Catatan Kiai yang Menginspirasi

0
488

KHASKEMPEK.COM – Dalam berbagai forum bersama santri, Pengasuh Pondok Pesantren Khas Kempek Cirebon, KH. M. Musthofa Aqiel Siroj hampir selalu mengingatkan pada santri – santrinya untuk selalu membawa kertas dan pulpen (ballpoint).

Tak lain untuk mencatat penjelasan atau keterangan kiai atau seorang guru ketika mengaji atau menyampaikan pesan – pesan dalam belajar.

Beliau sering menceritakan dirinya bahwa sejak dulu ketika masih nyantri, banyak catatan-catakan kecil dalam secarik kertas atau dipinggir bahkan disampul kitabnya, meski beliau sendiri mengakui entah sekarang kemana coretan-coretan kertasnya itu.

Jadi sebelum menjadi seperti yang sekarang ini, beliau banyak melakukan kiat diantaranya menulis dan memberi catatan-catatan kecil meski sederhana tetapi itu akan mengikat ilmu, ide, atau gagasan yang dianggap penting.

Dan dalam beberapa kali kesempatan, beliau juga mengisahkan bahwa almaghfurlah Mbah Aqiel dalam mengajari santri pada saat itu selalu menulis dipapan tulis dengan menggunakan kapur putih, baik kitab Jurumiyah, Amrithi dan lainnya.

Bertahun-tahun melakukan itu, beliau sampai menderita sesak nafas dan sering kambuh penyakit asmanya. “Hal ini dilakukan bukan tanpa alasan”, imbuh Kiai Musthofa.

Kemudian Ketua Umum PP. MDHW ini melanjutkan bahwa dalam “menulis” paling tidak ada 6 anggota tubuh yang menjadi komponen penting dalam mendukung kecerdasan seseorang.

Pertama, mata; dalam menulis, seseorang dengan matanya akan menyimak setiap kata dan kalimat, kemudian pemahamannya dituangkan dalam tulisan.

Kedua, tangan; ia bekerja mencatat pemahaman yang ada dalam otak, tangan membantu pemahaman agar tertanam dalam kalbu.

Ketiga, telinga; fungsinya sebagai penunjang agar pemahaman seseorang saat menulis lebih mengena. Ia juga bisa mendengar kembali apa yang telah ditulis tangan.

Keempat, mulut; kegunaannya menyambungkan pemahaman akal dengan hati agar seirama ketika ia bekerja dengan gelombang suara yang keluar.

Kelima, akal; ketika menulis, akal selalu menyusun setiap derap jantung dalam memahami apa yang dibaca baik tulisan atau alam sekitar. Dengan akal kita akan bisa menyusun kata dan kalimat agar bisa dimengerti oleh penulisnya atau bagi setiap orang yang membacanya.

Keenam, hati; dengan menulis, seluruh apa yang kita ungkapkan, akan terekam dalam memori akal dan membekas dalam hati.

Inilah sebagian kecil yg bisa kita teladani dari kebiasaan Mbah Aqiel sebagai seorang sosok guru.

Bahkan Kiai Aqiel telah membukukan hasil mengaji hariannya bersama santri paling tidak ada 3 kitab yang telah diabadikan ; Zubdah an-Naqiyah fi Tarjamah al-Ajurumiyah, Tarjamah Nadhom Matan Bina dan At-Tashrif.

Lain Kakak, lain Adiknya ; almaghfurlah KH. Amien Siroj, yang merupakan adik kandung Syaikhona Mbah KH. Aqiel Siroj. Beliau memiliki segudang syair-syair yang mengiringi perjalanan kehidupan beliau.

Dikutip dari FB Pondok Pesantren Gedongan Cirebon, bahwa sewaktu mondok di Sarang-Rembang, beliau teman seperiode dengan KH. Sahal Mahfudz (Kajen-Pati) Allah Yarhamuh.

Ditengah-tengah mengaji kitab, Mbah Sahal mengambil secarik kertas dan menulis Syair Arab (syair pujian) untuk ditujukan kepada Kiai Amin yang saat itu berada disampingnya.

Lalu, surat itu seketika langsung dibalas oleh Kiai Amin dengan bentuk Syair Arab pula. Hal itu berlangsung berkali-kali. Bahkan terus berlanjut saat keduanya sudah sama-sama pulang ke rumah.

Menariknya lagi, syair-syair itu baik yang ditulis oleh Mbah Sahal maupun Kiai Amin semasa hidupnya masih dihafal baik oleh Kiai Amin. Padahal surat-surat itu tidak sempat tersimpan (langsung terbuang).

Demikian sekelumit riwayat guru – guru kita yang telah mencontohkan tulisan-tulisan meski masih dalam bentuk oretan-oretan sederhana dalam kertas yang terpisah pisah.

Akan tetapi paling tidak hal ini memberikan pelajaran pada kita bahwa sebelum beliau-beliau menjadi seperti yang sekarang kita lihat ini, beliau mengawali kebesarannya dengan konsep, catatan dan tulisan yang jelas.

Poro Kiai telah mengajarkan dengan apa yang disebut literasi. Sangat relevan apabila para santri mulai mempraktikkan “menulis” seiring fenomena revolusi industri 4.0 dan derasnya arus informasi sehingga muncul gerakan literasi digital, literasi media bahkan literasi tekhnologi.

Moga kita mendapatkan tetesan-tetesan ilmu dari beliau-beliau. Amien.

Semoga bermanfaat.

Foto hasil jepretan KhasMedia tahun 2015.
NKT.25.06.2021

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here