Belajar pada Keteladanan Buya Ja’far

0
122

KHASKEMPEK.COM, CIREBON – Peringatan haul yang lazim digelar di pondok pesantren tidak cuma menjadi sarana untuk memanjatkan doa. Melampaui itu, ada banyak poin keteladanan yang penting untuk terus dikenang, dipelajari, dan diteladani dari sosok kiai yang dinilai telah memberi banyak sumbangsih, inspirasi, dan semangat bagi perkembangan dakwah keislaman maupun kiprah dalam sosial-kemasyarakatan.

Rekam jejak keteladanan itu biasanya sangat melekat dalam ingatan keluarga, alumni, dan para santri yang pernah bersentuhan langsung dengan almarhum. Kepingan-kepingan cerita tersebut akan menjadi tampak sangat bermanfaat dan semakin menggugah kesemangatan para santri untuk turut menyumberkan kebaikan yang sama di manapun mereka berada.

“Di tengah masyarakat saat ini dibutuhkan spirit pengabdian yang tulus. Terlebih, saat ini alumni (Pondok Pesantren) Kempek mulai memasuki sektor pengabdian yang lebih luas, tidak hanya di sektor keagamaan,” ucap salah satu anggota Dewan Masyayikh Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, KH Muhammad bin Ja’far (Bj), saat membuka forum “Jagongan Keramik Merah: Satu Dekade Buya Ja’far” pada Senin, 18 Desember 2023 malam.

Forum tersebut merupakan wadah bagi para alumni untuk mencurahkan pengalaman dan kenangannya selama dalam bimbingan Allah yarham Abuya KH Ja’far Shodiq Aqiel Siroj. Buya Ja’far, sapaan karibnya, merupakan pengasuh Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon yang wafat 1 April 2014/1 Jumadil Akhir 1435 H silam.

“Forum yang digelar dalam rangkaian Haul Ke-10 Buya Ja’far ini juga bertujuan untuk menguatkan silaturahmi serta pendataan alumni yang telah terdistribusi di berbagai sektor,” kata Gus Muhammad, yang juga merupakan putra Buya Ja’far tersebut.

Tidak kenal lelah

Salah satu alumnus senior yang memiliki banyak pengalaman mengabdi kepada Buya Ja’far, Ustaz Selamet menyebut, ada beragam keteladanan yang patut dipetik untuk kemudian dijadikan prinsip hidup bagi para santri dan alumni pesantren.

Pria yang menjabat Lurah Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon era 1990-an itu menjabarkan, salah satu sifat luhur Buya Ja’far yang paling mencolok adalah pantang menyerah alias tidak kenal lelah.

“Ketika menargetkan sesuatu, misalnya pengembangan pesantren, Buya Ja’far akan terus mengejarnya hingga sampai di tahap realisasi. Buya akan secara telaten untuk mengikuti alur birokrasi secara bertahap dari tingkat daerah hingga pusat, secara langsung. Ini yang penting diketahui dan dicontoh para santri,” katanya.

Buya Ja’far, lanjut Ustaz Selamet, merupakan sosok dengan kedisiplinan tinggi. Buya Ja’far disebutnya sebagai sosok profesional yang mampu memenuhi segala tanggung jawab baik sebagai kepala rumah tangga, pejabat publik, maupun pengasuh pesantren.

“Bayangkan, baru saja pulang dari ibadah haji, beliau langsung menuju majelis dan meminta santri berkumpul. Untuk apa? Beliau langsung meminta mereka menyetorkan hafalan nazam Alfiyah yang tertunda,” kenang Ustaz Selamet.

Menurut sosok yang akrab disapa Kang Selamet itu, Buya Ja’far selama ini juga dikenal sebagai sosok yang keras dalam mendidik. Padahal, kata Kang Selamet, lebih tepat disebut tegas.

“Di balik ketegasan itu pun tersembunyi kelembutan yang luar biasa,” kata Kang Selamet.

