Maulid Nabi, Kiai Said Aqil Jelaskan Sejarah Qasidah Burdah

0
1082

KHASKEMPEK.COM, JAKARTA – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menjelaskan tentang sejarah Qasidah Burdah. Hal tersebut beliau sampaikan di acara Maulid Akbar dan Doa untuk Keselamatan Bangsa yang digelar Lembaga Dakwah (LD) PBNU di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (29/10/2020).

Dikutip dari laman NU Online, Kiai Said mengungkapkan bahwa Nabi Muhammad tidak pernah memuji dirinya sendiri, apalagi sampai memanggil ‘wartawan’ untuk membuat narasi pujian kepadanya.

“Tapi ketika ada orang memuji-muji, dibenarkan. Tidak dilarang. Maka memuji Rasulullah menjadi sunnah taqririyah. Bukan bid’ah. Maulid Nabi tidak membutuhkan hadits shahih, tetapi yang dibutuhkan adalah hati yang shahih,” tegas Kiai Said.

Ia lantas mengungkap sejarah yang dibacanya dalam kitab Al-Madaih An-Nabawiyah karya Syekh Ismail An-Nabhani sebanyak empat jilid. Isi kitab tersebut, dijelaskan Kiai Said, berupa syair dan prosa yang isinya adalah pujian terhadap Nabi Muhammad.

Salah satu kisah yang dipaparkan Kiai Said adalah Ka’ab bin Zuhair yang memuji-muji Nabi Muhammad dengan sangat sukacita. Saat dipuji, seketika Nabi tersenyum yang menyiratkan kerelaan hati.

“Beliau ridha dan senang dipuji. Tidak melarang. Kemudian Rasulullah memberikan hadiah, selimut yang sedang dipakai bergaris-garis. Diberikan kepada Ka’ab bin Zuhair setelah memuji. Selimut bergaris-garis itu bahasa arabnya adalah burdah,” jelas Kiai Said. 

Kiai Said kemudian menyenandungkan Shalawat Burdah yang pernah disampaikan Ka’ab kepada Nabi. Setelah membacakan shalawat, ia langsung menerjemahkannya.

“Engkau Rasulullah, bagaikan pedang yang terbuat dari India yang sangat tajam. Datang dari suku Quraisy Makkah, membawa cahaya atau sinar yang terang benderang. Diikuti oleh para pengikut yang gagah berani tapi berhati mulia. Ikhlas dalam segala tindakannya,” kata Ka’ab dalam penggalan Shalawat Burdah yang diterjemahkan Kiai Said.

Kiai Said melanjutkan terjemahannya. Bahwa sahabat Nabi memiliki sifat yang ketika perang dan kemudian tombaknya mengenai musuh, tidak akan merasa bangga. Kemudian jika dalam perang terkena tombak, tidak akan merasa kecewa atau menyesal.

“Tidak seperti sekarang yang ketika punya jasa sedikit (dengan sombong mengatakan) saya lah yang berperan. Dan kalau dia sendiri kena pedang, tombak, panah tidak kesal, tidak kecewa, tidak menyesal, tidak menggerutu. (Itu) hal biasa dalam berjuang, ada sakit dan lukanya,” jelas Doktor Filsafat Islam lulusan Universitas Ummul Qurra Makkah, Arab Saudi ini.

Setelah mendengarkan pujian itu, Nabi memberikan selimut bergaris-garis yang dalam bahasa arab disebut Burdah. Kini, selimut itu ditempatkan di Museum Topkapi, Istanbul, Turki. Lalu, Kiai Said mengajak hadirin untuk senantiasa bertawasul kepada Nabi Muhammad.

Ia mengutip kembali penggalan Shalawat Burdah yang artinya, “Wahai makhluk paling mulia yang tidak aku miliki, selain engkau. (Engkau) yang dapat menolong kami, yang dapat menjadi sandaran kami. Aku tidak memiliki siapa-siapa kecuali engkau,” tuturnya. (Sumber: NU Online)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here