Gus Ghofur: Banyak Kitab Tafsir Al-Qur’an Lahir dari Pesantren

0
589

KHASKEMPEK.COM, KEMPEK – Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar 3 Sarang Rembang, Dr. KH. Abdul Ghofur Maimoen Zubair, MA mengatakan, banyak Kitab Tafsir Al-Qur’n lahir dari pesantren. Demikian beliau sampaikan dalam acara Khataman Tafsir Jalalain di Ma’had Al-Ghadier Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Senin (22/3/2021) malam.

Dalam sambutannya, putra Mbah Moen ini menjelaskan, karya-karya tafsir itu banyak bermunculan di pondok pesantren. “Karya yang pertama lahir di Kesultanan Aceh, namanya Tafsir Surotul Kahfi, lahir dari pesantren. Namun kitab tafsir itu tidak ada namanya, yang menulis kadang-kadang merasa malu, ulama-ulama terdahulu seperti itu,” tuturnya.

Setelah itu, lanjut beliau, “ada kitab namanya Turjumanul Mustafid, yang ditulis dengan huruf Arab Pegon berbahasa Melayu. Kitab ini lengkap, mulai Fatihah sampai Qul a’uudzu bi robbinnas, lahir dari pesantren,” jelas Ketua STAI Al-Anwar Sarang, Rembang ini.

Beliau menekankan, pesantren itu suka mengarang kitab tafsir, karena sejak awal pesantren itu tidak lepas dari mengaji tafsir. Kemudian di Jawa, ada ulama namanya Syekh Sholeh Darat, Semarang, guru Mbah Hasyim Asy’ari. Beliau mengarang kitab yang bernama Faidhur Rohman ditulis dengan bahasa Jawa.

“Saya bernah mengaji beberapa karyanya. Tulisannya bagus, tafsir tasawuf,” terang Gus Ghofur.

Di antaranya, ketika menafsiri “Alhamdulillah” Syekh Sholeh Darat menyebutkan riwayat tentang seorang ulama yang ditanya, “Alhamdulillah yang bagus itu bagaimana?” Kemudian ulama itu menangis, “Jangan tanya Alhamdulillah kepada ku, aku salah menempatkannya,” katanya.

Kenapa? Aku dulunya pedagang di pasar, kemudian terjadi kebakaran kecuali toko ku. Aku berkata, alhamdulillah. Lantas aku berpikir, kenapa aku bilang alhamdulillah sendiri. Alhamdulillah di atas penderitaan orang lain. Oleh karena itu, aku taubat bertahun-tahun sampai sekarang ini. Karena aku merasa bahagia di atas penderitaan orang lain.

Itulah tafsir Alhamdulillah yang ditulis oleh Syekh Sholeh Darat dalam kitab Tafsirnya. Saya sempat membacanya. Itu lengkap ditulis dengan bahasa Jawa, karena ada fatwa Al-Qur’an tidak boleh diterjemahkan. Sementara santri-santri protes, termasuk RA. Kartini. Orang Jawa membaca Al-Qur’an tidak boleh paham. Kemudian dibantah oleh Syekh Sholeh Darat dengan kitabnya itu.

Salah satu santri yang ikut mengaji kepada Syekh Sholeh Darat adalah RA. Kartini. “Yukhrijun naasa minadz dzulumati ilan nuur”. Al-Qur’an mengeluarkan manusia dari gelap menuju cahaya. Inilah yang melatarbelakangi dalam sejarah, munculnya buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” itu dari gurunya yaitu Syekh Sholeh Darat.

Selanjutnya, ada Mbah Bisri Musthofa mengarang kitab tafsir yang diberi nama Al-Ibriz. Ada juga Mbah Misbah Bangil yang mengarang kitab namanya Al-Iklil. Kemudian Kiai Sanusi menulis kitab tafsir dengan tulisan Arab Pegon berbahas Sunda, dari Garut atau mana, pemilik pondok Syamsul Ulum.

Jadi kiai-kiai itu, awalnya mengaji kitab Tafsir Jalalain, terus mengarang kitab Tafsir Al-Qur’an Al-Karim. Kiai Musthofa sudah mengkhatamkan ngaji kitab Tafsir Jalalain tiga kali (tadi cerita kepada saya). Kalian santri-santrinya, mulai sekarang kalau Kiai Musthofa mengaji harus dicatat, nanti kalau khataman sudah selesai menjadi karya Tafsir Kempek (Amin ya Robbal Alamain).

“Itulah tradisi ulama-ulama dahulu. Dan semoga tradisi ini terus berjalan sehingga tidak akan kehabisan,” harap Gus Ghofur. (KHASMedia)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here