Cerpen Santri, Part 5: Bukan Aku yang Lakukan!

0
417

KHASKEMPEK.COM – Ia menarik lenganku dengan sedikit kasar agar tetap mengikuti langkahnya. Aku dibawa menuju gerbang utama pesantren, yang di sebelahnya terletak kantor keamanan.

“Masuk ke dalam!” Perintahnya,

Kakiku gemetar memasuki ruang sebesar 3×6 meter tersebut. Ruangan ini tidak berisi banyak barang, hanya loker-loker yang entah digunakan menyimpan apa, beberapa meja, dan dispenser di sudut ruangan. Mataku terfokus menatap mading di dalam ruangan, sepertinya itu catatan kasus santri yang belum selesai. Di hadapanku ada beberapa orang pengurus tengah duduk.

“Mangga duduk kang,” ujar alah satu dari mereka ramah, akupun mengikuti perintahnya.

Mataku sesekali melihat kearah luar ruangan, malu sekali rasanya berada di ruangan ini sebagai terdakwa. Bagaimana jika ketua kamarku tahu? Bagaimana jika pengurus memberi tahu tuduhan ini ke ibuku? Bagaimana kalau aku di botak seperti yang aku dengar di cerita? Dimana seluruh santri disuruh berkumpul untuk melihat salah satu rekannya dihukum. Bagaimana jika aku nanti akan berada di posisi itu?

Tak lama berselang, orang yang tadi menyeretku ikut memasuki ruangan, ia langsung duduk tepat di depanku dan menatapku.

“Kamu anak baru ya?” Tanyanya dengan nada sedikit tinggi. Ia berbicara dekat sekali dengan mukaku, entah apa yang ia maksud, aku sedikit memundurkan kepalaku menyikapinya.

“Iya kang,” jawabku singkat, badanku mulai terasa berkeringat, terbakar suasana yang mulai tegang.

“Kamu tahu disini ada aturan dilarang merokok kalau belum cukup usia?” tanyanya dengan suara lantang, matanya menatap tajam kepadaku, menambah pekat atmosfer ruangan ini.

“Bukan saya yang rokok kang,” jawabku dengan nada rendah, aku harus bisa mengatur emosi disini, aku terus berusaha tenang, meskupun takut terus mengegrogoti mentalku.

“Terus siapa lagi, disana cuma ada kamu sendirian kok! Coba sebutin namanya!” pengurus tadi kembali berbicara dengan nada lantang.

Aku memutar otakku, “sebentar, wah mati aku, aku belum tahu namanya,” batinku. Aku belum sempat tahu nama orang yang tadi sore memukulku. Kepalaku mendadak pusing, rasa cemas telah berhasil menyelimutiku, juga memudarkan pandanganku.

“Kalau ditanya jawab!” ia memukul keras lantai di depanku dengan keras, sontak semakin membuat pikiranku kacau.

“Aku belum sempat kenalan kang,” jawabku terbata bata.

“Alah, kalau gak usah nyari kambing hitam kamu, alasan klasik! Anak baru sudah pintar bohong.” Ia memberikan pandangan remeh kepadaku, batinku tercabik-cabik mendengarnya. Belum saja hilang pedih di tubuhku karena sore tadi, kini batinku ikut disayat sayat tuduhan seperti ini.

Aku tidak tahu, aku panik, aku tak karuan. Sial sekali, ternyata ini cara orang itu berbicara baik-baik, ia menjebakku. Kali ini emosiku tak tertahankan. Kalau kau jadi aku, mungkin kau tahu apa yang ku rasakan sekarang.

Aku hanya dia menunduk dengan sesekali memperhatikan sekitar. Selain orang yang menyidangku, belakangnya ada sekitar empat orang yang hanya diam menyaksikanku.

“Eh, siapa coba orangnya, jawab!!!” Bentakannya kembali memecahkan lamunanku, juga menggetarkan seluruh tubuhku, aku tak tahu sampai kapan aku dapat bertahan.

“Kamu tahu sekarang waktu musyawaroh?” aku kembali dihujani pertanyaan, tapi kali ini lebih santai. sedikit meredam getaran di tubuhku tapi tetap tidak mengurangi kekalutan dalam pikiranku. aku berusaha menatap matanya. Aku terpaku, tatapan matanya begitu teduh dengan wajah yang masih basah oleh air wudhu.

Tapi tetap aku masih tidak kuasa berkata apapun. Lidahku kelu. Aku tak tahu lagi harus berbuat apa.

“Hasan gak salah kang,” suara yang muncul secara tiba-tiba dari belakangku berhasil mengalihkan perhatian seisi ruangan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here