Rindu Buya Ja’far

0
778

KHASKEMPEK.COM – Beliau adalah kakak tertua dari pandawa lima putra-putranya Kiai Aqil Siroj. Beliau mengajarkan kami kitab Alfiyah dari bait ke bait selama 2 tahun, dengan penuh kesungguhan, ketelatenan dan istiqomah. Pernah sesekali kita digaplok muter bagi siapa saja yang tidak ada “makna” pada satu lafadz tertentu dalam kitab Alfiyah, saking telatennya Buya pada kami.

Tidak ada kata libur ngaji bagi Buya Ja’far, meskipun kadang beliau dalam keadaan kurang sehat, sesekali ada satu dua tidak hadir mengaji pasti dipanggil, siapa saja yang tidak bisa membaca dan menjelaskan pelajaran pasti dihukum.

Kadang beliau menghukum satu kelas gara-gara satu anak yang tidak bisa menjelaskan materi. Tiap pagi kita diajarkan jantung berdetak lebih cepat dengan ketegasan dan kedisiplinan Buya Ja’far.

Kami rindu sosok Buya Ja’far akan keistiqamahan berjama’ahnya, bahkan kerap sebelum santri berdatangan di masjid, rindu bersholawat seribu setiap ba’da Shubuh, rindu teguran Buya setiap kali ada sampah berserak meskipun secuil, rindu suara Buya bersolawat istisqa tiap kali musim kemarau, rindu berdzikir bersama buya “ya Allah ya rohman ya rohim”, “ya qowiyu ya matin” tiap bakda Shubuh berjamaah.

Buya Ja’far selalu mengajarkan kita akan totalitas dalam bekerja, kesungguhan dalam belajar juga mengajar, mengajarkan untuk jangan pernah menyerah seberat apapun yang dihadapi, mengajarkan kedisiplinan, tepat waktu dalam hal apapun.

Rindu tak akan terobati kecuali dengan pertemuan, sowan dan bertawasul, berharap akan keridoan dan keberkahannya. Karena beliaulah, Sang Murobbi Hakiki.


اللهم اغفر له وارحمه رحمة واسعة، اللهم اجعل قبره روضة من رياض الجنان، اللهم اسكنه اعلى فسيح الجنان، مع النبين والصديقين والشهداء والصالحين… وانفعنا ببركته وبجاهه وبعلومه، آمين.

Maa syaAllaah teringat dulu, setahun khidmah nyetrika baju beliau (sebelum boyong), peci putih beliau saya bawa ke kamar (bangsal 13) dikira dikasih ke saya, pas lagi nyetrika, spontan teman-teman sekamar berebut tabaruk memakainya.

Seminggu kemudian, kang Fattah (khodam Abuya) teriak dari kejauhan, “Faiziiinn, mana peci putih Abuyaa!”, seketika saya berlari kencang ngebalikin peci putih Abuya, ternyata suruh di setrika.. dasar santri badung.

Penulis: Ahmad Faizin, Alumni MTM KHAS Kempek, Alfiyah Angkatan 2008, Alumni Al-Ahqaf Yaman, Pengajar di PP. Luhur Al-Tsaqafah Jakarta.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here