Kitab Alala Lirboyo Mengharmoniskan Adab dan Akhlak Pencari Ilmu

0
2413


Dalam analisa penulis, secara garis besar, kitab Alala di dalamnya terkandung dua hal penting yang harus dimiliki oleh seorang Muslim [dan Muslimah]. Dua hal tersebut yaitu ilmu dan akhlak. Kitab tipis legendaris ini secara tidak langsung mengisyaratkan kepada kita semua bahwa ilmu dan akhlak merupakan dua hal yang saling berkelindan. Salah satunya tidak bisa dilepaskan dari yang lainnya. Mencoba melepaskan salah satunya, agaknya predikat seseorang dikatakan sebagai Muslim yang sejati sulit untuk didapatkan.

Pada dua bait pertama misalnya berbunyi:

Alala tanalul ilma illa bisittatin # saunbika ‘an majmu’iha bi bayanin (bait ke-1)
Ketahuilah bahwa ilmu tidak akan pernah didapat kecuali dengan enam hal # yang [enam hal itu] akan aku [kata pengarangnya] jelaskan keseluruhannya

Dzuka’in wa hirsin wasthibarin wa bulghatin # wa irsyadi ustadzin wa thulizzamani (bait ke-2)

Enam hal tersebut yakni cerdas, keinginan kuat, sabar, ongkos # bimbingan guru dan lamanya waktu

Dua bait awal yang menjadi pembuka dimulainya penjelasan kitab ini menjadi pelajaran awal bagi para pengkaji kitab Alala, bahwa ilmu itu merupakan sesuatu yang mulia, sempurna dan bernilai tinggi. Ia tidak akan pernah bisa didapatkan hanya dengan lamunan atau berdiam diri. Namun secara garis besar, ia hanya bisa didapatkan dengan cara seseorang memiliki kekuatan yang ekstra dalam hal kemauan, kesabaran, dan semangat yang tinggi untuk meniti jalan ilmu.

Dari 30 bait yang termaktub dalam Kitab Alala ini, ada banyak bait yang secara khusus membahas soal ilmu yang itu menjadi panduan atau keutamaan bagi para pencarinya. Seperti bait ke-5 tentang ilmu menjadi perhiasan bagi pemiliknya; bait ke 7-8 tentang kedudukan pemilik ilmu sebagai orang yang memiliki keutamaan dalam bertakwa dan mudah mendapatkan petunjuk; bait ke-17 tentang abadinya kehidupan seorang yang berilmu, dan juga pada bait-bait lainnya.

Keunikan yang lain yang dimiliki kitab tipis ini bukan hanya membahas soal pentingnya ilmu, tetapi juga urgensi akhlak sebagai hal yang “wajib” dimiliki oleh orang yang menuntut ilmu. Seperti salah satunya tercatat dalam bait ke-14 yang berbunyi:


Ida tamma ‘aqlul mar’i qolla kalamuhu # wa ayqin bihumqil mar’i inkana muktsiron
Jika seseorang akalnya sempurna maka ia sedikit bicara # sedangkan orang yang banyak bicara bagaikan orang gila

Bait di atas menjadi pengingat bagi siapa saja, khususnya bagi pencari ilmu, untuk tidak banyak berbicara akan hal-hal yang tidak ada manfaatnya. Membicarakan sesuatu yang tidak memiliki faidah bagi kehidupan di akhirat hanyalah perbuatan yang sia-sia. Pencari ilmu harus menyedikitkan bicara, dan lebih memperbanyak belajar, menelaah dan mentadaburi setiap ilmu yang sedang dikajinya.

Dengan begitu, kemanfaatan ilmu akan mudah untuk diraih. Beberapa akhlak yang lain yang dicontohkan dalam kitab Alala adalah mementingkan guru daripada orang tua (hlm. 5), menjauhi buruk sangka (hlm. 6), tidak membarengi orang yang jelak akhlaknya (hlm. 7), dan lain-lainnya.

Sebagai sebuah karya manusia, Kitab Alala bukanlah kitab yang sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt. Kekurangan kitab ini diantaranya; tidak menyebutkan siapa pengarangnya [hanya menyebut nama Pesantren Lirboyo] dan tidak adanya penjabaran makna lebih mendalam pada setiap baitnya.

Dalam tradisi pesantren, mengirimkan hadiah Al-Fatihah untuk pengarang kitab adalah sebuah tradisi yang baik. Jika dalam kitab ini tidak disebut siapa penyusunnya, akan menyulitkan pengkaji kitab Alala untuk kepada siapa seharusnya Al-Fatihah dikirim ketika akan mengkaji kitab Alala. Sedangkan penjelasan yang terlalu simpel membuat pembaca sedikit kesulitan memahami filosofi setiap bait Kitab Alala.

Ala kulli hal, kitab Alala adalah kitab dasar bagi siapa saja yang akan mulai melewati tangga ilmu. Mempelajari kitab ini akan membentuk pribadi seorang santri untuk menyeimbangkan ilmu dan akhlak dalam proses belajar dan setelah mendapatkan ilmunya.

Karena harmonisasi antar keduanya merupakan harga mati yang harus dimiliki seorang Muslim, sehingga perjalanan mencari ilmu dapat menghasilkan pelajar yang cerdas sekaligus berakhlak, di mana keduanya merupakan tonggak bagi kemajuan peradaban bangsa dan agama. Wallahu a’lam.

*Tulisan ini pernah dimuat di Duta Islam.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here