Ngaji Tafsir QS. al-Baqarah Ayat 37, Taubat Penghantar Rahmat

0
849

KHASKEMPEK.COM – Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an QS. al-Baqarah ayat 37 sebagai berikut:


فَتَلَقَّىٰٓ ءَادَمُ مِن رَّبِّهِۦ كَلِمَٰتٖ فَتَابَ عَلَيۡهِۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ 

“Maka Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Dia kembali kepadanya (menerima taubatnya) .Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” ( al-Baqarah : 37)

Dipenghujung ayat ini, Allah menyatakan bahwa Dia menerima taubat Adam dan menegaskan bahwa Dia adalah Maha Penerima taubat. Kata ‘taubat’ berikut semua derivasinya, kadang disandarkan kepada manusia dan kadang disandarkan kepada Allah.

Makna asal kata taubat itu sendiri adalah ‘ar-ruju’ yang berarti ‘kembali’. Jika disandarkan kepada manusia, maka arti taubat adalah ‘ar-ruju’ ‘anil-ma’shiyah ilat-tha’ah’ (kembali dari perilaku maksiat menuju perilaku taat) dan jika disandarkan kepada Allah, artinya adalah ‘ar-ruju’ ‘anil ‘uqubah ilal-maghfirah’ (kembali dari kehendak menyiksa menuju pada pemberian ampunan).

Pernyataan bahwa Allah menerima taubat yang ditunjuk dengan kata ‘fataaba ‘alaih’ dan penegasan bahwa Allah Maha Penerima taubat yang ditunjuk dengan kata ‘innahu huwat-tawwab’ redaksinya menggunakan bentuk tunggal yang menunjuk kepada diri-Nya sendiri. Hal ini mengisyaratkan bahwa penerimaan taubat adalah wewenang penuh Allah swt. Tidak ada satupun makhluk yang terlibat dan dapat campur tangan terhadap persoalan taubat. Apakah diterima apakah ditolak.

Oleh karena itu, ketika  Nabi berdoa di perang Uhud agar tokoh-tokoh musyrik dikutuk Allah Swt karena  merasa terpukul melihat pamannya  (Hamzah ibn ‘Abdil Muthalib ra) terbunuh dan diperlakukan mayatnya secara sadis (perutnya dibelah, hatinya dikunyah oleh Hindun binti ‘Utbah) dan beliau sendiri terluka sampai berlumuran darah dan giginya patah berlumuran darah, Nabi diluruskan sikapnya oleh Allah Swt lewat firman-Nya:

لَيْسَ لَكَ مِنَ  الْاَمْرِ شَيْئٌ  أَوْ يَتُوْبَ  عَلَيْهِمْ  أَوْ يُعَذِّبَهُمْ

“Tak ada sedikitpun campur tanganmu  dalam urusan mereka (tokoh-tokoh musyrik Mekkah). Allah menerima taubat mereka atau mengadzab mereka” (Ali ‘Imran: 128).

Selanjutnya penggunaan ‘shighah mubalaghah’ (bentuk kata yang menunjuk arti melebihkan) pada kata ‘at-tawwab’ mengandung dua pengertian. Pengertian pertama adalah Allah sebagai ‘maalikul muluk’ (Sang Raja Diraja) dengan ‘ihsan’ (kebaikan-kemurahan hati) dan ‘rahmah’ (kasih sayang)-Nya yang maha luas tidak akan berhenti selalu menerima dan berulang-ulang menerima taubat hamba-hamba-Nya. Siapapun hamba-Nya yang datang dan walau berulang kali ia datang kembali menyatakan bertaubat, Allah tetap dengan senang hati menerimanya.

Berbeda dengan ‘muluk-ud dunya’ (raja-raja dunia). Sebijaksana apapun mereka, ketika menghadapii orang yang bersalah, mereka hanya sekali dua kali mau menerima alasan dan memberi ampunan. Lewat dari itu mereka tidak akan menerima meski dengan mengajukan berbagai alasan.

