Kisah Kesederhanaan Kiai Aqiel Siroj dan Nyai Afifah Harun

0
1506

KHASKEMPEK.COM – Syahdan, suatu hari tokoh kita ini berniat  membelikan perhiasan emas untuk istrinya. Ini hal yang istimewa bagi seorang kiai  yang hidup sederhana.

Niat itu rupanya baru kesampaian setelah ia memperoleh uang cukup lumayan dari hasil panen kacang hijau. Dalam perjalanan pulang dari toko emas ke rumahnya, ia harus naik becak dulu, yang kemudian disambung dengan naik kendaraan umum.

Saat itu kendaraan umum masih jarang sehingga ia harus menunggu berjam-jam. Tetapi ketika dia masih berada  di becak, kendaraan umum itu lewat. Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, ia pun  langsung turun dari becak dan naik ke kendaraan umum tadi. Sesampai di rumah, ia  disambut istrinya yang sudah lama menunggu dan berharap.

“Bah, mana emasnya?” tanya istrinya.

“Lupa Mi. Tadi sewaktu Abah naik becak ada mobil datang, Abah khawatir ketinggalan mobil. Emas itu ketinggalan di becak. Ya sudah Mi, memang belum rezeki kita.”

Itulah sepenggal kisah tentang Kiai Aqil Siroj,  ulama  kharismatik dari Kempek,  Cirebon,  yang juga diyakini sebagai waliyullah. Hidup kiai “kampung”  ini memang tergolong sederhana.  Seperti diungkapkan putranya, KH Said Aqil Siroj, hidup keluarga mereka serba pas-pasan.

“Jangankan sepeda ontel, membeli rokok saja ayah saya tidak mampu,” kata Said. Namun demikian,  Kiai Aqil memiliki pribadi yang kuat dalam memegang prinsip. Ia menggunakan sebagian besar waktunya untuk melayani umat. Mulai dari kaum santri, petani, pedagang hingga para pejabat, datang untuk mengharapkan barokahnya.

Kiai Aqil Siroj lahir di Gedongan, Cirebon, tahun 1920. Ia putra ketiga dari pasangan K.H. Siroj dan Nyai Fathimah. Ayahnya seorang kiai besar yang juga dipercaya sebgai waliyullah. Mula-mula Aqil  belajar agama di Pondok Pesantren Gedongan, asuhan ayahnya. Setelah merasa cukup menimba ilmu di lingkungan keluarga kemudian mesantren di Pondok Pesantren Kempek dibawah pimpinan K.H. Harun, selama lima tahun. Kemudian nyantri di Kasingan Rembang di bawah asuhan K.H. Kholil Harun, selama dua tahun. Setelah itu, Kiai Aqil meneruskan pencarian ilmu ke Pondok Pesantren Lirboyo selama tiga tahun.

Setelah selesai mengembara mencari ilmu di berbagai pondok pesantren di Jawa Timur Kiai Aqil pulang ke Cirebon dan aktif  bertablig di sekitar wilayah Cirebon, menyebarkan ajaran Islam. Di pesantren, Kiai Aqil selalu mewajibkan para santri untuk sholat berjama’ah lima waktu.  Kiai Aqil Siroj menikah dengan Nyai Hj. Afifah Harun,  putri  K.H. Harun bin K.H. Abdul Jalil dari Pondok Pesantren Kempek.

Pernikahan mereka dikaruniai lima putra masing-masing bernama: K.H. Ja’far Shodiq Aqiel Siroj; Prof. Dr. K.H. Said Aqiel Siroj (ketua umum PBNU);  K.H. Moh. Musthofa Aqiel Siroj; K.H. Ahsin Syifa Aqiel Siroj; dan K.H. Ni’amillah Aqiel Siroj. Pada tahun 1960 untuk mengefektifkan pendidikan di Pesantren Kempek Kiai Aqil Siroj mendirikan  Majelis Tarbiyatul Mubtadi-ien (MTM) yang terintegrasi dengan Pesantren Kempek. 

Tahun 1990 K.H. Aqil Siroj wafat. Kepemimpinan MTM  dipegang putra tertuanya H. Ja’far Shodiq Aqiel Siroj. Untuk menaungi MTM ini, H. Ja’far Shodiq Aqil Siroj dibantu adik–adiknya yakni Prof.  KH Said Aqiel Siroj  K. H. Moh. Musthofa Aqil Siroj, KH. Ahsin Syifa Aqiel Siroj, KH. Ni’amillah Aqiel Siroj, pada tahun 1995 mendirikan Yayasan Kiai Haji Siroj (KHAS). Setelah MTM Pondok Pesantren Kempek pun berubah nama menjadi Pondok Pesantren KHAS Kempek.

Ada cerita menarik menjelang Kiai Aqil Siroj wafat. Rupanya dia sudah mengetahui atau merasa bahwa hari-hari terakhirnya sudah dekat. Ketika sakit, ia dirawat di rumah sakit. Setelah beberapa hari diopname, namun belum ada tanda-tanda akan sembuh. Minggu malam, pihak rumah sakit dan keluarga dikejutkan karena Kiai Aqil memaksa diri untuk pulang.

Esoknya, pihak rumah sakit kebingungan  karena Kiai Aqil  tidak ada di rumah sakit. Ternyata ia pulang ke rumah tanpa pamit melalui sebuah karomah yaitu menghilang dan seketika sudah ada di kamar pribadinya. Tidak ada yang mengetahui misteri apa di balik kekerasan hati Kyai Aqil tersebut. Konon, pada hari Minggu itu Kai Aqil sudah ditemui oleh  Izrail, malaikat sang pencabut nyawa.

Setelah Izrail memastikan bahwa yang dia tanya adalah Aqil Siroj, malaikat itu pun menghilang. Itulah sebabnya ia ngotot  untuk segera pulang. Jika ajal sudah di ambang pintu, buat apa berada di rumah sakit? Dan memasuki hari Rabu, Kiai Aqil pun wafat. Yakni pada 10 Agustus 1990.

Sumber: A. Suryana Sudrajat Panji Masyarakat judul asli: Cerita Khas dari Pesantren KHAS Kempek

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here