Iqtibas 5 Surat Al-Maidah Ayat 4: Makanan yang Baik

0
255

KHASKEMPEK.COM – Seperti yang disebutkan diatas, bahwa ayat ke empat surat al Maidah ini merespon pertanyaan sebagian Sahabat Nabi tentang apa yang halal bagi meraka. Dalam menjawab pertanyaan tersebut, ayat ini memulainya dengan penegasan akan halalnya makanan-makanan yang baik atau “الطيبات”. الطيبات” merupakan bentuk jama dari الطيبة yang berarti baik. Dalam penggunaannya di dalam Al Qur’an sebanyak 18 kali, kata ini kerap kali diperlawankan dengan kata الخبيثة yang berarti buruk. الطيبة merupakan kata sifat umum yang bisa disematkan untuk segala suatu yang mengandung unsur-unsur kebaikan. Contohnya yang terdapat dalam ayat ini, yang menjadi sifat dari makanan, maka ia berarti makanan yang dapat memenuhi selera, sehat dan tidak membahayakan, atau dalam QS: An Nisa; 3 yang diatributkan untuk wanita “ما طاب لكم من النساء”, maka ia berarti wanita yang menarik dan terpuji akhlaknya.

Ada Juga yang terdapat dalam QS: As Saba’; 15 “بلدة طيبة”, yang berarti negara yang tentram dan sejahtera penduduknya.
Sekarang pertanyaannya adalah: apa yang menjadi ukuran bahwa makanan itu mengandung unsur kebaikan sehingga halal? Kebaikan makanan dapat dilihat dari bukti-bukti fisik yang dapat dirasakan oleh pengkonsumsinya. Dari segi bentuk luar, makanan halal harus dapat memenuhi selera dan tidak menjijikan. Benda-benda najis tidak halal karena umumnya seorang akan meresa jijik dalam mengkonsumsinya. Makanan halal juga tidak boleh membahayakan. Makanan-makanan beracun yang dapat membahayakan orang yang memakannya adalah haram, karena ia bukan makanan yang baik.

Bagaimana dengan menkonsumsi makanan yang mengandung zat-zat yang oleh ilmu kedokteran modern dianggap membahayakan, seperti merokok? Atau membahayakan bagi orang-orang tertentu saja seperti mengkonsumsi gula bagi penderita diabetes dan daging merah bagi penderita hypertensi? Sebenarnya, bahan atau zat apapun yang apabila secara nyata dan menyakinkan dapat membahayakan orang yang mengkonsumsinya, maka tidak termasuk dalam kaegori makanan yang baik dan oleh karena itu hukumnya haram.
Permasalahannya adalah; apakah makanan itu nyata-nyata membahayakan atau tidak? Banyak orang sementara ini mempersepsikan bahwa analisa kedokteran sekarang sifatnya hanya hipotesa belaka. Ia disimpulkan berdasarkan gejala umum yang timbul dari makanan tersebut.

Oleh karena itu, tidak dapat dipastikan apakahan makanan itu termasuk makanan yang baik atau tidak sehingga bisa dijadikan dasar bagi hukum kehalalan atau keharamannya. Tapi menurut hemat menulis, makanan-makanan seperti itu lebih baik untuk dihindari, karena tentunya kesimpulan-kesimpulan kedokteran semacam diatas sudah berdasarkan penelitian dan observasi yang serius dan bertanggung jawab. Terlebih lagi, kedepan dan penulis cukup optimis dalam hal ini bahwa analisa-analisa ilmiah seperti dalam ilmu gizi dan kedokteran akan semakin pasti dan semakin mendekati pada realitanya.

Sebenarnya ada perbedaan pendapat antara para ulama tentang kreteria toyyib dalam kehalalan makanan. Perbedaan ini timbul dari perbedaan pemahaman mereka tentang apakah halal dan thoyyib itu suatu yang identik atau berbeda. Ulama yang mengatakan bahwa thoyyib identik dengan halal cenderung untuk berpendapat bahwa tidak ada kreteria lain dalam menentukan halal dan haramnya makanan kecuali apa yang ditentukan halal dan haramnya oleh teks al Qur’an atau Hadist. Sedangkan ulama yang mengatakan bahwa thoyyib itu adalah kreteria tambahan diluar halal, mereka cenderung untuk memperluas makanan-makanan yang diharamkan diluar dari yang disebutkan dalam teks.

Perbedaan kedua kelompok ini dapat kita lihat pengaruhnya dalam menetapkan hukum memakan bekicot dan jenis-jenis tertentu dari serangga. Menurut ulama yang pertama karena bekicot dan binatang-binatang sejenis itu tidak ada dalil nash yang secara langsung mengharamkannya dan binatang-binatang tersebut telah dibuktikan secara klinis mengandung nutrisi yang baik bagi tubuh maka hukumnya adalah halal. Sebaliknya ulama kelompok kedua menghukumi haram memakan bekicot dan serangga karena dianggap menjijikkan. Sesuatu yang menjijikkan tidak masuk dalam kategori thoyyib yang merupakan syarat kehalalan makanan.

Ayat ini terakhir ditutup dengan perintah untuk bertakwa kepada Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, dan jangan sekali-sekali menyalahi aturan-aturan-Nya, termasuk aturan halal dan haram dalam makanan. Karena Allah akan senantiasa memperhitungkan amal perbuatan hamba-hamba-Nya untuk kemudian membalasnya dengan balasan yang setimpal. Dan demikian itu bukan merupakan perkara sulit bagi Allah kerena sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here