Dinamika Menuntut Ilmu dan Timbulnya Keberkahan

Hasil dari Mengaitkan Para Ulama dalam Dimensi Kehidupan

0
435

KHASKEMPEK.COMMenuntut ilmu hukumnya wajib bagi setiap muslim

Dalam majelis ilmu, ada guru yang membagikan ilmu terhadap muridnya sebagai bentuk khidmah terhadap ilmu. Dinamika ta’lim muta’allim ini sudah menjadi hal yang umum dalam dunia kependidikan. Namun, tak jarang ada beberapa adab yang belum diketahui seorang murid dalam menuntut ilmu dari gurunya, sehingga ilmu itu sangat sukar untuk diraih dan tidak mendapatkan keberkahan.

Adab Menuntut Ilmu

Etika seorang murid terhadap gurunya sangat lah diutamakan dalam menuntut ilmu. Karena dengan beretika, seorang murid bisa meraih keberkahan yang luar biasa istimewa dari Allah swt atas ridanya sang guru. Sehingga perlu sekali hal ini ditekankan untuk para pecinta ilmu supaya diberkahi keilmuannya.

Jika kita merujuk pada katerangan kitab Bughyatul Mustarsyidin, orang-orang yang seharusnya mendapatkan gaji yang besar adalah para pengajar ilmu. Tentu hal ini bukan berarti para guru cinta duniawi, tapi tidak lebih dari sebuah penghormatan kepada sang guru atas ilmu yang telah diberikan. Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar al-Masyhur menjelaskan dalam kitabnya Bughyatul Mustarsyidin, “Satu kali kita memberikan harta kepada golongan ini (orang ahli Al-Qur’an dan agama), maka rezeki kita akan dilipatgandakan sembilan ratus ribu kali oleh Allah swt”. Realitasnya, ketika kita memberikan harta sebanyak yang kita punya kepada sang guru, hal itu menjadikan kemuliaan untuk diri kita sendiri.

Untuk lebih jelasnya, coba tiru Imam Abdullah bin Alawi al-Haddad. Beliau tidak ingin pergi ke majelis ilmu sebelum bersedekah. Hal ini selalu dilakukan beliau seraya memohon doa kepada Allah supaya Allah menutup aib guru-guru Imam Abdullah bin Alawi al-Haddad di dalam hatinya. Karena cobaan terberat seorang murid adalah mengetahui aib-aib gurunya. KH. Hasyim Asy’ari mengutip statement sebagian ulama salaf yang mengatakan:


من لا يعتقد جلالة شيخه لايفلح

“Barangsiapa tidak meyakini kemuliaan gurunya, maka tidak akan bahagia”

Konsepnya, muliakan lah dan angkat derajat guru kita. Jadi, tolak ukur kesuksesan seorang murid itu tidak hanya diukur dari segi lamanya belajar saja, namun seberapa bangganya seorang murid terhadap gurunya. Sebagai antisipasi terjadinya seorang murid yang meragukan keagungan gurunya, kitab Ta’lim Muta’allim memberi solusi untuk duduk terlebih dahulu bersama calon guru minimal 2 bulan. Kalau cocok sami’na wa tho’na dan jika tidak, maka tinggalkan cari guru yang sesuai. Jadi, ketika kita sudah berguru terhadap satu guru dalam satu majelis, maka tinggalkan yang lain fokus terhadap satu guru tersebut.

Dalam kitab As-Sanatir diceritakan bahwa ketika Syekh Abdul Qodir al-Jailani mengajar di suatu majelis, beliau berkata kepada murid-muridnya bahwa Nabi Khidir telah datang. Seketika itu pula semua muridnya bergegas pergi ingin bersalaman dengan Nabi Khidir AS kecuali satu murid yang duduk di depan. Lantas Syekh Abdul Qodir bertanya kepada muridnya itu mengenai dirinya tidak ikut bersalaman terhadap nabi Khidir. Muridnya menjawab dengan penuh ta’dzim bahwa“Tidak ada yang lebih mulia kecuali guruku sendiri. Aku tidak akan bersalaman dengan nabi Khidir kecuali engkau menyuruhku untuk melakukannya”. Dari iktikad kuat ini lah, satu murid ini menjadi satu-satunya kekasih Allah swt karena ketaatannya terhadap gurunya sendiri.

Keberkahan Hidup Melalui Para Ulama

Mengutip dari kitab Badzlul Majhud, di Aljazair dahulu baru saja ditinggal wafat ulama besar yang menjadi pemimpin umat pada saat itu. Sepeninggal ulama tersebut, para ulama yang masih muda sowan kepada Syekh Ahmad bin Muhammad bin al-Mukhtar at-Tijani pendiri tarekat Tijaniyah meminta pandangan mengenai siapa yang pantas untuk menggantikan pemimpin yang baru saja wafat. Lantas Syekh Ahmad at-Tijani menyebutkan satu nama yang bernama Zaknun yang terkenal sebagai pembegal kelas kakap yang hampir ditakuti oleh semua orang. Pada akhirnya, ulama yang tadi sowan pun memberanikan diri untuk menyampaikan kepada Zaknun terkait dirinya yang dipilih sebagai pemimpin agama oleh Syekh Ahmad at-Tijani. Mendengar nama Syekh Ahmad At-Tijani disebut, Zaknun yang mengagungkan Syekh Ahmad at-Tijani langsung luluh hatinya dan bersujud seketika itu pula memohon ampun kepada Allah, sehingga Allah membukakan hatinya dan benar-benar menjadi seorang pemimpin agama yang ‘alim.

Pada dasarnya, urusan apapun yang berkaitan dengan ulama pasti barokah.

Hal ini diperkuat oleh salah satu hadits yang mengatakan:


و عند ذكر الصالحين تنزل الرحمة

“Dengan menyebut nama-nama orang sholeh, menyebabkan turunnya rahmat”

Salah satu keutamaan ketika kita menggandeng ulama dalam kehidupan terdapat pada kitab   Ithaf al-Sadah al-Muttaqin karangan Syekh Muhammad ibn Muhammad al-Husaini al-Murtadha al-Zabidi syarah dari kitab Ihya Ulumiddin bahwa ketika Syekh Muhammad akan ber-jima’ dengan istrinya, beliau membayangkan wajah ulama terlebih dahulu dan berharap anaknya kelak akan menjadi seorang ulama panutan umat. Dari tirakatnya ini lah lahir Imam Ghozali seorang ulama yang sangat ‘alim, ahli tasawuf dan menjadi panutan umat islam hingga saat ini. Sehingga sangat dianjurkan bagi suami-istri untuk memandang wajah para ulama terlebih dahulu sebelum bersenggama. Dan hal ini pula menjadi bukti bahwa ketika kita melibatkan para kekasih Allah dalam hidup kita, maka akan ada keberkahan untuk diri kita di dunia dan akhirat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here