Kiai Said The Real Pewaris dan Penerus Keilmuan Gus Dur

0
507

KHASKEMPEK.COM – Muktamar NU ke-34 di depan mata dan para kandidat Ketua Umum Tanfidziyah seakan berlomba menggaet simpati Nahdliyin. Cara yang dipilih salah satunya bersifat klasik, menggambarkan kedekatannya dengan Gus Dur ~KH. Abdurrahman Wahid, yang merupakan patron tak tergantikan di lingkungan organisasi kemasyarakatan berbasis massa keagamaan itu.

Ya, sebagaimana kita ketahui, Sabtu (19/12/2021) ini, tim pemenangan Kiai Said merilis buku berjudul “Santri Kinasih: Kang Said Penerus Keilmuan Gus Dur”, sementara KH. Yahya Cholil Staquf meluncurkan karya sastrawan asal Yogyakarta, AS Laksana, berjudul “Menghidupkan Gus Dur”.

Untuk buku yang dirilis tim pemenangan Kiai Said, saya sudah menerimanya dalam bentuk E Book dan tuntas membacanya. Buku itu terdiri dari 92 halaman yang terbagi dalam 6 bab, menggambarkan awal terbangunnya kedekatan dan proses penggemblengan yang dilakukan Gus Dur terhadap Kiai Said.

Ada pula penggambaran gagasan Kiai Said yang rupanya bermuara dari apa yang sudah pernah digagas oleh Gus Dur, serta pemikiran pengembangan NU ke depan yang ditautkan sebagai kelanjutan perjuangan Gus Dur.

Sementara bukunya AS Laksana, jujur saya memang belum membacanya secara utuh. Saya sudah memesan dari marketing perjualannya secara virtual, dan dijanjikan buku baru selesai cetak dan dapat dikirim tanggal 20 Desember. Janji itu menurut saya aneh, karena ternyata di tanggal 19 Desember buku itu sudah diluncurkan. Soal isi, sejauh ini saya hanya meraba dari penggalan-penggalan yang dimuat di Fanpage FB “Terong Gosong”, yang menurut saya belum menemukan di mana letak kebenaran atas klaim Gus Yahya mampu meneruskan pemikiran Gus Dur.

Yang ada saya justeru eneg dengan statemen Saifulloh Yusuf terkait isi buku itu sebagaimana yang banyak dimuat di media massa pers. Di sana Gus Ipul ~sapaan akrab Saifulloh Yusuf, menilai Gus Dur muda adalah Gus Yahya saat ini, maka dia yakin sekali putra Kiai Muhammad Cholil Bisri itu akan mampu meneruskan apa yang jadi pemikiran presiden RI ke-4 itu. Sementara sepanjang literasi yang saya baca, dilihat dari hobi Gus Dur mengejar ilmu, tidak ada sedikitpun kemiripannya dengan Gus Yahya.

Soal Kedekatan dengan Gus Dur, Kang Said Unggul

Dalam buku Santri Kinasih digambarkan Gus Dur rela bolak-balik Indonesia – Saudi Arabia untuk bisa berdialog dengan Kiai Said. Tak hanya itu, Gus Dur juga menyempatkan menengok Kang Said di kampung halamannya ketika ia cuti belajar.

Puncaknya terasa begitu menyentuh ketika seorang Ketua Umum PBNU, intelektual Islam yang paling disegani di era 90-an, mau berpanas-panasan menjemput seorang anak muda yang bahkan baru saja menyelesaikan pendidikannya. Di sini benar-benar tergambar bagaimana Gus Dur paham potensi besar dari Kiai Said untuk tidak sekedar jadi pemikir Islam di masa akan datang, tapi sekaligus jadi penerusnya sebagai Ketua Umum PBNU.

Dan apa yang jadi jerih payah Gus Dur terjawab. Kiai Said benar jadi pemikir Islam saat ini, meneruskan jabatannya sebagai Ketua Umum PBNU yang notabene sesuai juga dengan apa yang diramalkannya. Luar biasanya Kiai Said rupanya juga tak ingin jadi santri yang mbalelo yang melupakan jasa gurunya. 3 pemikiran besarnya untuk NU dan bangsa: Kembali ke Pesantren, Islam Nusantara, serta Dari NU untuk Peradaban Dunia Menuju Kemandirian NU, semua memiliki nasab jelas, meneruskan apa yang pernah digagas Gus Dur.

Tak cukup di situ, buku Santri Kinasih juga diwarnai bumbu-bumbu khas NU, yang harus diakui meski berbau klenik namun menarik. Ada 4 peristiwa di mana Kiai Said menjadi saksi hidup kewalian Gus Dur, satu hal yang hingga kini sangat diyakini oleh sebagian besar Nahdliyin dan belum ada sanggahannya. Ini menggambarkan begitu istimewanya pertalian antara Kiai Said dan Gus Dur.

Lantas bagaimana soal kedekatan Gus Yahya dengan Gus Dur? Sekali lagi karena belum membaca bukunya AS Laksana secara utuh, saya belum bisa menggambarkannya.

Tapi dari catatan sejarah yang berserak dan sudah pula saya baca, Gus Yahya dekat dengan Gus Dur ketika diminta menjadi salah satu juru bicaranya semasa menjabat presiden RI ke-4. Dari situasi itu pula AS Laksana merangkai cerita buku Menghidupkan Gus Dur.

Berarti kedekatan itu hanya berlangsung selama 22 bulan. Jelas kalah jauh dengan dekatnya Kiai Said dan Gus Dur yang membentang sepanjang 5 tahun di Saudi Arabia dan bertahun-tahun sepanjang proses penggemblengan.

Soal kualitas kedekatan dengan Gus Dur, Kiai Said saya pikir juga jauh lebih unggul dibandingkan Gus Yahya. Di buku Santri Kinasih semua digambarkan, termasuk bagaimana putra Kiai Wahid Hasyim itu menjadikan Kiai Said sebagai “dagangan” yang diedarkan tidak hanya di kalangan NU, namun juga kelompok pemikir-pemikir bangsa.

Gus Dur juga menyematkan istilah “Kamus Berjalan” atas kecerdasan yang dimiliki Kiai Said. Sementara buku Menghidupkan Gus Dur-nya AS Laksana, dari penggalan-penggalan yang saya baca, hanya mencerminta kedekatan Gus Yahya dari perannya menemani Gus Dur di malam-malam sunyi di dalam Istana Kepresidenan. Memang di sana disebutkan Gus Yahya turut pula terlibat diskusi, tapi apa yang dibicarakan dan pelajaran apa yang akhirnya dia petik, sama sekali tidak tergambarkan.

So, dari isi buku Santri Kinasih dan Menghidupkan Gus Dur setidaknya kita sudah bisa meraba, merasakan, dan melihat siapa di antara Kiai Said dan Gus Yahya yang bisa disebut The Real penerus keilmuan Gus Dur. Wallahu A’lam.

Peresensi: Agus [Kader Muda NU, tinggal di Ciangsana, Bogor, Jawa Barat]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here