Ini Dalil dan Alasan Tradisi Memitu Menurut Kiai Musthofa Aqiel

0
812

KHASKEMPEK.COM – Kiai Musthofa Aqiel Siroj yang merupakan Pengasuh Ponpes Khas Kempek Cirebon pada suatu kesempatan, pernah menerangkan tentang tradisi memitu atau mitung wulan menurut orang Kempek, menurut orang Timur namanya tingkeban, sedangkan kalau menurut orang Jakarta menyebutnya tujuh bulan.

Berikut ini dalil dan alasan tradisi memitu menurut Kiai Musthofa Aqiel Siroj yang beliau sampaikan pada acara memitu Mbak Evie Sofiah, istrinya Kang Muhammad Shidqi (putra kedua Kiai Musthofa Aqiel) pada Jum’at, 13 November 2020.

Dalam acara tersebut, Kiai Musthofa menjelaskan bahwa memitu itu secara isyari diambil dari dawuh Allah QS. Al-A’raf ayat 189 yang berbunyi:


هُوَ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُ إِلَيْهَا فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلاً خَفِيفًا فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَت دَّعَوَا اللّهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحاً لَّنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ

Artinya: Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: “Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami terraasuk orang-orang yang bersyukur”.

Lebih lanjut, beliau menjelaskan, Nabi Adam AS dan Ibu Hawa menjadi satu (kawinan), kemudian hamil. Setelah hamilnya merasa berat, kemudian berdoa kepada Allah, memohon anak sholih.

“Merasa berat itu ada dua macam, ada yang bersifat rohani dan jasmani. Kalau merasa berat dari sisi rohani itu ketika kandungan usia empat bulan. Karena pada saat empat bulan itu, Allah menulis “maa yata’allaqu bil janiin” yaitu tulisan yang berhubungan dengan bayi: umur, rizki, termasuk iman dan umurnya,” tuturnya.

Jadi, kata Kiai Musthofa Aqiel, “ketika usia kandungan empat bulan, kita memohon kepada Allah supaya bayi dalam kandungan itu iman, sholih, muthi’ dan muttaqin,” ungkap putra ketiga Almarhum Kiai Aqiel Siroj ini.

Lalu beliau menambahkan penjelasannya: “Ada juga merasa berat dalam hal jasmani, yaitu ketika berjalan susah, tidur juga terganjal. Nah itu dirasakan ketika kandungan memasuki tujuh bulan,” tambah beliau.

“Ketika kandungan tujuh bulan, kita berdoa namanya memitu. Jadi tujuah bulan ini merupakan adat yang dibuat sebagai sarana amal, ibadah dan berdoa,” tegas Ketua Umum Majelis Dzikir Hubbul Wathon ini.

Jadi tidak apa-apa, kata beliau, adat dijadikan sebagai sarana. Adatnya hilang, tinggal isinya. Ketika sudah menjadi sarana itu hukumnya tergantung tujuannya. Jadi tujuannya apa itulah hukumnya.

“Contoh gelas ini bagus atau tidak, sunah atau bukan, ya tidak ada hukumnya. Tergantung isinya, isinya air zamzam ya bagus, namun kalau isinya air kecomberan ya jadinya jelek. Itulah sarana,” terang beliau.

Beliau menegaskan kembali dengan penjelasannya, tujuh bulan itu merupakan sarana, tergantung isinya apa. Kalau isinya membaca Al-Qur’an ya bagus. Jadi tergantung tujuannya.

“Oleh karena itu, kita menggunakan adat-adat tradisi Jawa digunakan dengan diisi kebaikan. Dengan membaca tiga Surat Al-Qur’an, yaitu Surat Maryam, Surat Yusuf dan Surat Lukman yang bertujuan untuk mendoakan,” pungkasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here