Mengenal Penulis Kitab Safinah An-Naja

0
1936

KHASKEMPEK.COM – Siapa yang tak mengenal kitab Safinah, kitab kecil yang menghimpun dasar-dasar ajaran Aqidah dan Fiqih madzhab Syafi’i. Isinya ringkas, namun menyimpan makna yang mendalam dan luas. Kitab ini sangat keramat dan besar manfaatnya, sangat populer sehingga banyak ulama yang mensyarahi.

Kurikulum pesantren dan madrasah biasanya menggunakan kitab ini sebagai pegangan untuk santri pemula dan masyarakat awam. bahkan diberbagai belahan dunia pun kitab ini diajarkan.

Sangat disayangkan, kalau kita tak mengenal siapa penulis dibalik karya hebat ini. Tanpa mengenal penulisnya rasa-rasanya ilmu yang kita petik, keberkahan ilmu yang kita dapat, menjadi kurang afdhal dan ada nilai minusnya.

Perlu kita ketahui, mengenali sang penulis akan menjalin hubungan bathin, sehingga cahaya ilmu yang tertransfer mampu menerangi lubuk hati pembaca.

Ditambah setiap kali memulai membaca, selalu bertawassul dan mengirim Al-fatihah untuk penulisnya. Hubungan tersebut akan semakin erat dan harmonis. Lantas, siapa penulis karya hebat ini?

Dibalik kehebatan suatu karya, tentu, antara lain, terletak pada sosok penulisnya. Beliau adalah Syekh Salim bin Abdullah bin Sa’id bin Sumair Al-Hadhramy As-Syafi’i. Beliau lahir di Desa Dzi Ashbuh lembah Hadhramaut, Yaman. Tempat lahirnya para ulama yang ‘alim-‘alim dan zuhud dan dibawah kekuasaan kerajaan Al-Katsiry (781-1387 H/1379-1967 M). Ayahnya, Syekh Abdullah bin Sa’id adalah ulama tersohor di Desanya. Dibawah asuhan dan didikan sang Ayah Syekh Salim diajari berbagai disiplin ilmu dengan sangat baik, sehingga menjadi maha guru yang sangat terkenal.

Syekh Salim merupakan pribadi yang semangat dalam menuntut ilmu, sebelum menginjak usia baligh beliau mengaji Al-Qur’an sampai khatam kepada sang ayah . Selain belajar kepada ayahnya, beliau juga belajar dengan Ulama-ulama lainnya. Sehingga beliau mahir dalam berbagai fan ilmu khususnya Al-Qur’an dan ilmu Fiqih.

Beliau sangat santun, selalu berdzikir kepada Alllah, istiqomah dalam membaca dan mengajarkan Al-Qur’an. Karena keistiqomahan beliau dalam mengajarkan Al-Qur’an, beliau diberi gelar Al-Mu’allim. Pernah diceritakan oleh syekh Hadhrawi Al-makky, bahwa Syekh Salim pernah mengkhatamkan Al-Qur’an ketika sedang thawaf di Ka’bah. Beliau dikenal sebagai ahli fiqih (Al-faqih), pengajar (Al-Mu’allim), Hakim Agama (Al-Qadhi), ahli politik (As-siyasi), dan ahli dalam kemiliteran (al-khobir bisy-syu’unil ‘askariyah).

Karena kepiawaiannya di bidang militer, Syekh Salim pernah diutus oleh Sultan Katsiry untuk mencari senjata perang terbaik di India. Setelah lama mencari di berbagai wilayah India, beliau tak menemukannya melainkan adanya di singapura, segera beliau membeli senjata tersebut dan dikirim ke kerajaan katsiry.

