Kiai Musthofa Aqil dan Keistiqomahan Mengaji Kitab Ihya Ulumudin

0
1364

KHASKEMPEK.COM – Mayoritas pesantren di Nusantara pastinya mengaji kitab Ihya Ulumuddin. kitab ini pada keumumannya dikaji dengan metode bandongan atau pasaran, namun ada juga pondok pesantren yang menjadikan kitab Ihya Ulumuddin sebagai kurikulum pendidikan. Ini artinya kitab tersebut bisa dijadikan syarat untuk naik kelas. Termasuk di Pondok Pesantren KHAS kempek Cirebon, kitab Ihya ini dikaji dengan metode pasaran. Kajian kitab Ihya Ulumuddin ini dipimpin langsung oleh pengasuh Bapa KH Mustofa Aqil Siroj.

Sekarang, kajian kitab Ihya Ulumuddin, tidak saja menyasar ke kalangan sarungan-tradisional, melainkan Ihya mulai digandrungi oleh masyarakat urban, seolah-olah kitab Ihya yang dikatakan sakral dan rumit, dapat membaur dengan mereka bahkan menjadi komunitas tongkrongan kopi diperkotaan, sebut saja kopdar Ihya Ulumuddinnya pak Ulil Abshar Abdalla. Ditangan beliau, kitab Ihya mampu diracik dengan sedemikian rupa sehingga renyah untuk dipahami. Karenanya, kajian kitab Ihya Ulumuddin kini ada diberbagai pelosok daerah.

Kembali ke kiai Musthofa, beliau istiqomah dan aktif mengaji kitab Ihya sejak dulu. Alhamdulillah dulu ketika mondok dikempek saya diberi kesempatan bisa ikut tabarukan khataman kitab ihya, pada saat itu beliau mengundang Gus Qoyyum Lasem, luar biasa kedalaman ilmunya. Serasa saat itu Al-Ghadir dinaungi kekeramatannya Imam Ghozali. Masih terbersit jelas dipikiran saya, dulu sewaktu ngaji dengan beliau, kiai Musthofa menekankan kepada para santrinya agar rajin ikut ngaji.

Biasanya kiai Musthofa, mulai ngaji pasaran dipagi hari, didahului dengan ngaji Tafsir Jalalain, formulasi yang sangat epic antara kitab tafsir jalalain dan Ihya Ulumuddinnya. Tafsir Jalalain adalah hasil dari kolaborasi dua ulama masyhur kala itu. Sementara Ihya Ulumuddin tercipta dari perenungan panjang Imam Al-Ghazali.

Aku yakin kiai Musthofa memiliki big planning-grand desain yang luar biasa, kini dan seterusnya, beliau sengaja menyajikan tafsir Qur’an dan dilanjutkan dengan Ihya Ulumuddin dipagi hari agar menata memandu, menuntun gerakan santri, memberi asupan nutrisi spiritual. Beliau paham kebutuhan santri, pemahamannya sangat terukur dan tajam pun dibekali pengalaman spiritual yang tinggi.

Aku paham, kiai Musthofa begitu sibuk mendakwahkan risalah nabi, namun biarpun begitu, beliau selalu menyempatkan mengaji, semangatnya luar biasa. Aku paham beliau dalam kondisi lelah, namun masih menyempatkan ngimami jamaah. aku ingat betul ditengah beliau bacakan kitab Ihya atau Tafsir, ada sesaat waktu beliau tertidur, dalam kondisi tangan masih memegangi kitab, beberapa saat kemudian terbangun, kembali membacakan kitab. Cara pembacaan kitab yang lugas, tegas, mengahadirkan khazanah keilmuan yang luas. Begitulah keistiqomahan beliau mengaji Kitab Ihya Ulumudin.

Biografi Abu Hamid Al-Ghozali

Agar lebih mengenal kitab Ihya Ulumuddin yang dikaji kiai Musthofa kepada santri santrinya, aku dengan sengaja meringkas biografi beliau sebisa mungkin.

Abu Hamid Al-Ghozali dilahirkan pada pertengahan abad ke-5, bertepatan dengan tahun 450 M di Thus, sebuah kota di Khurasan. Tidak lama setelah kelahirannya, ayahnya meninggal dunia. Pada masa kecil, Al-Ghozali hidup dalam kondisi yang miskin, namun Imam Al Ghozali, mendapatkan bimbingan dari seorang sufi, yang nantinya akan menitipkan Imam Al-Ghazali disekolahan bagi orang-orang yang kurang mampu.

Di Thus, Al-Ghozali belajar berbagai ilmu pengetahuan. Setelah itu, ia pergi ke Jurjan, kemudian ke Naisabur, pada saat Imam Haramain “Cahaya Agama”, Al-Juwaini, menjabat sebagai Madrasah Nizhamiyyah. Di bawah asuhan Al-Juwaini ini, Al-Ghozali mempelajari ilmu fiqih, ushul, manthiq, dan kalam, hingga kematian memisahkan keduanya ketika Al-Juwaini meninggal dunia Pada tahun 478 H, Al -Ghozali keluar dari Naisabur menuju ke Mu’askar dan ia menetap di sana sampai diangkat menjadi tenaga pengajar di Madrasah Nizhamiyyah di Baghdad pada tahun 484 H.

Di tempat ini, Al-Ghozali mencapai puncak prestisius dalam karir keilmunnya, sehingga kuliahnya dihadiri oleh tiga ratus ulama terkemuka. Karena suatu persoalan, ia keluar dari Madrasah Nizhamiyyah menuju pengasingan di padang pasir selama Sembilan tahun. Dalam rentang waktu itu, al-ghozali berkunjung ke Syam, Hijaz, dan Mesir untuk kemudian kembali ke Naisabur. Setelah itu, ia kembali lagi ke Thus hingga menembuskan nafas terakhinya pada 14 Jumadil Akhir 505 H.

Kitab Ihya merupakan kitab fenomenal yang telah berusia ratusan tahun, karya Imam Ghozali ini lahir dari situasi zaman yang bergejolak, Sang penulisnya mengerti kebutuhan yang memenuhi dahaga spiritual, Imam Ghozali betul betul menghidupkan kembali ilmu ilmu agama dan memberikan gaya dorong serta momentum yang diberikan ulama dan pemikir pendahulunya.

Kitab ini merupakan kitab yang membahas tentang kaidah dan prinsip dalam menyucikan jiwa, disajkan melalui 4 bab pokok:

1. Ibadah (Rub’ul ‘Ibadah)
2. Adat kebiasaan (Rub’ul ‘Adat)
3. Suatu yang membinasakan (Rub’ul Muhlikat)
4. Suatu yang menyelamatkan (Rub’ul Munjiyat)
(Di kutip dari muqodimah kitab Tahafutul Falasifah yang di tahqiq oleh Sulaiman Dunya).

Terakhir, aku sebagai santri kiai Musthofa dipesantren KHAS Kempek, semoga doaku tak pernah putus mendoakannya terlebih keluarga besar Masyayikh Kempek, semoga diberikan kesehatan. Bagiku Kempek adalah pondasi awal bagi kehidupan selanjutnya. Terimakasih Kempek dengan segala perjuangannya.

*Oleh sang pengafal: Muhammad Ghozi al-Fatih, punggawa Akhtual 2017

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here