Pesan Kiai Said untuk Santri Generasi Milenial (1)

0
488

KHASKEMPEK.COM – AlMukarrom Prof. DR. KH. Said Aqiel Siroj, MA memberikan tausiyah dalam acara Haflah Tasyakkur Khotmi AlQur’an dan Alfiyah Ibnu Malik Pondok Pesantren Khas Kempek Kab. Cirebon.

Setelah muqaddimah, Kiai Said mengawali pembicaraannya dengan berucap “Alhamdulillah iftikhor wa syukron”, kita masih bangga pada pengajian, yang barangkali di pesantren modern atau yang mengaku modern sudah tidak lagi diadakan pengajian Alfiyah dan AlQuran dengan mujawwadah.

Syaikhona kembali memuji Allah, dengan mengatakan ; “Alhamdulillah, Kempek semakin mencuat, terdengar dimana-mana, semakin mendapatkan nilai positif, dilihat dari outputnya, alumninya yang bisa dibanggakan, “ilman wa khuluqon”, bukan hanya ilmu tetapi juga akhlak.”

Kemudian Buya Said memulai penjelasannya, bahwa Allah memberikan amanah kepada manusia. Sebelumnya, amanah ini telah ditawarkan kepada langit, bumi dan gunung. Akan tetapi kata Kiai Said, mereka semua menolak, bukan membangkang, “takhowari” khawatir tidak mempu mengemban amanah yang sangat berat itu.

Nah, ternyata manusia menerima, padahal kita itu mempunyai potensi (ظَلُوْمًا) “dzolum” dan (جَهُوْلًاۙ) “jahul”, bukan hanya dzalim, akan tetapi “dzolum”, dan bukan hanya jahil, namun juga “jahul”.

Dzolum bisa diartikan sangat kurang ajar (sembrono), jahul mengandung makna sangat tolol (bodoh), akan tetapi manusia menerima amanat Allah itu. Berbeda dengan manusia, langit, bumi dan gunung menghindar dari amanat tersebut.

Kemudian beliau menukil AlQur’an surat Al-Ahzab ayat 72 :

اِنَّا عَرَضْنَا الْاَمَانَةَ عَلَى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَالْجِبَالِ فَاَبَيْنَ اَنْ يَّحْمِلْنَهَا وَاَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْاِنْسَانُۗ اِنَّهٗ كَانَ ظَلُوْمًا جَهُوْلًاۙ

“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat dzalim dan sangat bodoh”.

Kiai Said bertanya pada hadhirin, “Amanah apakah itu?”

Beliau memaparkan dengan jelas bahwa amanah yang diberikan kepada kita manusia ada dua macam ;

  1. Pertama ; Amanah-Ilahiyah-Muqoddasah -Samawiyah.

Amanah ini langsung dari Allah, suci dari langit. Isi amanah ini berupa Addien, agama.
Jadi kita menerima agama langsung dari Allah, melalui wahyu para Nabi, yang sebenarnya amanah ini sangat berat.

Beliau lebih rinci menjelaskan bahwa didalam agama ada dua ajaran, yakni aqidah dan syariah. Aqidah harus kita mantapkan, syariah harus kita amalkan.
Sebuah aqidah harus kita fahami dan yakini, sedangkan syariah harus dipelajari dan diamalkan.

Lebih jauh Kiai Said menerangkan bahwa aqidah kita, ahlisunnah sudah jelas, mengikuti Abu Hasan AlAsy’ari, menggabungkan nash dengan akal.

Nash saja, kata Imam Zaenudin AlMuqorrofi, “Attamassuk bidhohirinnash, dholalatun fiddiien.”
Barangsiapa yang berpegang hanya pada letterlejk, harfiyah, dhahirnya nash, akan sesat dalam memahami agama.

Kemudian beliau menambahkan sebuah riwayat, dengan mengatakan ketika Rasulullah ﷺ membagi-bagi ghanimah, yang dihasilkan dari mengalahkan Hunain dan Thaif, mendapatkan ribuan onta, sapi dan ribuan kambing.

Dibagi di Ja’ronah sambil mengambil kain ihram.
Kanjeng Nabi ﷺ membaginya aneh, tidak seperti biasanya.
Shahabat yang senior, Sayyidina Abubakar, Umar, Ustman, Ali, Sa’ad, Sa’id, Thalhah, Zubair, tidak dikasih seekor pun. Yang mu’allaf (baru masuk Islam), karena itu baru saja peristiwa Fathul Makkah, walaupun konglomerat, dikasih ratusan bahkan ribuan onta, ribuan sapi dan kambing.

Kiai Said menyebutkan bahwa Abu Sufyan dikasih 100 onta, dia seorang mu’allaf yang konglomerat, AlBakhtariz juga mendapatkan bagian banyak. Semua para shahabat senior diam, tunduk menerima dengan baik.

