Santri adalah Pohon dan Kiai adalah Tukang Kebun Baginya

0
650

KHASKEMPEK.COM – Di pondok pesantren KHAS Kempek, para alumni biasa mengadakan agenda rutinan untuk sowan ke para masyayikh. Biasanya dilakukan saat bulan Syawal. Sowan merupakan istilah untuk bersilaturahmi ke kiai. Tentu, tujuannya adalah untuk memperkuat hubungan guru dan murid (santri dan kiai).

Tradisi sowan ini sekaligus menjadi simbol, bahwa hubungan kiai-santri bukan sebatas antara siapa yang mengajar dan siapa yang diajar. Selesai masa belajar, berarti selesai pula ikatan. Tidak begitu. Meski santri sudah selesai masa studi dan tidak lagi di pesantren. Hubungan itu akan terus terkoneksi sampai kapanpun.

Dalam sebuah analogi. Kita itu hidup seperti pohon. Pohon itu macam-macam modelnya. Ada pohon yang tumbuh subur, buahnya banyak dan manis rasanya. Sehingga orang bisa memetik buahnya dan merasakan betul manfaatnya.

Ada lagi pohon yang tumbuh berbuah, tapi rasanya tidak semanis pohon di kebun; karena tidak dirawat –tanpa disiram dan dipupuk. Ada pula –ini yang terparah– pohon yang tidak terawat. Batangnya kering, daunnya berguguran, tidak berbuah, dan akhirnya mati.

Imam Al-Ghazali, dalam maha karyanya, Ihya ‘Ulumiddin (juz 1, hal 98), mencoba menganalogikan hubungan murid dengan seorang guru.

Menurutnya, murid itu ibarat pohon, dan guru adalah tukang kebun yang merawat pohon itu dengan penuh cinta; memilihkannya tanah terbaik, menyiraminya pagi dan sore, dan memupuknya setiap saat.

Dengan begitu, pohon akan tumbuh subur dan memiliki buah yang ranum lagi manis; bermanfaat dan bisa dinikmati banyak orang.

Sebaliknya, lanjut Al-Ghazali, orang yang hidup tanpa guru, bagaikan pohon yang tumbuh secara liar. Tumbuh tanpa dirawat oleh tukang kebun. Asal tumbuh saja; tidak pernah disiram, apalagi dipupuk.

Akhirnya, batangnya kering, daunnya berguguran, tidak berbuah, dan mati. Jikapun hidup, tidak mungkin berbuah. Jikapun berbuah, rasanya tidak enak; tidak semanis pohon di kebun yang dirawat dengan baik.

Analogi seperti ini juga ditemukan dalam penjelasan Syekh Abu ‘Ali ad-Daqaq (w. 412 H), salah satu ulama sufi besar. Beliau menuturkan,

الشجرة إذا نبتت بنفسها من غيرِ غارس فإنها تورق ولا تثمر، وهو كما قال، ويجوز أنها تثمر كالأشجار التي في الأودية والجبال، ولكن لا يكون لفاكهتها طعم فاكهة البساتين.

Artinya: “Pohon yang tumbuh secara liar, tanpa ada yang merawat, meski memiliki daun, tapi tidak akan berbuah. Jikapun berbuah, rasanya tidak senikmat pohon di kebun.” (lihat Al-Mausu’ah al-Muyassarah, hal 1772)

Dalam sebuah kesempatan sowan, penulis mendapat nasihat dalam sebuah maqalah singkat yang berbunyi,

“من لم يعرف الأصول حرم عن الوصول”

Artinya: “Siapa yang tidak tahu (melupakan) asal, maka tidak akan mencapai sebuah kesuksesan”.

Guru adalah asal bagi si murid. Sosok yang dulu menjarainya banyak hal. Tidak hanya berupa ilmu, tapi juga segenap bimbingan agar menjadi manusia mulia dan bermoral.

Maka, guru adalah sosok yang paling berjasa dalam kehidupan. Dialah orang tua kita. Memang, secara biologis, mereka bukan orang tua. Tapi, secara ruhani, mereka adalah orang tua yang menuntun kita ke jalan yang lurus.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here