Kiai Said Aqil: NU Kedepankan Akhlak bukan Kekerasan

0
207

KHASKEMPEK.COM, JAKARTA – Ketua Umum Pengurus besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siroj menjelaskan bahwa Nahdlatul Ulama merupakan Jam’iyyah yang mengedepankan tasawuf dan akhlakul karimah, bukan berlandaskan jalan kekerasan atau perang.

“NU berlandaskan jalan muamalah yang baik, mu’asyaroh hasanah (hubungan yang baik, harmonis), dan akhlakul karimah. Sampai pada setiap urusan budaya,” ujarnya pada kunjungan Secretary General IIFA (International Islamic Fiqh Academy) Dr Dato Koutoub Moustapha di Gedung PBNU, Rabu (06/21).

Beliau menyampaikan bahwa NU adalah jam’iyyah terbesar di Indonesia yang didirikan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, sebagai pemimpin pertama NU tahun 1926 M.

Nahdlatul Ulama berdiri dengan berlandaskan Ahlussunnah wal jamaah dengan mengikuti empat mazhab, yaitu madzhab Syafi’i, Maliki, Hambali, dan Hanafi. Sedangkan dalam hal aqidah, Nahdlatul Ulama mengikuti Abu Hasan al-Asy’ari, yang terkenal dengan Aqidah 50, yaitu 20 sifat wajib Allah, 20 sifat mustahil Allah, dan 1 sifat jaiz Allah, 4  sifat wajib Rasul, 4 sifat mustahil Rasul, dan 1 sifat jaiz Rasul.

“Dalam tasawuf dan akhlak, kami mengikuti Imam Abu Qosim al Junaid Baghdadi yang lahir pada tahun 220,” imbuhnya.

Kemudian, Nahdlatul Ulama juga memiliki jam’iyyah qurrotul huffadz (perkumpulan pembaca dan penghafal al-Quran), 45 jam’iyyah Thoriqoh al Mu’tabaroh as-Sufiyyah An-Nahdliyyah, tingkat pemuda (Ansor), wanita (Muslimat dan Fatayat), dan sebagainya.

“Di jam’iyyah yang lain, misal Muhammadiyah, tidak ada seperti itu (pembaca maupun penghafal alquran). Ini sangat penting, untuk majelis dakwah,” kata Kiai Said.

Lebih lanjut, Kiai Said menegaskan, Nahdlatul Ulama tidak didirikan pada masa peradaban Islam, Katolik, Kristen, Hindu maupun masa Buddha, tetapi masa peradaban Indonesia.

“Indonesia adalah negara darussalam (damai), bukan negara kafir. Oleh karena itu, jam’iyyah ini (NU) yang didirikan di Indonesia bukan didirikan pada masa yang lain, tetapi masa/peradaban Indonesia, karena faktor suku bangsa, agama, bahasa, dan budaya,” pungkasnya. (fqh/Dakwah NU)

Sumber artikel dan foto: Dakwah NU

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here