangsaan ). Dengan di perhatikannya macam-macam ukhuwah ini, warga Nahdliyin mengisyaratkan bahwa keinginan yang kuat dari mereka agar terwujud perdamaian, persatuan masyarakat sebagai manifestasi misi islam yang datang sebagai Rahmatan Lil’alamin.

Tidak hanya sampai disitu, kaum nahdliyin juga secara spesifik juga menginginkan umat islam menjadi khairu ummah. Maka di ciptakanlah langkah-langkah awal membangun umat yang biak yang kenal dengan lima (5) prinsip “ Mabadi Khairu Ummah “ As-Shidqu (jujur, tidak bohong, satunya hati, kata dan perbuatannya). Al-Amanah Wal Wafa’bil’ahdi ( dapat di pecaya, memegang tanggung jawab dan memenuhi janji ). Al-‘Adalah ( adil, Proposional ). At-Ta’awun ( tolong menolong ) dan Al-Istiqomah ( konsiten ). Di tambah dengan langkah – langkah kemaslahatan umat dengan cara penguatan ekonomi, pendidikan ( pengajaran formal dan lingkungan ) serta pelayan sosial.

MARHABANAN
Pada edisi kemarin telah di jelaskan tentang dalil dari acara maulid yakni Q.S Al-A’rof : 157 : mana orang-orang yang beriman pada Rasul, memuliakan ( mengagungkan )nya, menolong dan mengikuti cahaya terang yang di turunkan padanya ( Al-Qur’an ) mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dari ayat ini salah satu cara mendapatkan keberuntungan adalah dengan memulyakan Rasul (Wa’azzaruhu) dan implemetasi dari wa’azzaruhu (memulyakan rasul) akan memunculkan berbagai upaya demi tujuan memulyakan rasul bisa terealisasi. Dan di antaranya adalah yang sering kita lakukan entah di pesantren atau di desa-desa yaitu Marhabanan. Secara harfiyah marhabanan adalah merupakan bentuk isim zaman isim makan dari lafal Rahaba yang berarti : penyambutan, selamat datang. Sedangkan realita mengartikannya sebagai acara / ritual pembacaan riwayat hidup nabi ( Sirah Nubuwah ) yang didalamnya berisikan juga pujian-pujian terhadap nabi disertai adanya berdiri (Alqiyam) sebagai penghormatan atas kedatangan nabi ( Istihdlor ).

Kontroversi memang tak bisa di pungkiri. Bahwa nabi itu tidak pernah menyuruh untuk memuji-mujinya karena itu adalah sikap kesombongan padahal nabi adalah seseorang yang tawadlu’ lantas mengapa marhabanan itu dilakukan yang berisikan puji-pujian kepada nabi.

Menjawab ini sebenarnya cukup mudah yakni ada sebuah Qoidah yang berbunyi Idza ta’aradlal amru wal adab faquddima adab ‘alal amar. Karena amar dan adab bertentangan maka adab didahulukan daripada amar ( perintah )
Nabi tidak pernah menyuruh untuk dipuji. Karena beliau orang Mutawadli’, tetapi adabnya kita harus menghormati beliau atas jasa-jasa, kemanfaatan dan rahmat yang ia bawa bagi semesta alam. Hal ini di Qiyaskan pada sahabat Abu Bakar yang suatu ketika disuruh Rasulullah untuk menjadi imam, akan tetapi beliau menolak dengan santun dan pada saat disuruh untuk kedua kalinya Abu Bakar malah memundurkan dirinya dari barisan awal sehingga nabi sendiri yang mengimami shalat. Indikasinya sekalipun Abu Bakar di perintah untuk mengimami oleh nabi, tapi tatakramanya yang lebih pantas menjadi imam shalat adalah nabi.