Pengertian kedua –sebagaimana dikemukakan al-Imam al-Ghazali- adalah Allah kembali dengan berkali-kali menunjuk cara yang memudahkan taubat untuk hamba-hamba-Nya dengan jalan menampakkan tanda-tanda kebesaran-Nya, menggiring mereka kepada peringatan-peringatan-Nya dan mengingatkan mereka pada ancaman-ancaman-Nya supaya sadar dan takut sehingga mereka mau bertaubat.

Demikian pula, kata ‘at-tawwab’ yang  dirangkai dengan kata ‘ar-rahim’ pada ayat diatas juga memberi dua pengertian. Pertama, kata  ‘arrahim’ itu ‘jaarin majral-‘illah’ bagi kata ‘at-tawwab’. Sehingga makna kandungannya adalah penerimaan taubat atau pengampunan Allah itu tidak terlepas (menjadi bagian) dari kasih sayang-Nya (dlorbun minar-rahmah). 

Dimana sebenarnya bisa saja Allah menghukum manusia atas kesalahan yang dilakukannya dengan hukuman yang setimpal atau sekedar menghukum meski ringan, tapii karena kasih sayang-Nya, Allah tidak lakukan malah sebaliknya memberi pengampunan. Kedua, ‘ar-rahmah min lawazimil-maghfirah’. Artinya ketika seorang hamba bertaubat, beristighfar memohon ampunan, Allah tidak hanya memberinya ampunan (maghfirah) saja, tetapi juga akan disusulkan padanya dengan pemberian anugrah (rahmah) sesuai dengan yang dibutuhkan.

Dengan kata lain taubat adalah penghantar rahmat. Karenanya Imam Hasan al-Bashri (Pembesar Tabi’in)  memberikan petunjuk menyelesaikan berbagai masalah dengan istighfar. Diceritakan bahwa suatu saat  empat orang laki-laki datang kepada beliau secara bergantian dengan masalahnya sendiri-sendiri. Orang Pertama datang mengadukan  kekeringan yang melanda karena hujan tidak kunjung turun dari langit. Hasan al-Bashri memberi nasihat kepada orang tersebut untuk beristighfar.

Orang Kedua datang mengadukan kemiskinan yang dideritanya. Hasan al-Bashri pun memberi nasihat kepada orang kedua ini untuk beristighfar. Orang Ketiga datang mengadu karena istrinya mandul tidak memiliki keturunan. Lagi-lagi Hasan al-Bashri memberi nasehat kepada orang ketiga ini pun untuk beristighfar. Orang Keempat datang mengeluhkan kebunnya yang gersang tidak dapat menumbuhkan tanaman.

Yang terakhir inipun diberi nasehat untuk beristighfar. Maka penasaranlah orang yang hadir menyaksikan Hasan al-Bashri memberi solusi yang sama untuk berbagai permasalahan yang berbeda. Berkata ia: “Anda ini aneh Imam. Semua orang yang datang meskipun problemnya berbeda-beda, solusi yang anda berikan sama yaitu istighfar“. Imam Hasan al-Bashri menjawab: “Itu bukan menurutku. Tidakkah kamu baca firman Allah:


فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوْا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا.   يُرْسِلِ السَّمآءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا.  وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِيْنَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ   أَنْهَارًا

“Maka aku katakan kepada mereka: Istighfarlah (mohon ampunlah) kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan meng-adakan untukmu kebun-kebun dan meng-adakan untukmu sungai-sungai” (Nuh:10-12).

Pantaslah kalau dinyatakan bahwa ‘al-istighfar sayyidud-du’a’ (istighfar adalah penghulu doa). Subhanallah, jika kita berharap mendapat rahmah sesungguhnya sangatlah mudah. Beristighfarlah!

Sumber: Buletin Al-Ghadier

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here