Peran Global NU di Bawah Nakhoda KH Said Aqil Siroj

1
780

KHASKEMPEK.COM – Pencapaian seorang manusia tidak terlepas dari rangkaian kehidupan yang telah dilalui. Hal itu dirasakan betul oleh KH Said Aqil Siroj. Kiai yang saat ini masih menakhodai Nahdlatul Ulama sebagai Ketua Umum PBNU sejak 2010 itu menekankan prinsip keberkahan dalam hidup manusia.

Keberkahan secara harfiyah adalah kebaikan yang berlangsung terus-menerus (kontinu). Hal itu direfleksikan Kiai Said bahwa keberkahan yang melingkupi kehidupan dirinya tidak terlepas dari ‘berkat’ yang ia peroleh dan dapatkan ketika mengikuti dan memimpin slametan, tahlilan, dan yasinan.

‘Berkat’ adalah hidangan yang biasa diperoleh seseorang sehabis mengikuti atau memimpin sebuah slametan. Itu didapatkan Kiai Said, baik ketika dirinya masih menjadi santri hingga saat beliau menjadi salah satu Pengasuh di Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Jawa Barat.

“Saya sekarang bisa seperti ini karena ‘berkat’,” ujar KH Said Aqil Siroj mengungkapkan keberkahan hidup dari ‘berkat’ yang kerap ia makan. Tentu ‘berkat’ tidak lepas dari kehidupan santri dan masyarakat desa secara umum. Lebih daripada itu, Kiai Said sesungguhnya ingin menekankan kepada masyarakat bahwa tradisi dan budaya lokal harus terus diperkuat dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

‘Berkat’ itu membawa dirinya memimpin organisasi para kiai dan organisasi Islam terbesar di Indonesia yang mempunyai peran signifikan di tingkat global. Kiai Said sadar betul bahwa NU tidak hanya didirikan untuk merespon problem sosial-kemasyarakat dan kebangsaan, baik di tingkat nasional maupun internasional, tetapi juga memperkuat prinsip dan akidah Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja).

Penguatan Aswaja dilakukan oleh para kiai pesantren ketika merespon kebijakan Raja Saud untuk membatasi kebebasan bermazhab dan membongkar serta memindahkan makam Nabi Muhammad. Para kiai berinisiatif melakukan diplomasi dengan Raja Saud dengan membentuk Komite Hijaz sebagai perwakilan delegasi dalam pertemuan Muktamar Dunia Islam di Makkah. Komite ini terbentuk karena aspirasi para kiai pesantren tidak terakomodasi oleh kelompok Islam modernis-konservatif.

Peran global para kiai tersebut semakin dipahami oleh Kiai Said ketika dirinya justru menempuh studi selama 13 tahun di Arab Saudi. Negara yang menjadikan paham Wahabi sebagai mazhab negara. Puritanisme Wahabi dengan segala tradisi dan budayanya menyadarkan Kiai Said bahwa Indonesia sebagai sebuah bangsa lebih mampu berpikiran terbuka dan maju.

Di Makkah, untuk tetap menjaga sanad keilmuan dari para guru, Kiai Said pernah diajak KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sowan kepada Sayyid Alawi al-Maliki. Pertemuan tersebut menunjukkan ada keakraban dua ulama yang dikaguminya itu.

Hubungan akrab antara as-Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki dengan Gus Dur karena kakeknya, as-Sayyid Abbas bin Abdul Aziz al-Maliki adalah guru dari kakeknya Gus Dur, Hadratussyekh KH Muhammad Hasyim Asy’ari, Pendiri NU.

1 KOMENTAR

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here