Kisah Perjalanan Pengembara Ilmu di Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon

0
484

KHASKEMPEK.COM – Mulanya, kami belajar melafalkan huruf perhuruf kalimah perkalimah dengan metode ala kempek yang khas dan mempunyai nilai yang sangat berharga dalam masterpiece kesanadan al-qur’an yang secara garis besar ditujukan untuk bacaan yang sah bagi rukun qoulinya sholat dengan benar. (KH. M. Musthofa Aqiel Siroj)

Disimak senior, pengurus asrama berulang-ulang, tidak kedapatan lulus hari ini, esok terus mencoba, lagi dan lagi, begitu terus sampai menemui syarat kelulusan yaitu fasih makhroj, huruf perhuruf kalimah perkalimah
dengan isyarat sang ustadz melayangkan satu garis penjalin pertanda bacaan kami lulus secara sempurna.

Kemudian kami dikenalkan mengaji kitab kuning yang diawali dengan kitab pemula seperti imla’ (membaca dan menulis) kitab khulashoh/ringkasan dan nadzom nadzom yang wajib dihapalkan bagi setiap individual santri pemula.

Merangkak meminum luasnya samudera ilmu agama yang diajarkan dipondok pesantren. Belajar akhlak, belajar nahwu, shorof, fiqih dan fun ilmu yang lainya dengan metode kitab kuning yang nyaris tidak ada tanda baca atau harokatnya, yang sering disebut sebagai kitab gundul.

Tentu hal ini asing bagi santri baru yang sebelumnya terbiasa membaca dan belajar menggunakan buku dengan bahasa Indonesia. Namun, pengurus pembimbing dan ustadz, Beliau begitu telaten berjibaku dengan huruf dan aksara. Melafalkan, mengartikan satu persatu huruf dan kalimah berbahasa arab di setiap lembar kitab kuning yang diajarkan.

Nah biasanya, saat ngaji kitab kuning, para santri tak terkecuali pribadi, ada yang tepat mengaji di bangku paling depan yang dengan telaten memperhatikan serius. Selain itu, ada juga yang mencari posisi nyaman strategis seperti di dekat tembok biar bisa nyender hehehe, nyaman untuk tidur namun tetap terlihat menyimak, padahal ustadz sang pengajar juga tahu kalau si santri mulai terlelap dalam tidurnya, tetapi biasanya mereka memaklumi hingga mengantarkan santri Mengaji kitab hingga ke alam mimpi hehehe, itu di tahap mubtadi’/pemula masih dimaklumi dalam rangka belajar bertahap.

Kami hidup dalam harmoni pesantren yang memang kompak dalam beberapa hal. Terutama saat bertemu pengurus senior, kyai atau pengasuh pondok. Begitu sorot mata kami mendapati sosok kyai, kami kompak menundukkan kepala. Dan sedikit membungkukkan badan tanda takdzim. Entah bagimana, ada sebuah rasa yang   membuat hati kami terdorong ingin berbuat demikian. Setelah kami pikir, ada begitu banyak sebab yang membuat hati cenderung takdzim. Hal yang paling signifikan dari cara beliau menyampaikan untaian kalam ilmu kepada para santri yang begitu telaten sabar dengan penuh pandangan kasih.

Hal lain kemudian dari pribadi beliau yang bisa dilihat adalah setiap langkah, ucapan hingga tindak lampahnya menjadi teladan bagi santri. Begitu sederhana, penuh dengan menyebarkan ilmu allah, dan tentu tertanam dengan baik ingatan akan contoh akhlak dan tauladan dari kyai, ustadz, maupun senior sebagai pengejawentahan dari akhlak Rasulullah Muhammad SAW.

Berharap semoga dan insyaAllah kami berusaha berjalan di jalur yang sama, Yakni kebaikan. Quote yang paling sering terdengar saat kami mondok dan tertanam dalam dalam di sanubari adalah,
“Sebaik baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang di sekeliling”.
Semoga kami bisa demikian, menebar kebaikan dimanapun berada demi agama dan negara tercinta.

Menerka ingatan, saat itu pengajian Al Mutammimah di semester kedua menjelang ikhtibar/ujian pondok pada bulan rojab sampai sya’ban 1439. Satu bulan kurang lebih dengan 5 kali pertemuan.