Beliau juga dikenal sebagai juru damai antar pemimpin, dalam sejarah dikatakan bahwa kerajaan katsiry memiliki konflik berkepanjangan dengan suku Yafi’ sejak tahun 926 H. Saling berebut kekuasaan. Tiga abad lamanya, konflik tersebut tak kunjung usai. Konflik tersebut semakin memanas pada masa syekh salim. Kisaran tahun 1265 H, daerah Dzi Ashbuh, menjadi saksi bisu atas pertumpahan darah yang dilakukan oleh kedua belah pihak tersebut.

Syekh Salim berperan penting dalam rekonsiliasi perdamaian antar pemimpin kerajaan Katsiry dan Suku Yafi’. Di akhir Robi’ul Awwal tahun 1265 H. Suku Yafi’ menyerang kota seyyun dengan 800 pasukannya, tetapi usaha itu gagal total. Prajurit-prajurit suku yafi’ banyak yang ditawan oleh kerajaan katsiry. Rekonsiliasi antar pemimpin pun terjadi. Hasil kesepekatan memutuskan agar suku yafi’ meninggalkan Hadhramaut dan diusir ke daerah asalnya, timur laut Teluk aden.

Atas jasa syekh salim tersebut, syekh salim diangkat oleh Sultan kerajaan katsiry menjadi penasihat pribadinya. Diawal masa jabatannya, sultan sangat patuh dan tunduk terhadap keputusan Syekh salim. Tetapi seiring berjalannya waktu dan saratnya kepentingan sultan, keputusan-keputusan syekh salim sudah tak mau didengar lagi oleh Sultan. Hal itu membuat hati syekh salim terluka. Akhirnya, syekh salim meninggalkan daerah Hadhramaut dan hijrah ke India dan kemudian hijrah ke Batavia Indonesia. Sebagai hijrah yang kedua sekaligus terakhirnya.

Kabar hijrahnya Syekh Salim ke batavia cepat terdengar oleh masyarakat setempat, dikarenakan beliau merupakan ulama tersohor, masyarakat  berduyun-duyun belajar agama dan meminta do’a keberkahan kepada beliau. Antusiasme masyarakat begitu tinggi, akhirnya didaerah tersebut syekh salim mendirikan majlis ilmu dan dakwah.

Dalam menjalankan dakwahnya, Syekh salim adalah pribadi yang tegas dan teguh dalam kebenaran, apapun resikonya. Beliau sering menasihati, mengkritik tajam kepada ulama yang mendekat, bergaul, Apalagi sampai menjadi ”budak” kolonial Belanda yang menguasai Batavia sejak tahun 1621 M.

Beliau menghabiskan masa hidupnya di Batavia dengan mujahadah dan dakwah. Beliau kembali ke pangkuan Rahmat Allah SWT pada tahun 1271 H/1855 M. Beliau mewarisi keilmuan berupa kitab yang sangat masyhur yakni kitab Safinah An-naja ( perahu keselamatan ) dan kitab Al-Fawa`id Al-Jaliyyah fiz Zajr ‘an Ta’athil Hiyalir Ribawiyah (Hikmah-hikmah Jeli di Balik Larangan Saling Memberi melalui Trik-trik Tipudaya Ribawi).

Makam penulis kitab Safinah an Naja, Syekh Salim bin Abdullah bin Sa’id bin Sumair Al-Hadhramy As-Syafi’i

Beliau dikebumikan di bawah Mihrab Masjid Al-Ma’mur, Tanah Abang, Jakarta-Indonesia. Semoga kita dapat menziarihinya, bertawassul kepada Beliau yang semoga kita diberi kekuatan oleh Allah agar bisa mengikuti prinsip keteguhan Syekh Salim yang dirahmati Allah. Alfatihah.

Dikutip dari :
1. Sumber utama dari Pengantar Sayyid Umar bin Hamid Al-Jaylani hafidzahullah atas Kitab Ad-Durratul Yatimah syarhus Subhatust Tsaminah nadzmus Safinah, hal. 18-20.
2. Wikipedia
3. Situs Kompasiana, peci hitam

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here