Jalan Tunggal Kenangan

0
564

KHASKEMPEK.COM – Orang-orang biasa menyebutnya Jalan Tunggal Pegagan. Di jalan sepanjang kurang lebih dua kilometer inilah para santri (khususnya putra) banyak menuliskan tinta kenangan di lembar-lembar kisah selama hidup di pesantren.

Letaknya yang terbentang mulai dari dekat Pesantren Khas Kempek Cirebon membuat akses ke jalan ini begitu mudah bagi para santri. Hanya butuh tiga puluh langkah kaki dari gerbang masuk pesantren untuk menginjak jalan ini.

Kalau dari terminal Harjamukti Cirebon, butuh waktu perjalanan kurang lebih setengah jam mengendarai mobil Elf jurusan Gegesik, Cirebon untuk sampai ke jalan yang diapit oleh hamparan sawah hijau dan ditengahi Sungai Wadas ini.

Turun dari Elf, kita akan disambut bangunan gapura khas Cirebon atau gapura keraton bergaya Majapahit bertuliskan “Pondok Pesantren Kempek Cirebon”, menggunakan huruf kapital semua.

Di bawah gapura yang tersusun dari tumpukan bata merah itulah kita mulai menyentuh Jalan Tunggal Pegagan.


Bagi santri yang biasa melewati jalur ini ketika berangkat ke pesantren, tentu punya kisah kenangannya sendiri. Dengan posisi menggendong ransel sambil memikul kardus, bapak-bapak tukang becak sigap menyambut kang santri yang belum sempat menginjakkan kaki ke luar pintu Elf atau bus.

Dengan tarif 10 ribu saja (zaman saya mesantren cuma 5 ribu) Anda sudah bisa diantarkan becak yang sedari petang sudah menunggu rizki datang. Meski kadang ada juga santri yang memilih jalan kaki dengan alasan ingin olah raga, padahal ada alasan lain: biar lebih irit ongkos.

Sekarang becaknya sudah model Bemo (becak motor) semua. Dengan menggunakan mesin tidak perlu diayuh manual pakai kaki, tapi cukup menekan tombol star dan becak pun meluncur menyusuri sepanjang jalan.

Dulu, zaman saya masih mesantren di Kempek, bapak-bapak tukang becak masih harus merasakan beratnya mendorong penumpang dengan mengayuh pedal, belum lagi kalau diisi dua penumpang dengan muatan yang overload. Sudah begitu tarifnya cuma 5 ribu.


Bagi santri yang baru berusia satu dua mingguan, biasanya jalan ini menjadi wahana healing, berharap menjadi penawar rindu suasana rumah dan kampung halaman.

Saya ingat dulu saat mengajak beberapa santri baru yang tak kunjung betah (sekarang mereka sudah jadi alumni pesantren dan melanjutkan karier masing-masing) untuk menikmati sunrise yang tampak dari sepanjang jalan ini, sambil membawa buku nadzam kecil yang sesekali dibuka, meski seringnya dimasukan ke saku baju. Terlena panorama alam yang aduhai.

Udara pagi yang sejuk, lebat hijau daun padi yang tampak segar dibungkus buliran embun, jalanan yang lengang dari lalu-lalang, gunung yang terlihat gagah dari kejauhan, membuatnya menjadi kepingan surga yang jatuh ke bumi Kempek.


Bagi santri yang sedang memperjuangkan setoran nadzam, jalan ini sangat cocok untuk mengahapal bait demi bait. Peningnya hafalan dengan sendirinya ternetralisir oleh hamparan pemandangan hijau yang segar dan sentuhan udara yang sejuk membuai.

Saya ingat dulu waktu masih ngaji Alfiyah. Setiap sore bakda Ashar merapalkan bait demi bait nadzam karya Ibnu Malik itu. Bolak-balik jalan sepanjang 2 kilometer itu sangat cukup untuk merampungkan 1002 bait setiap sore. Kadang masih sisa 300-an meter lagi untuk merefresh dan mengistirahatkan mulut yang terasa pegal-pegal di nadzam terakhir.

“Wa alihil kiramil bararah, wa sahbihil muntakhabinal khiyarah”


Bagi santri bandel, meski hanya sedikit, dulu (entah sekarang) jalan ini menjadi salah satu akses ke warnet atau tempat rental playstation. Mereka tidak keluar lewat gerbang utama karena sudah dijaga ketat 24 jam, tetapi melalui celah yang tembus ke sawah hingga bisa sampai ke Jalan Tunggal Pegagan dan lokasi tujuan.

Kendati misi “mbadung” mereka lancar di awal, kalau lagi apes sering juga aksinya terpergoki di jalan atau bahkan saat sedang asyik beraksi di warnet. Rasanya seperti digrebek satpol pp, pasrah dan sambil kebayang bakal ditakzir apa. “Kepala siap digundul”.

Kalau satu sudah kena, diinterogasi deh, teman-teman “mbeling” lainnya ikut keciduk. Hahaha. Anda yang tertawa membaca ini pasti punya pengalaman yang satu ini.


Bagi santri Kempek, Jalan Tunggal Pegagan sudah menjelma Jalan Tunggal Kenangan. Buat para alumni, sesekali lewati kembali jalan ini lagi. Dengan jalan kaki, atau naik becak. Dan ingat kembali sederet kenangan yang tercipta di setiap langkah.

Abror, Jakarta (16/6/2022)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here