Ngaji Tafsir, Iqtibas 1 Surat Al Maidah Ayat 2

0
1143

KHASKEMPEK.COM – Ayat kedua surat Al Maidah dimulai dengan mengulang kembali seruan terhadap orang-orang beriman ياأيها الذين أمنوا (wahai orang-orang yang beriman) yang sudah diserukan pada ayat pertama. Tujuannya sebagai penekanan terhadap isi ayat ini, sebanding dengan penekanan pada isi ayat sebelumnya.

Kalau kita perhatikan, ayat sebelumnya dimulai dengan penjelasan akan karunia Allah kepada orang-orang mukmin dengan dihalalkannya mengkonsumsi binatang ternak, dan kemudian diakhiri dengan larangan berburu bagi orang yang sedang berihram. Ayat ini, sebaliknya, dimulai dengan penjelasan akan hal-hal yang terlarang kemudian dilanjutkan dengan diperbolehkannya berburu bagi mereka yang telah menyelesaikan ihram.

Uslub bahasa kontras seperti ini tidak lain untuk menjelaskan bahwa baik perkenan ataupun larangan, halal ataupun haram adalah sama-sama ketentuan Allah yang harus diperhatikan dan dipatuhi oleh orang-orang yang beriman. Untuk diketahui, Surat al Ma’idah ini adalah surat yang terbanyak memiliki ayat-ayat yang dimulai dengan seruan terhadap orang-orang beriman, yaitu 16 kali. Ibnu Mas’ud berkata: “Jika anda mendengar panggilan illahi ياأيها الذين أمنوا (wahai orang-orang yang beriman), siapkan lah dengan baik pendengaranmu karena sesungguhnya ada kebaikan yang Allah perintahkan atau keburukan yang Allah larang.”

Larangan pertama yang disebutkan dalam ayat ini adalah لا تحلوا شعائر الله/ janganlah kamu melanggar syi’ar-syiar Allah. Apa itu شعائر ? شعائر adalah jama dari شعيرة yang berarti syiar atau tanda. Ketika شعائر disandarkan kepada lafad Allah maka artinya adalah syiar atau tanda-tanda (agama) Allah, yaitu suatu yang dijadikan petunjuk akan adanya ketetapan atau hukum Allah pada dirinya.

Syiar-syiar Allah bisa berupa tempat seperti bukit Safa dan Marwah dimana orang-orang yang melaksanakan haji dan umrah diperintahkan untuk melakukan sa’i antar keduanya (QS: Al Baqoroh;158). Ia juga bisa berupa waktu seperti bulan-bulan yang dimuliakan. Seperti yang akan dijelaskan dibawah, pada bulan-bulan tersebut, seorang dilarang melakukan peperangan dan perbuatan-perbuatan aniaya yang lain.

Syiar Allah juga bisa berupa benda hidup seperti hewan yang dipersembahkan untuk Allah di saat berhaji atau berumroh. Semua itu masuk dalam tanda-tanda agama Allah yang tidak diperkenankan untuk dilanggar. Pelanggaranya berupa keengganan melaksanakan apa yang sudah menjadi ketetapan Allah berkaitan dengan tanda-tanda tersebut.

Kemudian ayat ini dilanjutkan dengan larangan yang lebih spisifik ولا الشهر الحرام (dan janganlah kamu melanggar kehormatan bulan-bulan yang dimuliakan). Bulan-bulan yang dimuliakan ada empat, yaitu bulan Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab. Bulan-bulan tersebut sudah mendapatkan posisi yang istimewa di mata orang-orang Arab bahkan jauh sebelum masa kenabian. Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram merupakan bulan-bulan dilaksanakannya ibadah haji sedangkan Rajab adalah bulan yang memiliki banyak keistimewaan dalam pandangan orang-orang Arab.

Al Quran mengabadikan apa yang sudah menjadi tradisi dan keyakinan masyarakat Arab dan menetapkan ketetapan-ketetapan hukum dan larangan-larangan yang berkaitan dengan bulan-bulan suci ini. Seperti melipatgandakan pahala dan sanksi setiap perbuatan baik dan buruk yang dilakukan di dalam bulan-bulan itu, melarang berperang dan menumpahkan darah, melarang perbuatan aniaya kepada orang lain, apapun alsannya, dan ketetapan-ketetapan lainnya.

Larangan melanggar kehormatan bulan-bulan yang dimuliakan dalam ayat ini artinya adalah kita semua dilarang untuk mengabaikan, atau bahkan menabrak ketetapan-ketetapan yang sudah ditentukan oleh Allah diatas.

Ayat ini juga melarang mengganggu al hadyu dan al qola’id ولا الهدي ولا القلائد. Al hadyu adalah binatang ternak yang dibawa ke tanah Haram untuk disembelih sebagai amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan al qola’id adalah jama dari qiladah yang berarti kalung. Qala’id merupakan jenis yang sama dengan al hadyu yaitu binatang ternak yang dipersembahkan untuk tanah Haram.

Perbedaannya dengan hadyu, binatang qala’id diberi tanda khusus, biasanya dengan dikalungi kayu-kayuan yang banyak tumbuh di tanah Haram. Tanda itu untuk menunjukkan bahwa binatang tersebut adalah binatang ternak pilihan dan oleh karena itu lebih baik ketimbang hadyu pada umumnya.

Larangan mengganggu binatang hadyu dan qola’id pada ayat ini maksudnya adalah larangan memperlakukan bintang-binatang tersebut dengan buruk atau menghalang-halanginya sehingga tidak dapat digunakan secara maksimal sesuai dengan peruntukan binatang-binatang itu dibawa ke tanah Haram.

Ada riwayat lain yang menjelaskan makna qala’id adalah kalung itu sendiri. Artinya, ayat ini melarang untuk merusak atau mencuri kalung-kalung yang disematkan di leher binatang-binatang yang dipersembahkan untuk tanah Haram. Larangan merusak kalung ini tentunya berimplikasi logis terhadap larangan memperlakukan buruk terhadap binatang-binatang yang dipakaikan kalung, bahkan lebih utama, karena jika kalungnya saja harus dilindungi, apa lagi binatangnya.

Ada juga yang mengatakan bahwa qola’id di sini maksudnya adalah kalung-kalung yang digunakan oleh sebagian orang Arab agar mereka tetap mendapatkan jaminan keamanan dari orang-orang di sekitar Mekkah, saat sebelum atau sesudah palaksanaan ritual haji. Ini sudah menjadi tradisi masyarakat Arab saat itu bahwa siapa yang berangkat ke tanah haram dan memberi tanda pada dirinya dengan memakai kalung atau memakaikan kalung pada binatang ternak yang dibawanya, maka ia akan aman sampai ia kembali ke kampung halamanya. Tradisi ini yang kemudian dipertahankan dan dikuatkan oleh Al qur’an dalam ayat ini. Terimaksih

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here