Kami beranjak memulai sedikit demi sedikit meneguk luasnya samudera ilmu. Dengan langkah awal belajar dan mengkaji kitab (Alfiyyah Ibnu Malik) yang merupakan kitab monumental/masterpiece dalam gramatika bahasa Arab. Karya Syaikh Abdullah Jamaludin Muhammad Bin Abdullah Ibni Malik Atho’i Aljayyani. Beliau lahir pada tahun 598 H. di Jayyan, salah satu daerah di andalusia pada masa itu. Kemudian beliau berpindah ke damaskus dan wafat pada tahun 672 H. Nama beliau dinisbatkan kepada kakeknya, bukan kepada ayahnya yang bernama Abdullah sehingga beliau terkenal dengan sebutan Ibnu Malik.

Mula-mula sekali kami satu angkatan digabung mengaji kitab alfiyyah ibnu malik yang pada saat itu bertempat di kediaman beliau.

Bahagia rasanya kedapatan di ajar oleh sosok kyai muda yang sangat berprinsip dan bergelora semangat kepribadianya juga mumpuni dalam ilmu. KH Muhammad bin Jafar beliau yang akrab disapa kang muhammad menjadi pengajar Kitab Alfiyyah, kami mengaji sedari permulaan kitab yaitu muqoddimah. Kerennya kami dibuat terbelalak, hanya di bagian muqoddimah awal sajapun kami menaruh rasa kagum dengan isi kitab yang penuh dengan esensi yang ringkas juga lugas, yang kami sebut sebagai teka teki pembuka.

Juga kagum dengan penyampaian guru
disaat menjelaskan untaian bait demi bait nadzom, syarah dan juga contohnya dengan penuh teliti dan penjabaran memahamkan. Sehingga hal itu kemudian mengantarkan kami tergerak untuk sedikit meniru tindak lampah sang pengajar sekaligus pendidik, yaitu kesemangatan.

Satu bulan ini terasa sangat mengasyikan, jauh dari momok seram kesulitan yang kami kira saat akan beranjak mengaji kitab ini.

Ditahun ajaran baru ini, 12 Syawwal 1439 H. Kami melangkah menuju pengajian (Afiyyah Ula) satu jenjang lebih tinggi setelah pengajian Almutammimah.
Pertama kami mengaji sama seperti tahun sebelumnya yaitu di gabung, yang pada saat itu mengaji melanjutkan dari “Bab Kalam Akhir” sampai “Bab Mu’rob Wamabni” yang diampu oleh KH Muhammad bin Ja’far. Kilas balik dari digabungnya satu angkatan pada awal awal tahun ajaran baru ini dengan harapan akan menghadirkan arti kebersamaan, kesemangatan dalam mengaji.

Setelah satu pertemuan yang digabung itu, mulailah kami di bagi perkelas oleh Tim Kurikulum Madrasah Tahdzibul Mutsaqqofin Pondok Pesantren KHAS Kempek.

Adapun pembagianya adalah :
– Santri pengajian pengajian Alfiyyah Ula A kedapatan walikelas KH. Ahmad Nahdli, atau sapaan akrab beliau Ang Nahdli, yaa itulah sebutan familiar di kalangan santri.

– Santri Alfiyyah Ula B kedapatan wali kelas K. Muhammad Amud Shofy beliau akrab disapa kang amud putra KH. M. Musthofa Aqiel Siroj.

Nah, diantara kegiatan mengaji dan memang menjadi tolak ukur/syarat penentu kenaikan kelas Pengajian Alfiyyah ula ke Alfiyyah Tsaniyah adalah, kami diwajibkan menghafalkan nadzom Alfiyyah Ibnu Malik yang pada jenjang ini wajib menyetorkan hafalan dengan target 600 bait dalam waktu satu tahun.

Disini kelas pengajian Alfiyyah ula A menyetorkan hafalan nadzom yang sudah siap disetorkan kepada Ang nahdli yang sekaligus menjadi wali kelas.

Mekanisme setorannya adalah disetiap pertemuan sesaat setelah selesai mengaji kitab, kemudian dilanjutkan dengan setoran. Dengan sistem menyebutkan nama sesuai nomor urut absen, Yang minimal setiap kali setor 5 bait nadzom.
Ang nahdli dikenal oleh murid yang diajarnya adalah sosok yang memang Tegas dalam persoalan kehadiran, apalagi menyangkut nadzom, yang mana hal itu adalah wajib.

Santri yang kedapatan tidak hadir dalam kelas pengajianya, maka beliau tidak segan segan untuk menegur sekaligus mentahdzir sebagai bentuk rasa kebertanggungjawaban dan menjadi pelajaran untuk kedepanya supaya tidak absen saat pengajian berlangsung.

