Proses Kebenaran Dicerna Tubuh Menurut Buya Said Aqil

0
324

KHASKEMPEK.COM, KEMPEK – Dalam satu kasus tertentu, Allah Swt lebih mempertanyakan kualitas ketakwaan manusia dari sisi aktivitas spiritual, bukan sekadar rutinitas ritual.

Demikian disampaikan Buya Prof. Dr. KH Said Aqil Siroj, saat memberikan mauidah hasanah dalam Haflah Tasyakkur dan Khotmi Alfiyah Ibnu Malik, Pondok Pesantren Putri KHAS Kempek Cirebon, Jawa Barat, Sabtu, 18 Maret 2023.

Sosok yang mengemban amanat sebagai Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu mengutip firman Allah Swt:

اَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْ تَخْشَعَ قُلُوْبُهُمْ لِذِكْرِ اللّٰهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّۙ وَلَا يَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْاَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوْبُهُمْۗ وَكَثِيْرٌ مِّنْهُمْ فٰسِقُوْنَ

“Apakah belum tiba waktunya bagi orang-orang yang beriman agar hati mereka khusyuk mengingat Allah dan apa yang turun dari kebenaran (Al-Qur’an). Janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Banyak di antara mereka adalah orang-orang fasik.” (QS. Al-Hadid: 16).

Yang ditanyakan ayat tersebut adalah aktivitas spiritual, aktivitas hati, bukan jawarih (aktivitas tubuh). Bukan menanyakan kamu salat berapa ratus rakaat, berangkat haji berapa kali, atau sudah bangun berapa masjid?” kata Buya Said.

Menurutnya, aktivitas ibadah tersebut memang penting. Namun, Allah Swt juga memerintahkan manusia agar menjaga hatinya agar tidak teperosok dalam kefasikan.

“(Ibadah dan amal tadi) itu semua penting, tapi ayat tersebut tidak sedang menanyakan itu, tapi menanyakan aktivitas spiritual,” kata Buya Said.

Pengasuh Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah, Jakarta Selatan itu menjelaskan, ada sejumlah tahapan dalam tubuh manusia saat menerima kebenaran. Kebenaran tersebut diproses dan dikelola oleh setiap organ sesuai dengan fungsi dan kapasitasnya masing-masing.

“Pertama, manusia bisa tasawur (menangkap gambar) dengan an nafsun natiqah di dalam otak. Prosesnya adalah menyerap apa yang dilihat,” terang Buya Said.

Proses penangkapan gambar tersebut seperti halnya orang-orang ketika melihat kambing, kerbau, sapi, dan sejenisnya. Begitu pula saat diaplikasikan ketika menerima pesan kebenaran dari Al-Qur’an, hadis, dan seterusnya.

“Sebisa mungkin kita mampu tasawur. Kalau tidak mampu, maka akan disempurnakan oleh kibdah (liver/hati), fungsinya adalah melahirkan emosional. Isinya ialah ghadabiyah dan syahwatiyah. Ada rasa senang, benci, marah, kasih sayang, cinta, dendam, iri, hasad, tersinggung, dan lain sebagainya,” kata Buya Said.

“Itulah hati, liver. Musykilnya, di Indonesia hati dimaknai qalbun. Padahal qalbun itu bukan hati, tapi jantung,” sambung Buya Said.

“Itulah hati, liver. Musykilnya, di Indonesia hati dimaknai qalbun. Padahal qalbun itu bukan hati, tapi jantung,” sambung Buya Said.

Menurut Buya Said, melalui liver, hal ihwal yang ditasawurkan diolah menjadi emosional. Dan di tahap ini, liver bekerja untuk hal-hal yang tidak gampang didefinisikan.

“Ada orang saling cinta, bisakah ditasawurkan? Bisakah mereka mendefinisikan? Bagimana mendefinisikan kecintaan kita pada NU, Gus Dur, Ahlussunah wal jamaah? Itu berada di wilayah emosional,” ungkap Buya Said.

Jika masih belum bisa maksimal dan belum mampu menghasilkan keimanan yang kuat, lanjut Buya Said, maka proses berikutnya dilimpahkan ke qalbun (jantung).

Qalbun ini isinya bashirah (mata hati),” kata Buya Said.

Menurut Buya Said, setiap orang memiliki bashirah. Hal itu seperti tersirat dalam QS. Al-Qiyamah ayat 14:

بَلِ ٱلْإِنسَٰنُ عَلَىٰ نَفْسِهِۦ بَصِيرَةٌ

“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri.”

Sementara fungsi bashirah ialah seperti yang tertera dalam QS. Asy-Syams ayat 8:

فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا

“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.”

“Kedua, di dalam qalbun ada dhomir, yakni moral. Jika sudah mengetahu baik dan buruk, maka ia akan memerintahkan kita melakukan perkara yang baik,” kata Buya Said.

“Kalau dhomir sudah memberikan perintah, kemudian kita mengikuti atau pun tidak, maka akan ada vonis dari fuad atau lubuk hati/nurani,” lanjut Buya Said. 

Menurut Buya Said, di level ini, fuad tidak bisa berbohong. Hal ini persis terkandung dalam QS. An-Najm ayat 11:

مَا كَذَبَ ٱلْفُؤَادُ مَا رَأَىٰٓ

“Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.”

“Kalau saja semua manusia menggunakan fuad melalui bashirah, niscaya bumi ini akan aman, tenteram, adil, makmur, dan seterusnya,” kata Buya Said.

Buya Said berpesan, ayat tersebut merupakan anjuran bagi manusia agar mampu menyeimbangkan kecerdasan di dalam otak dengan nurani. Hal itu dilakukan agar tubuh bisa menerima kebenaran dengan baik dan terhindar dari kefasikan.

“Jika tidak, maka wa katsirum minhum fasiqun. Kita akan menjadi bagian dari orang-orang yang fasik,” kata Buya Said.

Sumber artikel: ikhbar.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here