Tradisi Lokal Pesantren (2): Begadang Mendaras Kitab Kuning

0
1105

KHASKEMPEK.COM – Pesantren adalah tempat “istimewa” yang memiliki keunikan tersendiri. Termasuk tradisi di lingkungan pesantren tak jarang sangat “kontras” dengan yang berlaku di luar pesantren. Salah satu tradisi yang menjadi “candu” di lingkungan pesantren selanjutnya ialah tradisi “melek bengi”, begadang di malam hari. Begadang plus ditemani secangkir kopi hitam, seakan menjadi menu wajib santri tiap malam.

Tentu, kebiasaan ini tidak dimiliki setiap santri dan bahkan pesantren pun tak jarang mewajibkan santrinya untuk tidak begadang agar dapat berjamaah Shubuh tepat waktu nantinya. Peraturan tersebut rata-rata memang peraturan wajib yang ditujukan untuk santri yang begadang tapi untuk melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat, ngobrol semisal. Bukan mereka yang begadang untuk mencari waktu “senyap nan luang” untuk mendaras kembali pelajaran yang telah atau bahkan akan dipelajari esok hari.

Tradisi begadang memang kental di lingkungan pesantren. Para Kyai pesantren-pun tak jarang menyarankan para santrinya untuk men-dawamkan belajar di waktu malam jika dirasa mampu melakukannya. Tentunya tradisi “melek bengi” ini memiliki landasan dalil melakukannya.

Anjuran “Melek Bengi” Untuk Belajar Bagi Santri

Seorang pelajar yang baik ialah mereka yang tekun dan istikamah dalam mempelajari ilmu yang sedang menjadi konsennya. Banyak isyarat Al-Qur’an yang menunjukan bahwa mereka yang benar-benar memiliki “himmah”, kesemangatan tinggi akan mendapatkan hasil yang maksimal pula.

Salah satu ayat yang menjadi rujukan spirit “ta’lim wa ta’allum”, mengajar dan belajar bagi guru dan santri ialahpetikan surat Al-Ankabut (29: 69) berikut:

والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا

“Barang siapa yang bersungguh-sungguh melalui jalan-Ku maka aku akan menunjukannya jalan-jalan-Ku”

Syekh Ibrahim bin Ismail dalam “Syarah Ta’lim al-Muta’alim” (hal 55, cet: Daar Al-Bashair, Kairo 2015) menyebutkan bahwa: “Fudhail bin Iyad memaknai ayat tersebut dengan bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu”. Tak ayal, waktu malam hari sangat cocok untuk dijadikan waktu berduaan dengan kekasih tercinta, catatan dan pena.

Tradisi “melek bengi” atau begadang memang sejak dahulu dilakukan, baik oleh ulama salaf maupun khalaf. Syekh al-Zarnuji dalam hal ini menjelaskan akan pentingnya begadang bagi santri dengan perkataanya dalam kitabnya “Ta’lim al-Muta’alim” (hal 89, cet: Al-Maktab Al-Islami, Beirut 1981) berikut:

:ولابد لطالب العلم من سهر الليالي كما قال الشاعر

بقدر الكد تكتسب المعالى * فمن طلب العلا سهر الليالي

تروم العز ثم تنام ليلا * يغوص البحر من طلب اللألي

علو الكعب بالهمم العوالي * وعز المرء في سهر الليالي

تركت النوم ربي في الليالي * لأجل رضاك يا مولي الموالي

ومن رام العلا من غير كد * أضاع العمر في طلب المحال

فوفقني إلي تحصيل علم * وبلغني إلي أقصى المعالي

“Bagi penuntut ilmu mustinya untuk begadang di malam hari (belajar) sama seperti ucapan penyair berikut:

Dengan kadar kepayahan keluhuran dapat diraih, barang siapa menginginkan keluhuran (ilmu) hendaknya ia begadang di malam hari (untuk belajar)

(Apakah) engkau menginginkan suatu yang mulia akan tetapi kemudian tidur di malam hari?, seorang yang mencari mutiara (saja) menyelam dalam ke dalam lautan untuk mendapatkan mutiara

Tingginya keluhuran (sungguh diperoleh) dengan kepayahan yang tinggi pula dan kemuliaan pelajar ada dalam begadang di malam hari (belajar)

Aku meninggalkan tidur wahai Tuhanku di malam hari, untuk mencari ridha-Mu wahai Raja dari segala raja.

Orang yang mencari keluhuran tanpa rasa payah, (sungguh) ia telah menyia-nyiakan umurnya untuk memperoleh sesuatu yang mustahil

Berilah taufik wahai Tuhanku kepadaku untuk memperoleh ilmu, dan sampai pada puncak keluhuran”.

Namun, kembali persoalan “melek bengi” ini tergantung pada kondisi personal masing-masing santri. Karena tidak semua santrikuat dan mampu untuk melakukannya. Meski dibantu dengan persiapan sebelumnya, seperti tidur siang semisal. Banyak dari kalangan santri yang malam harinya begadang, akan tetapi paginya dihabiskan untuk tidur.

Oleh karenanya, Syekh Al-Zarnuji selanjutnya menjelaskan bahwa: kesungguhan yang dilakukan seyogyanya tidak sampai membuat lemah diri santri yang melakukannya. Sehingga alih-alih bertambah waktu untuk belajar malah sebaliknya, karena jam tambahan tersebut sampai meninggalkan hal-hal yang lebih penting untuk dilakukan, jamaah Shubuh, semisal. Hal inilah yang kemudian menjadikan beberapa Pesantren memberlakukan jam wajib tidur untuk santrinya.

قال رسول الله ص.م : ” ألا إن هذا الدين متين, فأوغلوا فيه برفق, ولا تبغض نفسك عبادة الله تعالى, فإن المنبت لا أرضا قطع ولا ظهرا أبقى”.

Nabi Muhammad Saw bersabda: “Ketahuilah bahwa agama ini (Islam) adalah agama yang kuat, maka bersemangatlah kalian di dalamnya dengan lemah lembut. Jangan kalian buat diri kalian membenci Ibadah kepada Allah Ta’ala, karena sungguh seseorang yang telah kelelahan tidak akan mampu untuk melakukan perjalanan lagi dan tidak pula memiliki kekuatan yang tersisa” (Hadist ini disebutkan Syekh al-Zarnuji dalam kitabnya “Ta’lim al-Muta’allim”).

Wallahu a’lam.

Ref: Syekh Al-zarnuji, Ta’lim Al-Muta’allim Thariq At-Taallum, 1981, Beirut: Al-Maktab Al-Islami.

Syekh Ibrahim bin Ismail, Syarah Ta’lim Al-Muta’allim, 2015, Kairo: Daar Al-Bashair

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here