Iqtibas 6 Surat Al Maidah Ayat 5: Mas Kawin Simbol dari Kesungguhan

0
343

KHASKEMPEK.COM – Kehalalan wanita-wanita terhormat dari kalangan orang-orang mukmin ataupun dari Ahl al Kitab, seperti yang dijelaskan dalam iqtibas sebelumnya, dapat diperoleh setelah melalui proses pernikahan yang sah, di mana salah satu bagiannya adalah pambayaran mas kawin dari calon suami kepada calon istri,

إذا أتيتموهن أجورهن محصنين غير مسفحين ولا متخذي أخدان

“apabila kamu membayar mas kawin mereka, dengan maksud memelihara kesucian, bukan bermaksud berzina dan bukan bermaksud menjadikan mereka wanita-wanita simpanan.”

Mas kawin dalam ayat ini diistilahkan dengan أجور bentuk plural dari أجر yang berarti upah.

Pengistilahan seperti ini masuk dalam kategori majaz atau metaphor, di mana mas kawin diibaratkan sebagaimana upah yang dibayarkan oleh pengantin pria kepada pengantin wanita sebagai imbalan dari penyerahan diri pihak wanita kepada pihak pria.

Hakikinya, mas kawin bukanlah upah. Karena apabila ia adalah upah, maka apa bedanya dengan upah yang dibayarkan oleh lelaki hidung belang ketika menjalani transaksi seksual dengan seorang wanita pemuas nafsu di jalanan?

Mas kawin dalam pernikahan lebih tepat merupakan simbol atas kesungguhan pengantin pria untuk menikahi pengantin wanita. Oleh karena itu, mas kawin juga diistilahkan dalam Al Qur’an dengan kata صداق atau صدقات dari akar kata ص د ق yang berarti kejujuran dan kesungguhan.

Ia melambangkan kesungguhan dan komitmet kejujuran penganten pria untuk menjadikan pasangannya sebagai teman hidup yang bisa berbagi dalam suka dan duka.

Makna kesungguhan dan kejujuran ini lah yang terkadung dalam keterangan ayat ini selanjutnya. Di mana dijelaskan bahwa pembayaran mas kawin kepada pengantin wanita hendaknya dilakukan semata-mata dengan maksud memelihara kesucian kedua pasangan dan bukan bermaksud untuk melampiaskan nafsu seksual dengan berzina dan bukan pula untuk menjadikan pengantin wanita sebagai gundik atau wanita simpanan belaka.

Ayat ini kemudian ditutup dengan semacam warning atau peringatan bahwa setelah Allah membuka kemungkinan untuk bisa berinteraksi dan bergaul lebih intensif dengan Ahl al kitab, yaitu dengan diperbolehkannya berbagi makanan dengan mereka, dan wanita-wanita mereka pun dapat dinikahi oleh pria-pria mukmin, orang-orang mukmin harus tetap waspada agar jangan sampai pergaulan mereka dengan Ahl al Kitab menyeret mereka kembali ke dalam kekufuran.

ومن يكفر بالإيمان فقد حبط عمله وهو في الأخرة من الخاسرين

“barang siapa kafir setelah beriman maka sungguh-sungguh sia-sia mal mereka dan diakhirat dia termasuk orang-orang yang merugi.”

Meski dalam ranah sosial dan kemasyarakatan, orang-orang mukmin harus terbuka dengan kelompok lain untuk menjalin kerjasama, dalam prinsip-prinsip keyakinan tidak ada toleransi dan kelonggaran. Karena barang siapa yang kafir sesudah beriman, maka terhapuslah segala amal baik yang pernah ia kerjakan.

Ia tidak akan mendapatkan pahala dan kemanfaatan dari amal perbuatannya. Dan apabila hal itu berlanjut sampai mati maka ia di akhirat akan tergolong orang-orang yang merugi. Untuk itu maka camkanlah!!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here