Satu dalil yang tak kalah pentingnya adalah ketika Rasulullah datang ke Madinah setelah beberapa hari tinggal di Quba Beliau berangkat menuju Madinah. Sedangkan shahabat Anshor pada saat itu mengawalnya seraya menyandang pedang mereka masing-masing. Pada saat itu terjadilah suatu hal yang bid’ah, tetapi tidak mengapa karena hal itu merupakan ungkapan rasa gembira yang meluap dari penduduk Madinah. Hal itu berunah menjadi sangat semarak penuh dengan kegembiraan yang tidak lain karena menyambut kedatangan Rasulullah SAW. Kaum wanita, anak-anak, gadis-gadis keluar menyambut seraya mengucapkan “Thala’al badru ‘alaina mintsaniyyatil wada’, wajabasy syukru ‘alaina mada’a lillahida’i, ayyuhal mab’utsu fina ji’tabil amril mutha’i ( kini rembulan “Rasulullah” telah datang pada kami dari bukit Tsaniyyatul Wada’. Kami harus bersyukur atas kedatangan orang yang mengajak kepada Allah. Hai orang yang di utus kepada kami engkau telah datang dengan membawa perkara yang ditaati. Inilah salah satu dalil di perbolehkannya memuji nabi. Yang nabi sendiri masih hidup pada saat itu.

Diriwayatkan lagi bahwa shahabat Abbas mendengarkan syair-syair teruntuk Rasulullah pada perang tabuk yakni perang terakhir yang di ikuti nabi, dan ternyata nabi mengizinkannya malah Rasullaullah mendo’akan Abbas semoga giginya tidak rontok. Akan tetari membatasinya jangan sampai saperti pujian Nashrani pada Nabi Isa. Pada kasus tersebut terjadi pengkultusan nabi Isa oleh kaum Nashrani sehingga menuhankan nabi Isa.
Diriwayatkan pula ada orang-orang Habasyah masuk masjid lantas bermain-main dengan disertai pujian-pujian pada Rasul. Lalu Rasul berkata ‘Aisyah : ya Humairoh apakah kamu ingin melihat orang-orang yang sedang memujiku, ‘Aisyah mengiyakannya. Lantas ‘Aisyah di gendong oleh nabi dan pipinya di sandarkan pad pipi Rasul. Setelah beberapa lama nabi bertanya : Hasbuki ya ‘Aisyah? (sudahkah cukup hai ‘Aisyah?) ‘Aisyah kembali mengiyakannya lalu keduanya pergi.

Diriwayatkan yang lain dijelaskan bahwa nabi suatu ketika dipuji oleh seorang shahabat dan nabi merasa senang, lantas beliau membalasnya dengan memberinya selendang “Burdah”. Oleh karenanya setiap kalimat yang berisikan pujian pada nabi di sebut sebagai burdah

Bentuk marhabanan adakalanya berbeda-beda seperti yang terjadi di daerah sekitar Cirebon yaitu ada yang mengumpulkan uang receh, dengan menggunakan genjring, dan ada juga yang menggunakan dengan wangi-wangian seperti minyak wangi, parfum, atau kemenyan. Mengenai masalah yang terakhir ini ( dengan wangi-wangian ) Rasul bersabda : “ Manthaba rihuhu thabat nafsuhu waman thabat nafsuhu thaba ‘aqluhu” Al0hadits. “Barang siapa yang baunya itu baik maka jiwanya pun akan baik dan barang siapa yang jiwanya baik maka akalnya itu baik (Al-Hadits)
Adapun maksud dibawanya benda-benda tadi pada marhabanan itu ditujukan agar mendapatkan keberkaha.

Pertentangan kembali terjadi sebagai kritikan pada isi marhabanan sendiri. Bahwa di dalam berzanji bahwa nabi adalah Mahiyadz dzunub ( penebus dosa ) maka ini tentunya seperti orang Nashrani yang menyalib nabi Isa sebagai penebus dosa. Jawabannya tentu saja berbeda. Kalau pada nabi SAW, beliau sendiri yang bersabda bahwa Ana Al-‘Aqibwana Al mahi ( saya adalah pengganti dan saya adalah penebus ). Sebagai ulama menafsiri bahwa perantaranya adalah dengan membaca sholawat pada nabi, sehingga dengan keutamaan dan keberkahan sholawat bisa melebur, mengganti dan menebus dosa-dosa kita. jadi penulisan dalam berzanji oleh pengarangnya atas dasar dawuh nabi itu. Berbeda dengan kaum Nashrani mereka hanya berdasarkan keyakinan mereka yang sebenarnya adalah batal.

