Kiai Said Aqil Jelaskan Dua Kekayaan NU

0
299

KHASKEMPEK.COM, INDRAMAYU – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Said Aqil Siroj mengucapkan selamat dan sukses atas dilantiknya Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat masa khidmat 2021-2026.

“Selamat kepada seluruh pengurus NU yang baru saja dilantik, Selamat bertugas, berjuang, bekerja. Mudah-mudahan NU ke depan lebih baik sukses keren berperan dan dihargai seluruh pihak masyarakat Indonesia,” ujarnya dalam acara pelantikan, Selasa (13/12/21).

Kemudian, dalam kesempatan tersebut, beliau menjelaskan dua kekayaan yang dimiliki oleh NU, yaitu kekayaan ijtimaiyah dan kekayaan budaya.

Pertama, tarawat ijtimaiyah, kekayaan sosial capital yang terdiri dari 108 juta warga NU. Menurut Kiai Said, ini adalah kekayaan yang tidak sembarangan, ormas lain tidak punya. Jika dikelola akan menjadi kekuatan budaya peradaban bangsa dan rakyat Indonesia.

Menurut beliau, sejak dulu sekarang dan selanjutnya warga NU tidak akan bergeser dari prinsip Aswaja yang telah ditetapkan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dan kiai lain. Masyarakat dengan Kiai itu sangat bergantung. Sejak hamil, lahir, khitan, dan seterusnya. Itu sangat mahal.

“Ada beberapa pihak merasa iri, tidak senang melihat kiai begitu-begitu saja kok masyarakat percaya bergantung bersandar. Padahal sarjana bukan, ndeso, kolot tapi dipercaya oleh masyarakat. Ini ada banyak pihak tidak senang dan berusaha menjauhkan masyarakat Islam dari kiai dan meningkat anti kiai dan memusuhi. Ini tugasnya NU memelihara capital sosial,” ujar Kiai Said.

“Bagaimana masyarakat Islam Aswaja Jabar betul-betul bersandar mengandalkan ilmu kiai akhlak para ulama. Itu yang paling penting. Apalagi sudah dikomandai bapak gubernur, telah membantu NU berupa program kerja senilai 700 milyar selama 3 tahun. Dan punya ide cemerlang yang tidak dimiliki daerah lain. Satu desa satu tahfidz Qur’an. Mudah-mudahan barokahnya Al Qur’an Jabar damai rukun, insyaallah. Kita semua mengucapkan terimakasih kepada Bapak Ridwal Kamil yang telah memberdayakan JMH agar berkiprah dengan masyarakat untuk melahirkan para hafidz dia seluruh Jawa Barat. Pasti kita mendapat barokahnya Al Qur’an,” tambah Kiai Said.

Kiai Said mengingatkan, bahwa tarawat ijtimaiyah ini harus ditingkatkan menjadi ruhuddin. Beragama bukan hanya papan nama, lebel formal, bukan hanya sorban gamis, tapi spirit agama harus dimantapkan di tengah-tengah masyarakat, terutama aklakul karimah. Islam bukan hanya akidah syariah saya, Islam bukan teologis saja, tapi Islam adalah agama kemanusiaan agama akhlakul karimah.

Setelah ruhuddin, maka kemudian ruhul wathoniyah atau spirit nasionalisme. Beliau menegaskan, nasionalisme NU bukan ideologi, tapi spirit untuk hidup bersama.

Lebih lanjut, Kiai Said bercerita pada tahun 1619, wilayah Islam sedang di bawah penjajahan. Irak, Sudan, Mesir dijajah Perancis. Indonesia dijajah Belanda. Khalifah waktu itu di Turki Utsmani, lahaula wala quwata tidak memiliki kekuatan untuk melawan.

Saat itu Kiai Hasyim sudah makrifat memprediksi, ini nanti khilafah akan bubar dan berdiri negara yang sendiri-sendiri. Beliau berharap jika negeri ini (Indonesia) menjadi negara sendiri jangan sampai masyarakatnya jauh dari agama dan tidak aktif dalam agama. Maka cepat-cepat beliau mengeluarkan jargon hubbul wathon minal iman. Bahwa tidak boleh ada kontradiktif antar agama dan nasionalisme, harus berjalan bersama.

Hubungan antar keduanya harus harmonis menyatu sehingga orang harus beragama pasti nasionalis. Maka ruhul wathoniyah semangat kebangsaan harus ditingkatkan. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari mengatakan barang siapa mati demi negara maka mati syahid.

Tahun 36, muktamar Banjarmasin memutuskan Indonesia bukan negara silam tapi darus salam, yang merekrut semua komponen agama suku budaya, semua saudara. Bukan Indonesia kalau tanpa Islam, katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Konghucu. Jadi Indonesia itu terdiri dari itu, bukan Indonesia kalau tanpa keberagaman. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari mengatakan, barang siapa berkhianat kepada negaranya, boleh dibunuh walaupun orang Islam.

“Ini fatwa beliau, luar biasa. NU harus terus merawat meningkatkan ruhud wathoniyah dan ruhuddin. Bedanya kita dan Arab, di Arab itu pejuang Islam Islam saja, tidak nasionalisme, yang nasionalisme, nasionalis saja. Di Indonesia, Hadratussyaikh pejuang Islam pejuang nasionalis. Kiai Wahab kiai Hasyim dan lainnya,” tandas Kiai Said.

Allah SWT telah berfirman dalam Al Qur’an, “Jangan sekali-kali kamu mencaci maki orang yang tidak menyembah Allah SWT, non muslim. Demikianlah saya jadikan bagi setiap kelompok kebanggaannya masing-masing.”

“Harus kita hormati masing-masing, tidak boleh melecehkan. Maka kalau ada Khotib Al Qur’an kalau isinya mencaci agama lain, turunkan dari podium. Itu melanggar Al Qur’an,” ujarnya.

Kedua, NU punya kekayaan budaya. Budaya yang paling unggul adalah kitab kuning. Kitab yang ditulis imam Syafi, Imam Nawawi itulah sandaran rujukan. Para kiai berpegang pada kitab dan warga NU harus bersandarkan ke kiai tersebut.

Jika ada kelompok yang tidak senang dengan kitab kuning, memisahkan masyarakat, memusuhi kitab kuning dengan alasan sudah tidak relevan, maka kemudian Kiai Said membahas isi kitab Fathul Mu’in.

Bahwa di kitab Fathul Mu’in dijelaskan empat macam jihad. Pertama, jihad untuk beriman kepada Allah. Kedua, menjalankan ibadah, sholat puasa sedekah, berdoa. Ketiga, bila perlu angkat senjata kalau sedang diserang. Kalau engga perang ya jangan nge bom. Keempat, memberi perlindungan kepada warga bangsa yang baik-baik, bukan penjahat. Muslim atau non muslim.

“Kalau kita amalkan masih sangat relevan, bukan hanya mengebom, kita lakukan pembangunan dengan baik, itulah jihad fisabilillah,” pungkasnya.
(fbr)

Sumber: Dakwah NU

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here