Ust. Hamied Bin Ja’far Jelaskan Hakikat Khauf dan Roja’ di Kultum Khas Ramadhan

0
1970

KHASKEMPEK.COM – Manusia adalah makhluk yang paling sempurna bentuknya yang diciptakan oleh Tuhan. Ia memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki makhluk yang lain. Diantaranya diberikan akal untuk berfikir, hawa dan rasa kepada sesuatu yang ia kehendaki.

Namun itu tidak serta merta menjadi sempurna atau lebih baik dari pada yang lain. Butuh beberpa unsur dan sifat agar ia tidak terjerumus kepada hal-hal yang dilarang di dalam syariat Islam. Diantaranya berupa khauf dan roja‘.

Khauf mempunyai pengertian: huwal ladzi yakfi al-jawarih ‘anil ma’ashi. Yaitu sesuatu yang dapat mencegah anggota tubuh dari kemaksiatan. Jadi, bisa diartikan khauf ini adalah perasaan dimana seseorang akan bergetar ketika menemukan atau mendapati sesuatu yang ia tidak sukai.

Khauf juga bisa difungsikan untuk menghindari atau jika dilakukan ia bisa menghindari atau mencegah dari hal-hal yang berbau kemaksiatan.

Sedangkan roja‘ itu artinya adalah berharap atau irtiyaul qolbi lintidzori ma huwa mahbubun ‘indah. Ketenangan hati untuk menanti sesuatu yang ia cintai dibarengi dengan usaha agar mendapatkan sesuatu yang ia sukai tersebut.

Intinya adalah roja‘ adalah rasa berharap kepada rahmat Allah disertai dengan usaha agar mendapatkan rahmat Allah tersebut mengikhtiarkan sababiyahnya, kurang lebih demikian.

Dalam konteks hamba yang ingin mendekatkan diri kepada Allah, Al-Qur’an tegas di dalamnya menyebutkan bahwa, beberapa sifat yang patut dimiliki oleh orang-orang yang memiliki khauf dan roja‘. Salah satunya berbunyi:


تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ ٱلْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ

Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezeki yang Kami berikan.

Jadi khauf dan roja‘ ini bisa diibaratkan sebagai sayap, ia terbang dengan jernih dan harus dikepakkan secara bersamaan. Tidak boleh ada yang lebih tinggi dan tidak boleh ada yang lebih rendah.

Oleh karena itu, khauf dan roja‘ sendiri tidak boleh ada yang mendominasi. Jika kita misalkan, memiliki rasa khauf atau takut yang terlalu besar, maka itu akan condong pada akidah Khawarij. Yaitu berputus asa dari rahmat Allah. Sedangkan Allah sendiri adalah maha pengasih dan penyayang.

Kemudian, jika kita terlalu besar rasa roja’nya, terlalu optimis, maka itu juga tidak baik. Itu bisa menyebabkan menjerumuskan kita pada salah satu akidah Murji’ah. Yaitu hilang rasa takut kita kepada Allah, tidak takut dalam berniat untuk melakukan sesuatu yang tidak pantas dalam syariat agama Islam.

Padahal kalau kita memiliki rasa itu bisa menjauhkan dari rasa takut kepada Allah. Karena Allah sendiri adalah Syadidul ‘iqob, Allah tidak akan segan-segan untuk menghukum hambanya yang tidak taat kepada aturan-Nya.

Namun ada sebagian ulama lain yang juga berpendapat bahwa khauf dan roja‘ ini harus didudukkan sesuai dengan kondisinya. Jika kita hendak melakukan ketaatan, maka sisi roja’nya harus diutamakan. Karena itu bisa menjadikan kita untuk lebih giat dan semangat lagi.

Sedangkan ketika kita hendak melakukan kemaksiatan atau keburukan, maka sisi khaufnya harus dikedepankan, agar kita memiliki rasa takut, agar kita terhindar dari kemaksiatan tersebut.

Al-Imam Al-Ghazali berpendapat di dalam kitab Ihya Ulumiddin, bahwa hakikat khauf dan roja‘ terdiri hal, ilmu dan amal. Apabila halnya khauf dan roja‘ ini tidak membekas pada amal, maka ia tidak bisa dikatakan sebagai khauf dan roja‘. Hanya dikatakan sebagai kata hati saja.

Jadi khauf dan roja‘ tidak cukup hanya merasa takut dan merasa berharap, merasa optimis kepada sesuatu yang ia kehendaki atau berharap kepada Allah tersebut. Melainkan khauf dan roja‘ itu dimanifestasikan ke dalam perbuatan atau amal kita sehari-hari.

Oleh karena itu dawuh Imam Ghazali, khauf dan roja‘ bisa menjadikan motivasi kita untuk tergerak dan menuntun kita kepada hal yang berbau ketaatan dan juga kebaikan serta bisa menjauhkan kita dari kemaksiatan.

Sebagian ulama lain ada juga yang berpendapat bahwa khauf dan roja‘ itu adakalanya, di satu saat ada sedikit sesuatu yang ditonjolkan. Contoh, kita harus menampakkan atau mengedepankan sisi khaufnya ketika kita sedang tertimpa rasa sakit, yang mengarah kepada kematian.

Nah dari sinilah, kita bisa mengingat ibadah yang pernah kita lakukan, yakini, percayai dan kita husnudz dzon bahwa ibadah yang kita lakukan itu ikhlas, harus juga disertai dengan rasa tawakal dan juga sabar bahwa berharap kepada Allah agar ibadah-ibadah yang sudah kita lakukan bisa menyembuhkan penyakit yang kita alami. (KHASMedia)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here