Kelas Pengajian Alfiyyah ula B, tak beda terlalu jauh dengan Alfiyyah ula A. Dengan walikelas Kang Amud (K. Muhammad Amud Shofy) beliau sosok yang cerdas, sederhana nan bersahaja. Misal terkait setoran nadzom alfiyyah yang mekanisme setoranya adalah disetiap pertemuan, sesaat setelah beliau selesai mengajar, satu persatu maju dengan tanpa urut absen, untuk menyetorkan hafalan yang sudah kami siapkan matang matang sebelumnya.

Ada hal yang cukup memilukan saat kami geberan nadzom (sebutan untuk kejar nadzom dalam waktu singkat) Kira kira satu bulan menjelang kegiatan pra muwada’ah akhir sannah pondok.

Hal itu di awali saat kang amud mulai memikirkan santri agar setoran nadzom sampai pada target, yaitu 600 Bait.
Tetapi realita mayoritas keumumannya adalah belum mencapai target aman.

Akhirnya beliau berinisiatif untuk mengadakan geberan nadzom untuk yang belum mencapai target, Bertempat di rumah lama bapa muh (KH. M. Musthofa Aqiel Siroj).

Hal ini terjadi 3 hari berturut turut.
pagi, siang, sore dengan telaten dan kesabaran beliau meladeni kami, sesekali beliau mendengarkan setoran nadzom dengan menyender dan tengkurab saking lelahnya, bahkan sampai larut malam hingga terdengar suara tarhiman salah seorang muadzin di wilayah al qodiem pertanda subuh kian dekat.

Ada salah satu Anggota Kelas Pengajian Alfiyyah ula B yang enggan untuk setoran. Padahal asramanya tidak jauh dari tempat setoran yang hanya berjarak 50 meter. Mengetahui akan hal itu, Kang amud dengan tergesa gesa dan sedikit berlari menuju asramanya dengan menanyakan “dimana si fulan”. Tidak pernah terlihat setoran nadzom. Kebetulan salah satu santri yang sekamar dengan fulan menjawab “dia sedang diluar kang mohon maaf”. Mendengar akan hal itu, Beliau agaknya dibuat kecewa dan kembali melanjutkan menerima setoran kami.

Bisa diambil konklusi bahwa memang kita santri secara umum adalah orang yang hidup dalam harmoni pesantren dan mencoba untuk belajar menjadi lebih baik. Tetapi, mesti ada satu dua oknum santri yang memang nakal dalam hal ini.

Ya, sudahlah biarlah angin berlalu. Semoga dengan hal itu bisa menjadi ibroh/pelajaran kedepanya bagi kami untuk belajar menjadi lebih baik.
Secara naluri kami seangkatan memang agaknya dibuat kaget, karena ditahun ini banyak dan rata rata menjadi ketua kamar, pengurus departemen dan lain sebagainya. Sehingga menjadikan proses belajar mengaji secara menyeluruh sedikit bergesekan.

Alhamdulillah pada pengajian Alfiyyah ula tahun sekarang, kami mengaji kitab Dahlan Alfiyyah. Pengajian Alfiyyah ula A diampu oleh KH. Ahmad Zaeni Dahlan bertempat di masjid aljadied dan pada perjalananya kemudian pindah ke Aula MA. Dan Pengajian Alfiyyah ula B
diampu oleh KH. Muhammad bin Ja’far
bertempat di kediaman beliau dan sesekali mengurangi jenuh berpindah di Aula Madinah asholawat.

Sama sama sedari “bab mu’rob wamabni” sampai “ismu tafdhil”. Dengan pembelajaran yang berbobot serta metode pengajaran yang unik dan mengesankan.

Mendengar pengumuman Aktifnya KBM (kegiatan belajar mengajar) tertempel di papan pengumuman asrama masing masing dan langsung di tandatangani oleh pengasuh pondok Bapak KH. M. Musthofa Aqiel Siroj.

Pagi pagi sekali kami teringat tahun tahun berlalu kebelakang. Bernostalgia fikiran melihat terkadang betapa terjalnya perjalanan kami selama 2 Tahun pengembaraan kali pertama mengaji Alfiyyah.

Dengan terbata bata kami merangkak belajar menuju kitab yang monumental dan wajib dikaji di pondok dalam backround pesantren salaf. Yaa.. kitab itu bernama “Dahlan Alfiyyah”. Terdengar dari namanya saja sudah bisa ditebak, betapa agung dan pentingnya kitab yang berfokus dalam Fun Ilmu Nahwu tersebut. Saat ini tibalah kami di penghujung kelas pengajian tertinggi dalam tingkatan pengajian di Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon.

