Ulumul Hadis, Manfaat Mempelajari Ilmu Hadis Dirāyah

0
3802

KHASKEMPEK.COM – Ketika umat Islam menyakini bahwa hadis Nabi Muhammad SAW. merupakan sumber dan pedoman hidup yang utama setelah al-Qur’an, maka kajian terhadap ilmu hadis menjadi sangat penting. Berikut ini adalah beberapa manfaat mempelajari ilmu hadis, antara lain:

a. Dengan mengkaji ilmu hadis, kita dapat menyeleksi hadis-hadis secara akademis untuk dijadikan sebagai pedoman hidup.

b. Dengan mempelajari ilmu hadis kita dapat mengetahui hadis-hadis yang shahih, dhaif, hasan, mauqūf, marfū’, maqbūl (dapat diterima), mardū’ (ditolak), ma’mūl bih (dapat diamalkan) dan gairu ma’mūl bih (tidak dapat diamalkan).

Penyusun kitab-kitab Ilmu Hadis Dirāyah

Ilmu hadis sebenarnya sudah ada sejak zaman Rasulullah masih hidup, akan tetapi ilmu ini terasa diperlukan setelah Rasulullah wafat, terutama sekali ketika umat Islam memulai upaya mengumpulkan hadis dan mengadakan perlawatan, sudah barang tentu secara langsung atau tidak, memerlukan kaidah-kaidah guna menyeleksi periwayatan hadis. Di sinilah Ilmu Hadis Dirayah mulai terwujud dalam bentuk kaidah-kaidah yang sederhana.

Kemudian dalam perkembangan selanjutnya kaidah-kaidah tersebut semakin disempurnakan oleh para ulama yang muncul pada abad ke-2 dan ke-3 Hijriyah, baik mereka yang secara khusus menspesialisasikan dirinya dalam mempelajari satu disiplin ilmu maupun bidang-bidang lainnya, sehingga menjadi satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri.

Sekalipun demikian, dalam perkembangannya tercatat bahwa ulama yang pertama kali menyusun ilmu hadis sebagai salah satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri secara lengkap adalah:

1. Al-Qāzī Abū Muhammad ar-Ramahurmuzī ( w. 360 H/975 M ), seorang ulama hadis non-Arab, asal Iran dengan kitab al-Muhaddiś al-Fāsil baina ar-Rāwī wa al-Wa’ī.

2. Imam Al-Hakim Abū Abdillah an-Naisaburī (321-405 H/948-1038 M) dengan kitab Ma’rifah Ulūm Al-Hadīś dan al-Madkhal ilā Kitab al-Iklīl.

3. Abu Na’im Al-Asfihanī ( w. 460 H) dengan kitab al-Mustakhraj

4. Al-Khātib Al-Bagdādī (w. 463 H) dengan kitab al-Kifayah fi ‘Ilm ar-Riwāyah.

5. Al-Qāzī ‘Iyaz (w. 544 H) dengan kitab al-Ilma’ fī Usūl ar-Riwāyah wa as-Simā’.

6. Abu Hafs ‘Umar bin Abdul Majid al-Mayanaji (w. 580 H.) dengan kitab Ma la Yasa’ al-Muhaddiś Jahluh.

7. Abu ‘Amar ‘Usman bin Salāh asy-Syahrazurī dengan kitab Ma’rifah Ulūm al-Hadīś atau yang dikenal dengan Muqaddimah Ibn Şalāh fi Ulūm al-Hadīś. Kitab yang terakhir ini telah di-syarah-i oleh para ulama berikutnya dan terdapat 27 mukhtasar (ringkasannya) sehingga dapat dijadikan pegangan oleh generasi berikutnya.

Sumber: Hadis-Ilmu Hadis/Kementerian Agama,- Jakarta : Kementerian Agama 2014.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here