Eh dari belakang ada yang protes, maju ke depan, dia bernama Dzil Khuwaisir Attamimi.

Buya Said melengkapi pembicaraannya dengan mengatakan bahwa penjelasan ini ada dalam Kitab Shahih Muslim, Kitab AlZakat, bab AlQismah.

Dzil Khuwaisir maju ke depan dengan sombongnya mengatakan ; “i’dil ya Muhammad” “Adillah wahai Muhammad !”,

Nabi ﷺ menjawab : “Wailak, ma a’dilu ‘alal ardhi minni.”

“Celakalah kamu, tidak ada orang yang lebih adil dariku dimuka bumi ini.”

Yang saya lakukan ini adalah perintah Allah, bukan kemauan saya sendiri kata Nabi ﷺ.

Setelah orang itu pergi menyingkir kemudian Nabi Muhammad ﷺ bersabda memberikan warning dan prediksi, peringatan kepada kita ;

“Sungguh akan keluar dari jenis lelaki ini suatu kaum yang lancar membaca Kitabullah AlQuran tetapi hanya sampai di bibir, tidak sampai ke tenggorokannya.”

Hadits ini memberikan pengertian bahwa memahami Islam hanya letterlejknya saja, tidak maqosidnya, atau tafsirnya bahkan hanya tafsir yang biasa.

Sehingga hal ini akan memberikan kesimpulan bahwa barangsiapa yang tidak menggunakan hukum Allah, maka akan dicap kafir.

Banyak timbul pertanyaan yang tidak masuk akal, pertanyaan yang salah. Pertanyaan ini tidak ada hubungannya, tidak munasabah, maka tidak perlu ada jawaban. Dan hal ini sekarang sedang merajalela serta banyak pesantren yang terpapar oleh ajaran ekstrimisme, kata beliau.

Buya Said memberikan kesimpulan dengan menyatakan bahwa walhasil, radikalisme sangat mudah sekali diterima oleh anak-anak muda yang kosong, yang sama sekali tidak mengerti hukum agama, tiba-tiba diberikan ajaran dengan doktrin yang bisa membahayakan aqidah dan syariah ahli sunnah waljama’ah kita.

Dari paparan ini kita akan memahami kesemangatan Kiai Said untuk tetap memberikan nasihat dan pesan bahwa betapa pentingnya “tafaqquh fiddien” (mendalami agama), tak berhenti disini beliau memberikan motivasi ; “Yang ada disini silahkan mengaji tafsir, supaya tahu AlQuran dengan benar, tidak hanya letterlejk harfiyahnya mawon.”

Seandainya terus diperdalam, agama sendiri “tafaqquh fiddien” tidak akan selesai ila yaumil qiyamah.
Beliau teringat dalam sejarah pemikiran Islam bahwa sayangnya setelah abad pertengahan umat Islam berhenti berkreasi. Dulu sebelum abad ke- 5, ulamanya begitu kreatif.

Banyak ditemukan seorang “Mujtahid”, penggagas. Penggagas itu adalah penemu pertama. Kita bisa mengenal penggagas ilmu nahwu seperti Imam Sibaweh, Kholil bin Ahmad. Ada penggagas ilmu balaghoh yakni Abu Ubaid, juga ada tafsir yakni Imam AtThobari.

Setelah abad ke- 6, terjadi perubahan, paling hanya menadhamkan. Setelah itu disyarahi, lalu dihasiyahi, kemudian diringkas. Hampir tidak ada penemuan baru atau ide baru, hanya menadhamkan agar mudah dihafal, dibolak balik saja. Itu menunjukkan mandegnya kreatifitas, demikian kritik Doktor lulusan Makkah ini.

Kiai Said mengungkapkan fakta bahwa kita itu masih ketinggalan, belum mampu dan hanya terbengong melihat kecanggihan pesawat dengan bobot berton-ton. Belum selesai, kita dikagetkan kembali dengan teknologi digital, internet, satelit. Kita hanya memakai dan menggunakan, bukan penemu juga bukan penggagasnya.

Bukan bermaksud apa-apa kata beliau. Kita butuh mengenai ilmu itu, kita jangan hanya bilang yang terpenting adalah agama, bukan seperti itu. Kita jelas butuh teknologi internet, hanya beliau menyayangkan karena bukan hasil kreatifitas umat Islam.

Masalah ini jangan diremehkan, ini masalah besar, karena sekarang digitalisasi merupakan kebutuhan primer. Negara harus menggunakan digitalisasi pada seluruh sektor, BUMN, Bank dan lain sebagainya.

Mari kita teruskan !! Jangan hanya puas dengan khatam Alfiyah dan AlQuran, demikian dawuh Pembina Pondok Pesantren Khas Kempek memberikan semangat kepada para khotimin.

Bersambung…

NKT.22.03.22

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here