Buya Said Aqil Kisahkan Pesan Nabi agar Selalu Moderat

0
232

KHASKEMPEK.COM, JEPANG – Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj saat datang langsung dalam acara yang diinisiasi PCINU Jepang menuturkan bahwa Allah swt mengutus Nabi Muhammad saw untuk berjuang dan berdakwah selama 13 tahun. Namun, hanya mendapatkan pengikut 120 orang yang sering kita sebut sebagai Assabiqunal Awwalun.

“13 tahun Nabi Muhammad saw mendapat tekanan dan siksaan. Bahkan, berberapa sahabat terbunuh, sehingga Nabi terpaksa hijrah ke Yatsrib. Selama 13 tahun, Islam menjadi agama individu. Barulah saat memasuki Yatsrib, Rasulullah diperintah oleh Allah untuk membentuk organisasi. Namanya umat wasathiyyah atau moderat,” tutur Kiai Said.

Menurut Kiai Said, moderat artinya tidak radikal atau pun liberal, tidak terlalu tekstual juga tidak terlalu rasional. Nabi Muhammad saw selalu memberi pesan dan arahan kepada para sahabat agar selalu bersifat wasathiyah dan moderat dalam beragama. Nabi tidak pernah mengajarkan radikalisme apalagi terorisme.

Di Yatsrib kala itu, lanjut Kiai Said, ada Muslim pendatang, Muslim pribumi, dan Yahudi. Mereka menjadi mayoritas karena terdiri dari tiga suku yaitu Bani Quraidhah, Bani Qainuqa’, dan Bani Nadhir.

“Begitu melihat penduduk yang plural, bhineka, kemudian Nabi membentuk masyarakat berdasarkan kesamaan cita-cita, visi, dan misi. Bukan kesamaan suku maupun agama. Setelah itu disepakati nama negaranya yaitu Madinah. Nabi Muhammad saw menyebarkan agama Islam dimulai dari markasnya yaitu masjid,” jelas Kiai Said.

Menurut doktor jebolan Universitas Ummul Qura Makkah ini, Nabi Muhammad saw memberikan pelajaran yang sangat bernilai kepada para sahabatnya untuk menegakkan hukum seadil-adilnya, membangun masyarakat modern, wasathiyah atau toleran.

Contohnya, Sayyidina Umar ketika menjadi khalifah berkunjung ke Palestina yang saat itu masih dikuasai orang-orang Kristen. Jalan-jalan melihat gereja lalu masuk ke gereja tersebut. Saat di dalam gereja, Sayyidina Umar mendengar adzan ashar lalu bergegas keluar untuk menunaikan shalat Ashar.

“Lalu, pendeta tersebut menyuruh untuk shalat di gereja saja. Di sini ada sajadah dan air untuk berwudlu. Namun, Sayyidina Umar menjawab tidak. Saya shalat di luar saja. Saya tidak mau jika di kemudian hari ada umat Islam yang merebut gereja ini dengan dalih bahwa gereja ini pernah saya gunakan untuk shalat,” tutur Kiai Said.

Sumber: NU Online

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here