Makanan Ahli Surga di Ruang Tamu Kiai

0
804

KHASKEMPEK.COM – Kisah ini terjadi sekitar dua tahun silam. Saat penulis masih nyantri di Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon yang di bawah asuhan KH M. Musthofa ‘Aqil Siroj dan KH Ni’amillah ‘Aqil Siroj.

Saat itu penulis sowan ke ndalem Bapa’ (panggilan akrab KH M. Musthofa Aqil bagi para santrinya) untuk ihwal tertentu. Seingat saya waktu itu pukul 18.30. Saya yang sudah jauh-jauh hari “mengintai” rumah Bapa’, untuk memastikan apa Bapa’ ada di rumah atau lagi tindak (bahasa halus untuk kata “keluar rumah” bagi kiai).

Bukan apa-apa. Bapa’ adalah kiai yang jadwalnya sangat padat. Mengisi ceramah dari satu desa ke desa yang lain dan dari satu kota ke kota yang lain. Apalagi waktu itu masih bulan Syawal. Bulan dimana banyak acara Walimahan. Bulan Syawal kan bulan baik untuk melaksanakan akad nikah menurut Islam.

Wajar saja jika saya langsung “blingsat” ke rumah Bapa’ untuk sowan begitu mendengar kabar Bapa’ sedang ada di ndalem (istilah “rumah” untuk kiai). Bagi saya waktu itu adalah kesempatan emas yang memang hanya waktu itu saja.

Bisa jadi Bapa’ ada di ndalem pada waktu itu, tapi tindakan lagi dua atau tiga jam berikutnya untuk memenuhi undangan ceramah yang sudah dilist satu bulan sebelumnya. Memang, untuk meminta kesediaan ceramah tidak boleh dadakan. Biasanya satu bulan sebelum acara. Hal ini untuk memastikan dapat waktu kosong dari rentetan tanggal yang sudah dipesan oleh ratusan sohibul hajat.

Saya merasa lega karena kebetulan di ndalem tampak sepi. Tidak terlihat “unggah-ungguh” rombongan sowan. Sebagaimana kiai pada umumnya, ndalem kiai tentu tidak pernah sepi dari orang sowan. Apalagi ini masih bulan Syawal. Bulan dimana banyak orang silaturrahim. (Karena sepi berarti bisa langsung menghadap sowan).

Jadi kiai itu banyak tanggung jawabnya. Di samping membimbing ribuan santri juga melayani bejubel tamu yang datang dari berbagai penjuru. Belum lagi memenuhi undangan ceramah dari luar.

Saya masuk setelah sebelumnya dipersilahkan oleh khodim (abdi dalem) Bapa’, lupa siapa namanaya. Saya menunggu Bapa’ penuh takzim di ruang tamu itu. Selang beberapa menit kemudian rombongan demi rombongan tamu datang, entah berasal darimana saja mereka. “Waduh, bakal nuggu lama nih,” batinku melihat rombongan tamu yang entah darimana saja.

Saya masih dalam posisi takzim di ruangan itu. Sambil bergeser tempat duduk ke belakang. Biar mereka duluan saja yang sowan ke Bapa’. Lagian biasanya Bapa’ lebih mengutamakan tamu luar. Kalau santri kan masih satu lingkungan pondok dengan kiai. Artinya santri bisa kapan saja datang untuk sowan. Lain halnya dengan tamu luar, apalagi kalau dari jauh.

Kaki saya mulai kesemutan menunggu tamu habis. Waktu sudah pukul 19.50 WIB. 10 menit lagi Isya. Di Kempek biasa Isyanya pukul 20.00 WIB. Itu artinya sudah satu jam lebih saya menunggu dari pukul 18.30 WIB. Selama satu jam itu saya terus menunduk takzim. Rasanya leher ini mau putus dengan posisi kepala yang untuk menolehpun -untuk merilekskan leher- rasanya kurang sopan.

Di tengah-tengah penjamuan tamu ada anak kecil yang masih dari rombongan tamu yang entah rombongan ketiga atau keempat. Memang dasar anak kecil, lari ke sana kemari di ruang tamu itu. Sesekali serobotan dengan seenaknya membuka toples dan membalikannya sampai isinya tumpah ruah. “Duh, inikan rumah kiai. Coba dong yang bawa anak dikondisikan,” saya menbatin sedikit kesal pada robongan itu.

Tamu itu langsung menggapai si kecil tadi. Merasa tidak enak dengan laku kekanak-kanakan anaknya. Tapi sebelum digapai anak itu, Bapa’ malah ngendika, “Sudah biarin. Biar jadi makanan ahli surga,” dengan ramah dan tanpa nada kesal sedikitpun.

Makanan ahli surga? Maksudnya bagaimana? Pikir saya di ruangan itu. Masih dalam posisi duduk takzim.

Memang, anak seorang muslim yang meninggal sebelum baligh akan masuk surga dan memberi syafaat bagi kedua orang tuanya. Saya mulai “ngeh” apa yang dimaksud Bapa’ barusan.

Dalam satu hadis riwayat Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَا مِنَ النَّاسِ مِنْ مُسْلِمٍ يُتَوَفَّى لَهُ ثَلاَثٌ لَمْ يَبْلُغُوا الْحِنْثَ ، إِلاَّ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ بِفَضْلِ رَحْمَتِهِ إِيَّاهُمْ

“Tidaklah seorang muslim yang ditinggal mati oleh tiga anaknya, yang belum baligh, kecuali Allah akan memasukkannya ke dalam surga dengan rahmat yang Allah berikan kepadanya.” (HR. Bukhari 1248 dan Nasai 1884).

Begitulah tindak-lampah seorang ‘alim. Apapun yang dilakukannya selalu dilandasi dengan ilmu. Termasuk dalam melayani setiap tamu yang sowan. Andai saja tanpa dilandasi ilmu, untuk orang seperti saya pasti kesal melihat ada tamu kok malah numpahin isi toples.

Jam menunjukan pukul 19.55 WIB. Tamu sudah pulang semua. Sayapun sudah bisa sowan dan matur ke Bapa’ ihwal sowan saya. (KHASMedia)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here