Kitab Az-Zubdah An-Naqiyyah, Bukti Cinta Kiai Aqiel Siroj Kepada Ilmu Nahwu

0
993

KHASKEMPEK.COM – Kiai Aqiel Siroj merupakan salah satu Kiai Cirebon yang mempunyai keturunan luar biasa, beliau merupakan putra dari Kiai Siroj dan Nyai Fatimah Gedongan, Cirebon. Beliau lahir pada tahun 1920 dan wafat tahun 1991 M.

Tumbuh di lingkungan pesantren membuat Kiai Aqiel memiliki rasa cinta begitu besar terhadap ilmu-ilmu pesantren dan tanah kelahirannya. Cinta tanah air atau nasionalisme sudah diajarkan lama oleh para kiai, dengan cara menamakan pesantrennya dengan tempat di mana pesantren itu berdiri. Seperti Gedongan, Buntet, Babakan, Kempek dan pesantren lainnya.

Rasa cinta yang dimiliki Kiai Aqiel bukan sebatas ucapan belaka, sebab cinta bukan sebatas ungkapan, tapi juga sebuah pembuktian untuk memberikan sesuatu kepada yang dicinta. Itulah yang dilakukan KH Aqiel Siroj dalam bukti cintanya terhadap ilmu nahwu. Kiai Aqiel merupakan salah satu Kiai Cirebon yang piawai dalam masalah ilmu nahwu. Dalam catatan pendidikan, beliau belajar Alfiyyah kepada Kiai Kholil Kasingan Rembang dan Kiai Kholil Bangkalan Madura.

Bekal pengetahuan nahwu dari para guru beliau, Kiai Aqiel membuat kitab Zubdah an-Naqiyyah fi Tarjamah al-Ajurumiyyah, sebuah kitab yang mengupas lafadz-lafadz Jurmiyah dengan bahasa Jawa, dengan menggunakan huruf pegon-Jawa.

Dalam pembukaan kitab tersebut, Kiai Aqiel mengatakan bahwa Jurmiyah adalah kitab yang kecil namun besar sekali manfaatnya, sehingga selalu dikaji di setiap pesantren. Oleh karena itu, beliau ikut mengabdikan diri pada Jurmiyah sebagai rasa cintanya dengan membuat tarjamah Jurmiyah berbahasa Jawa, dengan nama Zubdah an-Naqiyyah fi Tarjamah al-Ajurumiyyah”.

Penulisan kitab yang menggunakan pegon-Jawa, sebagai bukti cintanya Kiai Aqiel terhadap bahasa Jawa. Pernyataan ini bukan berarti, Kiai Indonesia yang menuliskan kitab dengan bahasa Arab, tidak cinta Indonesia. Seperti yang dikatakan Islah Gusmian; Kiai Nusantara dalam perkembangannya selalu menuliskan karya dengan bahasa Daerah.

Penulisan kitab dengan menggunakan bahasa daerah bertujuan untuk memudahkan masyarakat sekitar. Kiai Shaleh Darat pun berbicara demikian dalam pembukaan “Faidl Al-Rahman Fi Tafsiri Tarjamati Kalami Maliki Al-Dayyan”, bahwa banyak ulama yang mengarang kitab dengan menggunakan bahasa Arab dan orang awam susah untuk memahaminya, sehingga dibuatlah “Faidl Al-Rahman Fi Tafsiri Tarjamati Kalami Maliki Al-Dayyan”.

Dalam “Al-Wajiz Fi Ilmi Al-Qur’an Al-Aziz”, Kiai Shaleh Darat juga berkata bahwa tidak harus menuliskan kitab dengan bahasa Arab. Hal itu senada dengan apa yang diungkapkan Kiai Aqiel dalam Zubdah an-Naqiyyah fi Tarjamah al-Ajurumiyyah”,Isun gawe terjemah Jurmiyah kelawan basa Jawa supados gampilaken murid-murid ingkang belajar Jurmiyah”. (Saya membuat terjemah Jurmiyah dengan bahasa Jawa agar memudahkan para santri yang mempelajarinya.

Begitulah pengabdian Kiai Aqiel terhadap ilmu atas dasar cinta. Beliau akan selalu memberikan sebuah kemudahan agar para santri bisa memahami kitab kuning. Tidak sedikit kesaksian dari para santri, melihat kiai Aqiel begitu telaten mengajar santri, menulis menggunakan kapur di papan tulis demi memberikan pemahaman kepada para santri, sampai akhirnya beliau mengidap penyakit asma.

Bukan hanya Zubdah an-Naqiyyah fi Tarjamah al-Ajurumiyyah yang beliau tulis, beliau juga menuliskan kitab tasrifan, yang kemudian dikenal dengan tasrifan Kempek. Sebagai catatan, di pesantren Kempek ada dua kitab tasrifan, yaitu tasrifan yang ditulis Kiai Harun Abdul Jalil, pendiri pesantren Kempek dan tasrifan yang ditulis Kiai Aqiel, santri sekaligus menantu dari Kiai Abdul Jalil.

Kiai Aqiel menuliskan tasrifan Kempek dengan menggabungkan dua tasrifan, yaitu tasrifan Jombang yang ditulis Kiai Ali Ma’sum dan tasrifan Indramayu yang ditulis Kiai Yusuf Indramayu, yang merupakan guru dari Kiai Harun Abdul Jalil. Masih banyak lagi buah tangan yang dihasilkan Kiai Aqiel dalam masalah ilmu alat, yang untuk sementara ini masih Zubdah an-Naqiyyah fi Tarjamah al-Ajurumiyyah dan Tasrifan Kempek yang dikaji para santri Pesantren KHAS Kempek.

Sehingga tidak heran jika putra-putra beliau menjadi orang hebat semua sebab ada istilah Taqwa Al-Ushul Tanfa’u Al-Furu’, yang artinya ketakwaan orang tua akan memberikan dampak positif untuk anak-anaknya. Semoga para santri bisa ikut meneladani para Kiai yang tiada hentinya mencintai ilmu dengan menghasilkan berbagai macam karya yang bisa bermanfaat bagi generasi santri selanjutnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here