DALIL – DALIL MARHABANAN
1. Marhabanan sebagai representasi dai Maulid membangkitkan untuk membaca sholawat dan salam pada nabi yang keduanya itu hal yang di perintahkan. Berdasarkan dalil Al-Qur’an ( Innallaha wamalaikatihi yusalluna ‘alannabiy. Ya ayyuhalladzina amanu shallu ‘alaihi wasallimu taslima ) “ Sesungguhnya Allah dan malaikatnya bersholawat pada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bersholawat dan salamlah pada nabi sebenar salam.

2. Pembacaan berzanji ( marhabanan ) itu mencakup pada penyebutan kelahiran Rasulullah, mu’jizatnya, biografinya dan mengenalinya. Bukankah kita di perintah untuk mengetahui (mengenalnya), di tuntut untuk mengikutinya ( amal perbuatannya, dan mengimani akan mu’jizatnya dan mempercayai ayat kenabian. Maka kenapa marhabanan di larang ).

SPESIFIK BERDIRI
Alasan di anggap baiknya berdiri ketika maulid ( marhabanan )
1. Berdiri dalam marhabanan adalah amal yang terlaku paa seluruh distrik dan daerah yang berpenduduk. Para ulama yang ada di barat dan timur menganggapnya baik juga. Tujuannya adalah mengagungkan Shohibul maulid Asyarief SAW. “Dan perkara yang di anggap baik oleh orang-orang islam maka di sisi Allah perkara itu juga baik. Dan perkara yang di anggap buruk oleh orang islam mak di sisi Allah perkara tersebut juga buruk”. ( Hadits Riwayat Ibnu Mas’ud ).

2. Sesungguhnya berdiri untuk orang yang punya keutanmaan adalah sesuatu yang di syaratkan yang kukuh dengan banyaknya dalil dari hadits (sunah).
HADLURUN NABI
Di katakan: Berdiri itu terjadi pada saat Rasul itu hidup dan hadir sedangkan pada acara maulid Rasul tidak hadir

Jawaban : Sesungguhnya orang yang membaca maulid itu menganggap hadir nabi dengan dzatnya yang mulia. Ini merupakan Tashawur terhadap sesuatu yang terpuji dan di perintahkan bahkan harus ada pada hati orang islam yang shodiq pada setiap masa. Agar itba’nya pada Rasul itu menjadi sempurna. Dan kecintaan pada Rasul bertambah, sehingga keinginannya itu selalu ingin mengikuti pada apa yang di bawa oleh nabi.

Hadirnya nabi itu sebenarnya adalah hal yang mungkin terjadi indallah. Namun yang terlaku oleh kalangan sendiri adalah istihdlar. Karena untuk hadlurnya nabi perlu kita koreksi pada diri kita apakah maqomnya atau belum. Padahal untuk sekedar bertemu / hadlur dengan nabi pada saat bermimpi seseorang harus benar-benar bersih dari dosa, kefasikan dan kemunafikan. Tapi tidak menutup kemungkinan kalau nabi bisa hadir tentunya dengan izin Allah. Disertai dengan Istihdlor ( menganggap hadir ) dan Nida ( ratapan pada Allah ) yang ketika di jadikan satu pada saat marhabanan lebih baik daipada meninggalkannya masing-masing.

PROBLEM BERDIRI
Lataqumuli kama taqumul a’ajimu ba’dluhum liba’dlin. ( janganlah kalian berdiri untukku seperti berdirinya pada orang ajam orang ajam lainnya ). Tentunya tidak boleh apabila seperti orang ajam yang berlebihan. Adapun dalilnya seperti yang taqoddama.

Sumber: http://buletinalghadier.blogspot.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here