Pendapat Lain Tentang Makna Allah Maujud

0
3687

KHASKEMPEK.COM – Menurut hemat saya (yang dlo’ief), sekaligus bermaksud memberikan pembelan atas tradisi turun temurun yang telah ratusan tahun di jalankan oleh salafuna ash-sholih,


(الدفاع على طريقة سلفنا الصالح النهضيين)

diksi atau pemilihan kata حي موجود yang diucapkan setelah kalimah thoyyibah untuk tahlilan atau dalam konteks apapun,


لا إله إلا الله حي موجود

itu masih sangat tepat dan musti kita pertahankan, tanpa perlu menggantikannya dengan lafadz hayyun mujid (حي موجد) atau lafadz lainnya.

Sebab kata wajada (وجد) yang merupakan shighot fi’il madli muta’ddi bi nafsihi ini mempunyai arti dalam bahasa Jawa “nemu”.


Contoh
وجد زيد شيأ

Artinya “Nemu sopo Zaid ing sewiji-wiji” Walaupun shighot mashdar ghoiru mim nya wajada yaitu lafadz wujudan sering di artikan dengan “ada”, tapi arti itu tidak berlaku untuk fi’il madli dan mudlori’nya.

Sehingga ulama-ulama salaf di beberapa pondok pesantren tidak pernah mengartikan وجد يجد (dalam bahasa Jawa) “wis ana, lagi ana / arep ana”, tapi mereka memberi makna وجد يجد dengan “wis nemu, lagi nemu / arep nemu”.

Al faqier seringkali mendengarkan keterangan dari (Allahu yarhamhu) Syaikhina Mama Yai Aqiel bahwa isim fa’il dan maf’ul adalah wujud lain dari fi’il mudlori’ yang mabni fa’il dan mabni maf’ul, terutama isim fa’il, bukan kah lafadz ضارب dan يضرب itu sama persis fil harokaat wassakanaat (فى الحركات والسكتات).

Sehingga shighot isim fa’il dan isim maf’ul dari wajada yajidu mempunyai arti: (dalam bahasa Jawa) “wong kang nemu lan wong kang den temu”. Bukan wong kang wujud lan wong kang den wujudaken.

Kalau sudah ada kata “wong kang den temu”, maka arti ya g tepat untuk lafadz موجود adalah dzat kang den temu.
dzat yang ditemui/kan itu artinya ada, bukan diadakan (wujud, bukan di wujudkan).

Sudah jelas, berarti kata الله موجود bukanlah berarti Allah diwujudkan tetapi Allah ditemukan / ada.

Sehingga sedikitpun tak ada yang perlu dipermasalahkan dengan tradisi ulama-ulama kita dahulu yang mengucapkan;


لأ إله إلا الله حي موجود

tidak ada Tuhan kecuali Allah, dzat yang maha hidup dan di temukan itu tidak ada yang salah.

Bukan kah dalam definisi Al-Ihsan Rasulullah SAW menjelaskan;


أعبد الله كانك تراه، فان لم تكن تراه فإنه يراك.
(الحديث فى الأربعين النووية)

sembahlah Allah seakan – akan kamu melihat Nya, toh seandainya kamu tidak bisa melihat Nya, Allah SWT pasti bisa melihatmu. Itulah arti bahwa Allah itu موجود seakan-akan kamu melihat Nya itu kan sama juga dengan seakan-akan kamu menemukannya.

Seandainya lafadz wajada itu kita artikan ada, maka berarti wajada adalah bentuk fi’il madli yang lazim, hanya bisa ditarkib dengan susunan fi’il dan fa’il Saja. وجد زيد titik.

Tak bisa kita teruskan ke maf’ul bih.
sebagai mana kita tahu bahwa fi’il lazim tak bisa menjadi muta’addi dan tidak bisa mempunyai shighot maf’ul kecuali dengan bantuan jarr majrur (جار مجرور). Imam Ibnu Malik berkata dalam Khulashotul Alfiyyah nya;


# وعد لازما بحرف جر
وان حذف فالنصب للمنحر

Dengan demikian, jika kata wajada kita artikan ada maka maf’ul harus di ucapkan موجود به. hal yang yang tak pernah kita dengarkan dari ulama salafuna annahdliyyah.


والله اعلم بالصواب

Penulis: Nur Mubin Anas, S.Pd.I, Alumni PP KHAS kempek Cirebon.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here