Buya Said Aqil: Pesantren Bekali Santri dengan Karakter dan Akhlak

0
276

KHASKEMPEK.COM, CIREBON – Pembina Yayasan KHAS Kempek Cirebon, Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA mengatakan, pesantren membekali santri-santrinya dengan karakter dan akhlak. Demikian beliau sampaikan saat Haul Ke-33 KH Aqil Siroj di Pesantren Kempek Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (10/9/2022).

Lebih lanjut, Buya Said Aqil menjelaskan tentang alasan penamaan pesantren di Indonesia dengan nama daerahnya.
Menurut beliau, hal ini menunjukkan bahwa para ulama menyadari pentingnya pemahaman agama yang diiringi dengan semangat kecintaan pada tanah air.

“Kiai-kiai dulu ketika membangun pesantren, nggak penting namanya terkenal. Yang penting nama desanya,” ungkapnya, seperti yang dikutip dari NU Online.

“Ini menunjukkan bahwa ruhul wathaniyah (jiwa nasionalisme) dimiliki oleh para kiai-kiai,” imbuhnya.

Menurut alumni Pesantren Lirboyo ini menunjukkan bahwa pesantren merupakan benteng yang kokoh dalam membangkitkan semangat nasionalisme. Maka selama ada pesantren, maka tidak perlu khawatir Indonesia akan bubar dan Islam Ahlussunah wal Jamaah hilang dari negeri Indonesia.Selain mendidik para santri untuk beragama dan berbangsa dalam satu tarikan napas, pesantren juga lanjut Kiai Said senantiasa membekali para santrinya dengan karakter dan akhlak.

“Ilmu pengetahuan tidak ada gunanya kalau tidak berakhlak. Kalau nggak berkarakter,” tegasnya.

Saat ini, ungkap Kiai Said, banyak dijumpai fenomena orang yang berilmu namun tidak memiliki akhlak dan karakter kuat sehingga mudah melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Sehingga ia menegaskan bahwa pendidikan karakter harus lebih dikedepankan dibanding ilmu.

“Karakter sebelum ilmu. Kalau skill dulu, ilmu dulu, baru akhlak, nggak mungkin akan berhasil. Maka hakim yang mudah disuap, pintar tapi tidak berakhlak. Jaksa yang mudah disuap, pintar tapi tidak berakhlak. Polisi yang mudah disuap, pintar tapi tidak berakhlak,” ungkapnya.

Mengaca kepada kisah Nabi Adam pun menurut Kiai Said, akar permasalahan Nabi Adam memakan buah khuldi dan diturunkan ke bumi adalah karena mengedepankan ilmu dari pada karakter, hikmah dan kebijaksanaan.

“Nabi Adam saja dengan ilmunya, tergoda hawa nafsu. Padahal Nabi Adam (adalah orang) pintar. (Jadi) ilmu tidak ada gunanya kalau tanpa hikmah, tanpa wisdom,” jelasnya.

“Puncak perjalanan intelektual adalah kebingungan dan kebuntuan. Tapi puncak perjalanan intuisi spiritual akan mendapatkan kearifan dan kebijakan,” imbuhnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here