Relasi Agama dan Negara

0
348

KHASKEMPEK.COM – Indonesia adalah negara yang majemuk, terdiri dari beragam suku, budaya, agama dan lain sebagainya. Keberagaman ini terbingkai dalam Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu. Adagium ini penting dicermati secara mendalam, mengingat adagium ini terbukti ampuh dalam memayungi keberagaman bangsa Indonesia. Bahwa adanya keragaman dalam bangsa ini, adalah sebagai alasan mendasar untuk saling bersatu, bukan malah menjadi pemisah bahkan pemecah belah. Keberagaman ini harus diformulasikan sebagai representasi upaya keharmonisasian menuju bangsa yang berperadaban.

Sebagaimana yang telah kita sadari bersama, kemerdekaan bangsa ini melintasi jalan sejarah yang teramat panjang, melewati berbagai pemersalahan. Para pendahulu kita bersatu padu menyemaratakan cita-cita dan tujuan yakni berjuang memerdekakan bangsa. Perjuangan yang berdasarkan atas rasa yang sama dan tidak sama sekali mementingkan identitas. Berjuang diatas tanah yang suci membela negeri.

Keragaman yang dimiliki Indonesia ini dapat menjadi tantangan, tetapi juga bisa menjadi peluang, dikatakan sebagai tantangan, karena keragaman yang tidak dikelola dengan baik maka akan timbul benih-benih perpecahan, sebab diantaranya adalah minimnya rasa toleransi dan menghargai sesama anak bangsa. Terlebih persaingan politik belakangan ini, sering kali menggunakan sentimen ras, suku bahkan agama. Dikatakan peluang yakni ketika keragaman dapat dikelola menjadi kondisi sosio-kultural dan perbedaan ini disadari menjadi sunnatullah yang nanti pada gilirannya terbentuk sikap saling asah dan asuh. Perbedaan ini dijadikan sebagai pemantik dari saling mengenal, saling mengajar,dan saling berkolaborasi bersama membangun bangsa.

Ketika bangsa ini merdeka, munculah persoalan-persoalan baru, seperti penetapan dasar ideologi bangsa, persoalan ini cukup melewati masa yang lama. Kelompok ulama pada waktu itu beranggapan bahwa bangsa ini haruslah berideologikan Islam, di saat yang sama sebagian kelompok lain bersikukuh bahwa ideologi bangsa ini jangan berdasarkan agama, sebab bangsa ini bukan terdiri dari agama Islam saja.

Terjadi benturan antara agama dan negara. Hingga akhirnya para pendiri bangsa memutuskan ideologi bangsa dengan Pancasila. Pancasila adalah hasil pemikiran utuh dari ulama dan tokoh-tokoh nasonalis, bersama sama menyadari bangsa ini sangatlah beragam, dan Pancasila mampu mengawal dan menjaga persatuan dan keutuhan bangsa hingga saat ini.

Lantas Bagaimana Relasi Agama dan Negara?

Mengutip ucapan Buya Said diberbagai kesempatan pidatonya, agama tanpa nasionalisme tidak dapat menyatukan umat, nasionalis saja tanpa ada agama akan kering tidak memiliki nilai spiritual dan moral. Oleh karena itu agama dan negara tidak usah dipertentangkan. Tegasnya, spirit nasionalisme dan spirit agama haruslah disinergikan untuk membangun peradaban negara yang damai dan terhindar dari konflik.

Mbah Maimoen Zubair sering kali berpesan tentang negara, “Merah dan Putih”. Merah adalah negara dan putih adalah agama. Merah adalah nasionalis dan putih adalah relegius. Pungkasnya, Mbah Maimoen adalah ulama sekaligus negarawan.

Setidaknya ada tiga paradigma mengenai relasi agama dan negara. Pertama, paradigma integralistik, yakni beranggapan bahwa agama dan negara adalah satu kesatuan yang utuh yang tidak bisa dipisahkan, keduanya merupakan lembaga politik sekaligus lembaga agama.

Kedua, paradigma simbiotik. Yaitu hubungan antara agama dan negara sudah sampai pada posisi saling membutuhkan. Negara sebagai instrumen untuk mengajarkan dan menjalankan ritual beribadah, pun sebaliknya negara membutuhkan agama untuk sumber moral dan kekuatan spiritualnya. Ketiga paradigma sekularistik, berkeyakinan bahwa agama dan negara haruslah dipisah, keduanya adalah dua bentuk yang berbeda, sehingga keberadaan keduanya tidaklah sama, tidak dapat disinergikan.

Negara kita mengambil paradigma yang kedua, yaitu paradigma simbiotik, negara dan agama saling melengkapi dan membutuhkan, sehingga dirumuskanlah Pancasila sebagai ideologi negara. keputusan ini sudah final, negara kita, bukanlah negara Islam, melainkan Darus salam, “negara yang damai” negara yang didalamnya terdapat 6 agama, banyak bahasa dan budayanya.

Kita selaku santri Nusantara, mari saling bahu membahu menjaga dan membangun bangsa.

*Penulis: Nurul Anwar, Alumni KHAS Kempek Akhtual 2017

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here