Ulumul Hadis, Hadis pada Masa Sahabat Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib

0
3449

KHASKEMPEK.COM – Periode perkembangan hadis pada masa ini dikenal dengan zaman al-Tasabbut wa al-Iqlāl min ar-Riwāyah, yakni periode membatasi hadis dan menyedikitkan riwayat yang terjadi diperkirakan antara tahun 12-40-an H. Hal ini dilakukan karena para sahabat pada periode ini lebih berkonsentrasi terhadap pemeliharaan dan penyebaran Al-Qur’an.

Hal ini sangat nampak dilakukan oleh para sahabat besar khususnya adalah Khulafā ar-Rāsyidūn (Abū Bakar as-Sị ddīq, ‘Umar bin al-Khatṭḥ āb, ‘Usmān bin Affān, dan ‘Ali bin Abi Tạ̄ lib ra.). Sebagai akibatnya, periwayatan hadis kurang mendapat perhatian, bahkan mereka berusaha untuk selalu bersikap hati-hati dan membatasi dalam meriwayatkan hadis.

Masa ‘Usmān bin Affān

Pada masa kekhalifahan ‘Usmān bin Affān, periwayatan hadis tetap dilakukan dengan cara yang sama dengan dua khalifah pendahulunya. Sikap hati-hati dalam menyampaikan dan menerima periwayatan hadis selalu dipegang oleh ‘Usmān bin Affān. Hanya saja, usaha yang dilakukan oleh ‘Uśmān bin Affān tidak setegas yang dilakukan oleh ‘Umar bin al-Khatṭạ̄ b ra. Sikap kehati-hatian ‘Usmān ini dapat dilihat, misalnya, pada saat beliau berkhutbah, di mana beliau meminta kepada para sahabat untuk tidak banyak meriwayatkan hadis yang mereka tidak pernah mendengar hadis tersebut pada masa Abū Bakar as-̣ Sị ddīq ra dan ‘Umar bin al-Khatṭạ̄ b ra. Dengan pernyataan ini, ‘Uśmān ingin menunjukkan bahwa dalam persoalan periwayatan hadis dirinya ingin juga bersikap hatihati seperti yang dilakukan oleh khalifah pendahulunya.

Sikap kehati-hatian yang dilakukan ‘Uśmān ini tentunya juga berpengaruh kepada banyak sedikitnya beliau meriwayatkan hadis. Ahmad bin Hambal misalnya, meriwayatkan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh ‘Umān bin Affān ini tidak lebih dari empat puluh buah hadis. Itupun banyak matan hadis yang terulang karena perbedaan sanad. Atau dengan kata lain, jumlah hadis yang diriwayatkan oleh ‘Uśmān bin Affān tidak sebanyak jumlah hadis yang diriwayatkan oleh ‘Umar.

Walaupun ‘Uśmān dalam khutbahnya menyerukan umat Islam untuk berhati- hati dalam meriwayatkan hadis, pada zaman ini kegiatan umat Islam dalam meriwayatkan hadis telah lebih banyak jika dibandingkan dengan kegiatan periwayatan hadis pada zaman dua khalifah sebelumnya. Hal ini disebabkan karena selain pribadi ‘Uśmān yang tidak sekeras ‘Umar, juga karena semakin luasnya wilayah Islam sehingga mengakibatkan bertambahnya kesulitan pengendalian periwayatan hadis secara ketat.

Masa ‘Alī bin Abī Ṭālib

Sikap kehati-hatian dalam meriwayatkan hadis tetap menjadi prinsip utama yang dipegang oleh ‘Alī bin Abī Tạ̄ lib Artinya, ‘Ali tetap berhati-hati dalam meriwayatkan hadis bahkan beliau baru bersedia menerima suatu riwayat apabila periwayat hadis tersebut mengucapkan sumpah bahwa hadis yang disampaikan tersebut benar-benar berasal dari Nabi Muhammad Saw. Hanya saja, terhadap orang-orang yang benar-benar dipercayainya ‘Ali tidak memintanya untuk bersumpah. Dengan kata lain, fungsi sumpah dalam periwayatan hadis bagi ‘Ali tidaklah menjadi syarat mutlak keabsahan periwayatan suatu hadis. ‘Alī bin Abī Tạ̄ lib termasuk sahabat yang cukup banyak meriwayatkan hadis nabi. Hadis yang beliau riwayatkan selain dalam bentuk lisan, juga dalam bentuk tulisan (catatan).

Hadis yang diriwayatkan Ali dalam bentuk tulisan berkisar tentang hukuman denda (diyat); pembebasan orang Islam yang ditawan orang kafir; dan larangan melakukan hukuman qiṣāṣ terhadap orang Islam yang membunuh orang kafir.

Ditinjau dari kebijakan pemerintah, kehati-hatian dalam kegiatan periwayatan hadis pada masa ‘Alī bin Abī Tạ̄ lib sama dengan periode sebelumnya. Akan tetapi situasi umat Islam pada masa ‘Alī bin Abī Tạ̄ lib telah berbeda dengan situasi pada masa sebelumnya. Pertentangan politik umat Islam pada masa ini semakin menajam. Peperangan antara pendukung ‘Ali dan Mu’awiyah telah terjadi. Hal ini tentunya memberikan kontribusi negatif dalam periwayatan hadis. Kepentingan politik telah mendorong pihak-pihak tertentu melakukan pemalsuan hadis. Sehingga tidak semua periwayatan hadis dapat dipercaya.

Sumber: Hadis-Ilmu Hadis/Kementerian Agama,- Jakarta : Kementerian Agama 2014.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here