Kiai Aqiel dan Kecintaanya Pada Ilmu

0
502

KHASKEMPEK.COM – Kiai Aqiel Siroj adalah pendiri MTM Kempek (sekarang PP KHAS Kempek). Beliau berasal dari Pesantren Gedongan, salah satu Pesantren tua di Cirebon bagian timur. Beliau pertama kali belajar kepada Ayahnya dan sanak familinya di kampung halamannya. Kemudian melanjutkan pendidikan di Pesantren Lirboyo Kediri dan beberapa pesantren lain di antaranya Pesantren Tebuireng Jombang hingga di bulan suci Ramadhan bertemu sowan kepada Rais Akbar Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy’ari.

Kiai Aqiel adalah sosok Kiai yang sangat mencintai dan menghormati ilmu. Hari – harinya disibukkan dengan mengajar dan muthola’ah kitab. Dulu sebelum adanya spidol alat tulis yang populer adalah kapur tulis. Beliau menulis di papan tulis, santrinya menulis di kitab masing-masing. Hingga tak heran kalau penyakit Beliau adalah asma karena keseringan menghirup debu kapur.

Menurut penuturan Kiai Ahsin Syifa Aqiel (putra ke empat Beliau) bahkan pada saat libur pondok di bulan Ramadhan pun, beliau selalu menyibukkan diri dengan muthola’ah. Termasuk juga pada malam hari di saat orang lain tertidur pulas, beliau selalu menyibukkan diri dengan muthola’ah kitab. Beliau paling senang kalau muthola’ah nya ditemani Sang istri (Nyai Afifah Harun).

Demi baktinya pada sang suami, Nyai Afifah selalu menemani ketika diminta menemani muthola’ah baik siang maupun malam hari. Sering kali Nyai Afifah mengantuk ketika menemani muthola’ah, seketika itu juga Kiai Aqiel langsung membangunkan supaya tidak tertidur. Bahkan saking cintanya pada ilmu, ruang tamu hingga kasur tempat tidur pun tidak pernah kosong dari kitab.

Rasa hormatnya pada ilmu di antaranya ketika membaca Alquran dan mengajar Alquran tidak boleh ada kaki yang terlihat, kakinya harus tertutup sarung. Hal ini diungkapkan oleh Kiai Ahsin dalam suatu pengajian. “Mama isun iku wonge galak lan tegas, baka ana santri ngaji Qur’an sikile katon langsung disabet lan disewoti”. Kiai Aqiel meyakini siapa orang yang menghormati Alquran maka hidupnya menjadi terhormat dan menjadi orang yang mulia.

Rasa cinta pada ilmu itu menurun pada keturunan Beliau, di antaranya kepada putra ke empat (Kiai Ahsin). Kiai Ahsin tidak pernah belajar ilmu di tempat lain kecuali di kampung halaman sendiri, Pesantren Kempek. Guru utamanya adalah Ayah beliau sendiri. Walaupun saudara-saudaranya yang lain belajar di Pesantren lain, Kiai Ahsin ikhlas, ridho dan patuh pada Sang Ayah agar tidak belajar di Pesantren lain. Kepatuhan pada Ayah yang juga Sang Guru yang menyebabkan Beliau menjadi futuh (terbuka fikirannya). Ilmu kitab apapun yang Sang Ayah ajarkan cepat Beliau tangkap, mengerti dan pahami.

Tidak ada aktifitas rutin Kiai Ahsin yang lain selain mengajar, termasuk juga ketika Beliau sedang kurang sehat. Hingga suatu ketika Beliau pernah berkata kepada istrinya / Nyai Iin Muhsinah. “Aja ngelarang isun mulang karena alesan lagi sakit. Baka bli mulang, isun kuh langka pegawean,” demikian kata Kiai Ahsin.

Menjelang akhir hayatnya, Kiai Ahsin pernah mengatakan dalam sebuah pengajian. “Isun kuh paling seneng mulang, Qur’an, kitab seneng Kabeh. Tapi paling seneng baka mulang kitab, karena nalika maca kitab anggota tubuh iku menggawe kabeh. Mata maca tulisan, tangan nyekeli kitab, ngebet halaman, otak jalan karena mikir luruh makna lan keterangan / penjelasan”.

Wallahu A’lam.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here