Kiai Muhammad Bin Ja’far dan Konektivitas Pesantren

0
496

KHASKEMPEK.COM – Jika bertanya asal muasal nama ‘kamso’ disematkan pada angkatan Alfiyah kami ‘Alfiyah Ikhtishos 19’ adalah kang Muhammad Bin Ja’far, kiai muda dengan semangat dan visi yang luar biasa, mendidik kami dengan segala kejenakaannya. Kadang ditengah asyik beliau menerangkan materi pelajaran yang dikaji beliau masih sempat membuat kelakar terhadap golongan kami yang amburadul.

Waktu itu entah ketika kami tak mengerti istilah atau ucapan materi beliau yang terlampau modern untuk kami sehingga beliau berkelakar “Dasar golongan kamso (kampungan ndeso),” ucap beliau.

Sontak saja membuat kelas kami tertawa kegirangan. Sejak saat itu nama Kamso melekat pada angkatan alfiyah kami, karena mungkin jika dipikir-pikir kamsoh keren juga yah untuk sebuah sebutan atau panggilan.

Bahkan untuk kegiatan rutinan kami seperti ziarah bersama atau sekedar hiburan seperti engkeg (jalan-jalan sore) kami menyebutnya ngamso. Mungkin agar terdengar lebih bersahabat dan tidak terkesan ngalimi.

Sejak saat itulah kamsoh adalah istilah keren untuk golongan kami. Hingga saat waktu menjelang alumni dan perhelatan akbar khotmil Alfiyah, kami memutuskan untuk menggantinya dengan laqob yang lebih sopan yakni Al-Ikhtishos.

Beliau menegaskan bahwa alumni harus tetap menjaga konektivitas dengan pesantren, menjaga tali silaturahim dan adab terhadap para masyayikh. Menurut penuturan beliau, hubungan antara santri dan pesantren itu ada 2:

1. Ada yang bersifat lahiriyah, seperti berkunjung ke pesantren saat ada hajat atau hari-hari besar (haul, idul fitri) dan melalui komunikasi medsos, “Kuh cung, kang Muhammad standby bae jeh ning WA gah,” ujarnya.

2. Bersifat batiniyah, seperti lewat untaian do’a-do’a dan selalu bartawasul serta ziarah terhadap para masyayikh dan sesepuh muasis pesantren.

والله اعلم

Penulis: Hasyim Ali

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here