Dua Bait Nadzom Alfiyah Ibnu Malik yang Istimewa

4
18492

KHASKEMPEK.COM – Nadzom Alfiyah Ibnu Malik karya Syekh Muhammad bin Abdullah bin Malik, merupakan sebuah karya yang sangat fenomenal, yang tidak akan pernah terhapus dalam khazanah intelektualitas pesantren. Khususnya pesantren salaf.

Kitab ini bertemakan tentang kaidah-kaidah gramatika bahasa Arab, seputar nahwu shorof, dan diantara keunikan dari kitab ini adalah penempatan kata-kata dan contoh dalam nadzom yang tidak sembarangan, melainkan mempunyai maksud dan isyaroh tersendiri. Semisal kalam-kalam hikmah, falsafah dan nasihat hidup.

Beliau menamai nadzom tersebut dengan nama Alfiyah, diambil dari jumlah bait dalam nadzom tersebut yakni seribu, (baca dalam bahasa Arab; alfun).

Namun pada kenyataannya, jumlah bait dari nadzom Alfiyah itu sendiri adalah 1002 bait, ada tambahan 2 bait di mukadimah, dan juga ada cerita menarik dibalik penambahan 2 bait tersebut. Tentang arti dari sebuah rasa bangga, tentang ta’dzim kepada sang guru, tentang tulusnya sebuah karya, juga tentang adab terhadap orang yang sudah meninggal.

Diceritakan bahwa Syekh Ibnu Malik dalam menyusun nadzom Alfiyah ini terinspirasi dari almarhum sang guru yang sudah terlebih dahulu menyusun sebuah nadzom yang berjumlah 500 bait. Beliau adalah Syekh Ibnu Mu’thiy. Karyanya tersebut diberinama Alkaafiyah, namun mashur juga disebut dengan Alfiyah Ibn Mu’thiy. (Disebut Alfiyah, karena terdiri dari 1000 satar, adapun satar, adalah setengah bagian dari satu bait).

Ketika beliau sudah mantap menyimpan semua gambaran nadzom Alfiyah dalam memori otaknya, beliau pun memulai untuk menulis untaian nadzom-nadzom indah tersebut. Hingga pada saat beliau menulis bait ke lima, bagian satar ke sepuluh yang berbunyi;


وتَقتضِى رضًا بغير سخطٍ # فائقةً ألفيّةً ابن معطى

Dan kitab Alfiyah itu akan menarik keridhoan yang tanpa didasari kemarahan # Dan kitab Alfiyah ini lebih unggul dari kitab Alfiyahnya Ibnu Mu’thiy.

Seketika semua hafalan yang sudah tersimpan rapi dalam memori otak beliau pun lenyap. Beliau tidak ingat satu huruf pun. Syekh Ibnu Malik pun merasa cemas, sedih, juga bingung, entah apa yang harus beliau lakukan. Hingga akhirnya beliau pun tertidur pulas.

Dalam mimpinya, beliau dibangunkan oleh seorang kakek yang memakai pakaian serba putih, jubahnya hampir menutupi sebagian kepalanya sehingga wajahnya tidak nampak secara jelas.
Kakek itu menepuk pundak Syekh Ibnu Malik sambil berkata;

“Wahai anak muda, bangunlah! Bukankah kamu sedang menyusun sebuah kitab?”

“Iya kek,” seketika Imam Ibnu Malik terbangun.

“Namun aku lupa semua hafalanku, sehingga aku tak mampu tuk melanjutkannya” jawabnya.

Kakek itu pun bertanya, “sudah sampai mana kamu menulisnya?”

“baru sampai bait kelima”, beliau menjawab sambil membacakan bait yang terakhir.

“bolehkah aku melanjutkan hafalanmu,?” tanya kakek tersebut.

“tentu saja”.

Kakek itupun membacakan sepasang bait;


فائقةً من نحو ألف بيتي # والحيّ قد يغلب ألف ميّتي

Seperti halnya mengungguli dalam seribu bait # Orang yang masih hidup, terkadang mengalahkan 1000 orang yang sudah meninggal.

Seketika setelah mendengar satu bait yang diucapkan oleh kakek tersebut, Syekh Ibnu Malik pun terbangun dan beliau pun menyadari satu hal, bahwa kakek dalam mimpinya itu tidak lain adalah sang guru, yakni Syrkh Ibnu Mu’thiy yang dengan jelas menegur Syekh Ibnu Malik dengan sindiran di bait tersebut.

Beliau juga sadar, bahwa ungkapan bangga yang beliau ungkapkan dalam bait kelima tersebut ternyata merupakan perasaan takabbur yang timbul dari nafsunya, perasaan yang secara tidak langsung telah menerobos sebuah adab, akhlaqul karimah seorang murid kepada gurunya.

Sadar akan hal itu, Imam Ibnu Malik pun bertaubat kepada Sang pencipta atas rasa takabburnya. Beliau juga hendak meminta maaf kepada Imam Ibnu Mu’thiy, beliau berziarah ke makam Syekh Ibnu Mu’thiy.

Selepas berziarah, beliau pun hendak melanjutkan karangan tersebut dengan menambahkan 2 bait di bagian mukadimah yang pada awalnya tidak masuk dalam rencana, dengan harapan bahwa hafalannya akan pulih kembali. 2 bait tersebut berbunyi seperti ini:


وهو بسبق حائز تفضيلا # مستوجب ثنائي الجميلا

Dan dia (Imam Ibnu Mu’thiy) memang lebih dahulu dan mendapatkan keunggulan. Dia juga pantas mendapatkan pujian (legitimasi) yang sangat baik dariku.


والله يقضي بهبات وافرة # لي وله في درجات الآخرة

Semoga Allah memberikan anugerah yang sempurna untukku dan juga beliau dalam derajat yang tinggi di akhirat kelak.

Secara ajaib, semua memori hafalan nadzom yang ingin beliau tulis itu pun kembali tergambar jelas di otak dan hatinya. Beliau pun sangat bersyukur dan kemudian melanjutkan karangannya.

Hingga akhirnya terciptalah sebuah mahakarya yang terkenal di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Nadzoman yang sangat popular dikalangan santri, khususnya santri salaf. Dan sampai saat ini pun, masih banyak santri-santri yang menghafalnya.

Konon katanya, hafalan Alfiyah itu sendiri lebih cepat hilang dibanding Alquran apabila si penghafalnya berbuat maksiat. Dan juga orang yang hafal Alfiyah itu punya daya tarik tersendiri. Wallahu a’lam.

Sumber: Sabilul Huda Media

4 KOMENTAR

  1. Parargrag terakhir ada yg rancu itu
    “Konon katanya, hafalan Alfiyah itu sendiri lebih cepat hilang dibanding Alquran apabila si penghafalnya berbuat maksiat”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here