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan kesempatan bagi kami untuk hidup dalam harmoni pesantren.
Dan juga ucapan beribu ribu terimakasih kepada orang tua yang telah memberikan do’a dan bekal finansial juga nasihat yang berkesan. Hingga sampailah kami pada pengajian “Alfiyyah Tsaniyah”.

Sebagai permulaan, kami satu angkatan mengaji Alfiyyah dengan digabung, dan diajar langsung oleh Pengasuh Pondok,
Bapak KH. Niamillah Aqiel Siroj bertempat di serambi kediaman beliau. Saat itu kami mengaji mengulang dari bab ” ismu tafdhil”. Suatu kebanggan yang luar biasa, bisa sampai di titik ini hingga diajar langsung oleh beliau.

Setelah pengajian digabung dipertemuan pertama, Kami diminta untuk pertemuan selanjutnya (pertemuan kedua) mengaji di gedung baru BLK. Tempat itu hanya berkisar jarak 50 meter dari kediaman beliau.

Kemudian pada pertemuan ketiga mulailah dibagi perkelas oleh Tim Kurikulum Madrasah dengan perincian :
Kelas pengajian Alfiyyah tsaniyah “A”
Wilayah Al ghadir dengan walikelas
KH. Ahmad Zaeni Dahlan. Kelas pengajian Alfiyyah tsaniyah “B” wilayah Al jadid dengan wali kelas KH. Muhammad Bin Ja’far.

Dalam hal mengaji kitab “Dahlan Alfiyyah” kami di ajar oleh Bapak KH. Niamillah Aqiel Siroj dengan 3 kali pertemuan dalam sepekan. Kelas pengajian Alfiyyah tsaniyyah “A” Hari Selasa,Rabu dan Kamis.
Sedangkan kelas pengajian Alfiyyah tsaniyyah “B” Hari Sabtu, Ahad dan Senin.

Ada hal yang tertanam dalam dalam di sanubari kami, yaitu sistem pengajaran yang diajarkan oleh beliau. Mengajar dengan penuh semangat dan menjelaskan secara betul betul rinci.

Diawali dengan tawassul kepada muallif kitab, Lalu membaca nadzom yang akan di ajar dengan lantunan lagu yang khas.
Dilanjutkan dengan memaknai dan mensyarahi serta contoh menggunakan bahasa jawa pegon. Setelah demikian barulah beliau membaca ulang nadzom yang tadi sudah dimaknai dengan memuradi/menterjemahkan secara letter lek, Barulah kemudian beliau menjelaskan secara benar benar detil keterangan nadzom, syarh dan juga contohnya.

Beliau juga tidak puas hanya dengan contoh yang termaktub dalam kitab saja. Yang kemudian lantas mengkontektualisasikan dengan pengamalan spontan guna mencari contoh lain yang berkaitan. Ya “Alqur’an” menempati meja dan menjadi teman akrab kitab “Dahlan Alfiyyah” saat beliau mengajar.

Disini beliau mendapati rasa ketidakpuasan terhadap contoh yang hanya termaktub di kitab, Hal ini yang kemudian menjadi ibroh/pelajaran bagi kami. Ketika dalam konteks ilmu maka kita harus selalu merasa tidak puas sehingga kita mampu untuk berproses dan berkembang juga tidak stuck pada kemapanan yang ada.

Secara kesanadan ilmu beliau tidak diragukan lagi, pasalnya beliau mengaji Kitab “Dahlan Alfiyyah” langsung kepada ayahandanya Almarhum Almaghfurlah Romo KH. Aqiel Siroj, yang mana KH. Aqiel Siroj mengaji langsung kepada Mbah Yai Kholil Rembang, Mbah Yai Kholil Rembang mengaji langsung kepada Al Alim ‘Allamah Syaikhona Kholil Bangkalan Madura.

Ulama Kharismatik yang melahirkan banyak ulama di tanah Jawa yang masyhur dikenal Ahli ilmu Fiqh dan ilmu Alat (nahwu dan sharaf). Beliaulah sang pembawa Alfiyyah Ibnu Malik di Nusantara. Syaikhona Kholil Bangkalan wafat pada hari Kamis tanggal 29 Ramadhan 1343 H (1925 M). dimakamkan di pemakaman Martajasah, Bangkalan.

Penulis: Riziq Alamsyah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here