“Pernah suatu ketika saya punya kesalahan. Ketika dipanggil, tentu rasa gemetar tak karuan. Saya pun sudah siap dengan segala risikonya, bahkan jika pun harus di-boyong (dikeluarkan dari pesantren). Tapi, pas sudah bertemu, beliau malah mengajak saya makan, lalu menjelaskan kelelirusan saya dan menasihati dengan sangat lembut. Ini luar biasa,” sambungnya.

Maqam futuwwah

Alumni lainnya, Kepala Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah, Jakarta, KH Idris Sholeh menyebut karakter Buya Ja’far tidak mudah ditemukan di sembarang orang.

“Semua sifat al-hamidah (kebajikan), yakni baik, pemberani, patriot, dan nasionalisme ada pada diri Buya Ja’far. Namun, yang paling penting diteladani adalah antara hati, ucapan, dan sikap Buya Ja’far selalu sama. Beliau sangat istikamah dalam menjalani setiap hal,” kata sosok yang juga alumnus Kulliyah Dakwah Islamiyah di Tripoli, Libya tersebut.

Buya Ja’far, menurut Kiai Idris, sosok pekerja keras. “Meskipun sibuk di luar, tetapi jika sudah waktunya mengajar santri atau memimpin salat berjemaah, Buya Ja’far akan pulang,” katanya.

Di mata Kiai Idris, Buya Ja’far sudah berada pada maqam atau level futuwwah, sebagaimana yang banyak dipahami tradisi sufi.

“Apa buktinya? Aslul futuwwah an yakun al insanu ghaiban, an yakunal insanu halikan an nafsihi. Wamun saghilan lighairihi. Tak peduli dirinya hancur, fana, tidak kelihatan, tapi tetap sibuk beramal dan membantu orang lain. Inilah maqam Buya Ja’far,” kayanya.

Menurut Kiai Idris, sifat-sifat luhur itu yang dijelaskan guru dari para sufi, Abu Madyan Al Ghauts, dalam dalam Al Qasidah Arraiyah.

“Sifat paling kuatnya adalah itsarul manfaat ilal ghairihi, memberikan manfaatan kepada orang lain,” katanya.

“Buya Ja’far selalu memahami keberadaan santri sebagai ladang pengabdian. Beliau melaksanakan tahajud di setiap malam pun hanya untuk mendoakan santri. Buya Ja’far selalu menggantungkan seluruh urusannya kepada Sang Khaliq,” lanjut Kiai Idris.

Sekilas Buya Ja’far

Buya Ja’far lahir di Cirebon pada 1 Juni 1951. Beliau merupakan putra sulung dari lima bersaudara pasangan KH Aqiel Siroj dan Ny. Hj. Afifah Harun, putri pendiri Pondok Pesantren Kempek Cirebon, KH Harun Abdul Jalil. Buya Ja’far merupakan kakak dari KH Said Aqil Siroj, KH Muhammad Mushtofa Aqil Siroj, KH Ahsin Syifa Aqil Siroj, dan KH Niamillah Aqil Siroj.

Buya Ja’far mengawali pendidikan agamanya langsung di bawah asuhan ayahanda, KH Aqiel Siroj, kemudian dilanjutkan ke Pondok Pesantren Lirboyo, Pondok Pesantren Sarang Rembang, dan Pondok Pesantren Tanggir Tuban.

Buya Ja’far menikahi Ny. Hj. Daimah binti KH Nashir Abu Bakar yang merupakan sepupu dari jalur ibu. Beliau dikaruniai delapan anak, yakni Ny. Hj. Tho’atillah Ja’far, KH Muhammad bin Ja’far, Ny. Ummu Aiman Ja’far, KH Ahmad Nahdli bin Ja’far, Ny. Aqilah Ja’far, dan Gus Hamid bin Ja’far.

Semasa hidupnya, Buya Ja’far mengabdikan diri sebagai Pengasuh Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Cirebon, dan Wakil Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat.

Sumber: ikhbar.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here