Tradisi Pesantren yang Tetap Menggema di Era Globalisasi

0
553

KHASKEMPEK.COM – Eksistensi pesantren sebagai salah satu institusi pendidikan Islam tertua yang telah berkontribusi besar terhadap kemajuan bangsa ini perlu kita kaji lebih dalam. Dari segi komposisinya pesantren dipimpin oleh sang Kiai yang senantiasa membimbing para santrinya menjadi orang yang bermanfaat. Dengan dibekali van ilmu spiritualitas dan formalitas, sehingga para santri bisa mengarungi pahitnya dunia dan getirnya akhirat.

Sistematika manajemen pesantren sendiri sangatlah kontras dengan sekolah-sekolah formal yang ada. Dimana keumuman pesantren Nusantara, terkenal dengan model sistem pendidikan berbasis tradisi. Tentunya, arus ini menjadi semacam prinsip dan ideologi yang seharusnya dipertahankan kemurniannya. Namun di kacamata berbeda, alasan dalam berbagai lini mengharuskan bertransformasi dalam  rangka merelevansi siklus hidup manusia yang semakin dan terus berkembang di era global.

Hal menarik lain dari pesantren adalah dinamika pesantren yang diadaptasi dari kultur Nabi Muhammad SAW. Dimana Nabi tinggal bersama para sahabat, di pesantren pun Kiai tinggal bersama dengan santri (lingkungan pesantren), Nabi berjamaah dengan dengan sahabat, Kiai berjamaah dengan santri, Nabi mengajarkan ilmu agama kepada sahabat, Kiai mengajarkan ilmu agama kepada santri.

Mengapa demikian?

Dalam hadits dikatakan bahwa al-ulama waratsatul anbiya (Ulama adalah pewaris para Nabi). Itu adalah ulama yang ahli dalam ilmu agama. Dimana ulama itu yang mewarisi para Nabi dalam segi ilmunya.

Secara substansial, pesantren merupakan lembaga keagamaan yang tidak mungkin lepas dari circle masyarakat, sebab tumbuh dan kembangnya pesantren adalah dari dan untuk masyarakat. Dalam konteks ini, pendidikan pesantren pada dasarnya merupakan pendidikan yang sarat dengan nuansa transformasi. Kegiatan pesantren merupakan benih potensial yang menjadikannya salah satu alternatif dalam upaya pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di Indonesia.

Oleh karena itu, banyak sekali pesantren salaf yang berumur cukup lama mulai bertransformasi mengikuti perkembangan zaman namun tetap tidak meninggalkan tradisi murni pesantren. Seperti mempelajari ilmu falak dibantu dengan teknologi modern seperti teleskop, kartu santri digital yaitu menggunakan kartu ATM atau E-money untuk pembayaran pondok, koperasi dan kantin, mengaji kitab kuning dengan media proyektor, membangun pendidikan formal, mulai diperkenalkan dengan dunia IT, berbagai macam ekstrakulikuler kekinian, dan menguasai bahasa asing.

Di samping itu, pesantren juga masih kental dengan tradisi yang menjaga keorisinalannya. Seperti tradisi musyawarah guna membangun mental santri untuk mencurahkan argumennya ke publik, hafalan dan setoran nadzom, lalaran/nadzoman bersama dengan penuh emosional, sholat berjama’ah yang menjadikan pesantren seperti rumah dan keluarga kedua bagi santri, khitobah/ceramah guna melatih mental serta skill, marhabanan yaitu pembacaan sholawat nabi, ziarah ke makam para wali/kiai terdahulu, gotong royong bersama-sama, dan masih banyak kegiatan menarik lainnya.

Kultur budaya yang dianut pesantren kemudian tersimpul dalam sebuah kaidah yang cukup popular, yaitu:

المُحَافَظَةُ عَلَى الْقَدِيْمِ الصَّالِحِ وَالْأَخْذُ بِالْجَدِيْدِ الْأَصْلَحِ

“Melestarikan nilai-nilai lama yang baik dan mengaplikasikan nilai-nilai baru yang lebih baik”

Bertolak dari kaidah tersebut, pesantren dengan sungguh-sungguh berupaya mempertahankan tradisi yang baik dan mengkolaborasi tradisi baru yang lebih baik, guna menambah nilai pesantren di mata dunia.

Walhasil, kini pesantren bisa melahirkan alumni-alumni berkualitas dunia-akhirat dan mampu bersaing di kancah nasional maupun internasional dengan tetap mempertahankan tradisi pesantren sebagai ciri khas budaya bangsa ini.

Rizal, 05 Februari 2022.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here