Mengenang Nyai Hindun, Putri Kiai Munawwir Krapyak yang Wafat di Makkah

3
3104
Almarhumah Nyai Hj. Hindun Munawwir dan putrinya, Nyai Hj. Jazilah Yusuf (Pengasuh Pondok Pesantren Putri Al-Munawwiroh Kempek, Cirebon) Foto: KHASMedia

KHASKEMPEK.COM – Pada hari Rabu (14/8) di Pondok Pesantren Putri Al Munawwiroh Kempek, Cirebon telah dilaksanakan semaan al-Qur’an dan tahlil bersama dalam rangka mengenang wafatnya Nyai Hindun Munawwir.

Haul Nyai Hindun yang digelar pada tanggal 13 Dzul Hijjah tahun ini dihadiri oleh para santri, alumni, nyai dan masyarakat sekitar serta keluarga besar Pondok Pesantren Putri Kempek, Cirebon juga Nyai Hj. Wiwik Fasihah Mufid bersama putranya Gus Azka dari PP. Sunan Pandanaran, Yogyakarta.

Dalam satu kesempatan, Nyai Hj. Jazilah Yusuf yang merupakan putri tunggal beliau, pernah bercerita bahwa ibunya itu wafat ketika sedang menunaikan ibadah haji di Makkah. “Mimie isun wafat ning tanah Arafah, tanggal 8 Dzul Hijjah,” tutur beliau.

Sambil berjemur matahari pagi didepan rumah, diatas kursi roda, setelah jalan-jalan keliling kampung ditemani santri, Nyai Jazilah melanjutkan ceritanya, “Ibu berangkat haji sekitar tahun 1971 bersama Kiai Dalhar, (adik dari Nyai Hindun) Krapyak, Yogyakarta.

“Dulu ketika saya berangkat haji, saya ingin berziarah langsung di tempat jasad ibu bersemayam. Saya sudah bersiap-siap menuju maqbaroh. Tetapi oleh seorang kiai, saya dilarang, lebih baik berdoa saja disini, didalam tenda,” tutur Nyai Jazilah sambil menatap kedepan, mengenang masa itu.

Mengajar al-Qur’an di Kempek

Nyai Hindun adalah putri dari KH Muhammad Munawwir pendiri Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta dari istri Nyai Salimah, Wonokromo, Yogyakarta dan Nyai Hindun adalah ibu dari Nyai Hj Jazilah Yusuf, pengasuh Pondok Pesantren Putri Al Munawwiroh Kempek, Cirebon.

Beliau menikah dengan Kiai Yusuf Harun, putra KH Harun Abdul Jalil. Kemudian beliau ikut suami menetap di Kempek. Di pesantren yang didirikan oleh Mbah Harun ini, beliau memperkenalkan dan mengajarkan al-Qur’an kepada santri-santri putri dengan metode sama persis yang didapatkan langsung dari Kiai Munawwir, ayahanda sekaligus gurunya.

Dari dulu sampai sekarang, di Kempek, santri mengaji dimulai dari hafalan surat al-Fatihah, lantas lafadz Tahiyyat, kemudian surat an-Nas sampai surat an-Naba’ (Juz ‘Amma bil hifdzi). Setelah khatam Juz ‘Amma, dilanjutkan dengan mengaji al-Qur’an yang dimulai dari surat al-Fatihah diteruskan ke surat al-Baqarah sampai khatam surat an-Nas (al-Qur’an bin nadzor).

Jadi santri putri yang mengaji al-Qur’an di Kempek itu secara otomatis sanadnya tersambung sampai ke KH Muhammad Munawwir Krapyak. Yaitu lewat jalur Nyai Jazilah Yusuf yang mengaji al-Qur’an dari Nyai Hindun Munawwir dan Nyai Hindun belajar langsung dengan ayahandanya, yaitu Mbah Munawwir.

Diceritakan oleh salah satu alumni yang dulu pernah ngaji langsung dengannya, pada saat itu Nyai Hindun dipanggil oleh santri-santri dengan panggilan Bude Hindun. Banyak amalan-amalan Bude Hindun yang disampaikan kepada santri-santri untuk diamalkan, yaitu membaca surat Al-Fatihah dan ayat Kursi 7 kali ba’da shalat Maghrib. Kemudian ba’da shalat Shubuh dan Ashar membaca Asmaul Husna.

Konon, Asmaul Husna ini dibawa langsung oleh Bude Hindun dari Krapyak, kemudian disampaikan dan diamalkan untuk dibaca bersama santri putri dengan teks dan nada yang khusus. Dimana Asmaul Husan tersebut tetap dipraktikkan oleh santri putri sampai sekarang.

Inilah sedikit tulisan tentang Nyai Hindun. Semoga kita semua, santri-santri putri pondok pesantren Kempek bisa meneladani laku lampah beliau dan mengamalkan amalan-amalan dari beliau sehingga kelak menjadi wanita yang shalilah. Seperti dawuhnya KH Munawwir kepada Nyai Hindun: “Orang hafal al-Quran, mengamalkan isi kitab Majmu’ dan Mudzakarat, insya Allah menjadi orang shalihah.” Amien… (KHASMedia)

Sumber: Wawancara dengan Nyai Hj. Jazilah Yusuf dan Nyai Hj. Daimah Nashier. Buku referensi: Silsilah Dzurriyyah Bani Muhammad Munawwir dan K.H.M. Moenauwir al-Marhum Pendiri Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta.

Catatan: Kalau ada keterangan yang salah atau kurang tepat mohon dikoreksi demi berkembangnya budaya literasi di pesantren.

3 KOMENTAR

  1. Cerita yang kurang lebih sama yang saya dengar dari ayahanda kami (KH.Dalhar Munawir), satu2nya saksi hidup yg mendampimginya beliau saat melaksanakan haji.
    Kerika menjelang ajal, beliau ( Bu Nyai Hindun ) sempat ditanya oleh KH Dalhar Munawir, “opo yu “(mbakyu) … beliau menunjuk nunjuk arah sambil mengatakan ‘ Arafah..arafah..)
    Wallahu aklam bissowab.
    FATHONI DALHAR MUNAWWIR ( GUS ITHON)
    JEDDAH, SAUDI ARABIA

  2. Cerita yang kurang lebih sama yang saya dengar dari ayahanda kami (KH.Dalhar Munawir), satu2nya saksi hidup yg mendampimginya beliau saat melaksanakan haji.
    Kerika menjelang ajal, beliau ( Bu Nyai Hindun ) sempat ditanya oleh KH Dalhar Munawir, “opo yu “(mbakyu) … beliau menunjuk nunjuk arah sambil mengatakan ‘ Arafah..arafah..)
    Wallahu aklam bissowab.
    FATHONI DALHAR MUNAWWIR ( GUS ITHON)
    JEDDAH, SAUDI ARABIA

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here