KH Umar Sholeh Kempek dan Dawuhnya yang Selalu Ditunggu

0
3559

KHASKEMPEK.COM – Sikapnya yang tegas dalam menentukan hukum adalah ciri khas dari kiai asal pesantren Kempek, Cirebon ini. Beliau adalah Al-maghfurlah Romo KH Umar Sholeh, salah satu putra dari pasangan Mbah Harun dengan Nyai Mutimmah.

Beliau merupakan kiai pesantren yang dawuh-dawuhnya selalu menjadi rujukan dan pegangan bagi para kiai, alumni, santri dan masyarakat sekitar wilayah Cirebon. Oleh karena itu, dawuh beliau selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat.

Misalnya, dalam menentukan tanggal satu bulan Syawwal atau penentuan hari raya Idul Fitri, masyarakat Cirebon dan sekitarnya pada saat itu, pasti akan menunggu dawuh Kiai Umar. Bahkan ada kiai dari Indramayu yang menelpon kepada beliau untuk memastikan dengan mendapatkan jawaban langsung. Di mana beliau dawuh itu bersumber dari keputusan PBNU.

Walid (panggilan santri kepada Kiai Umar) merupakan kiai yang alim dalam memahami kitab-kitab kuning. Beliau juga pakar al-Qur’an yang sanad (syahadah) dari gurunya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW.

Kiai Umar muda mengaji al-Qur’an kepada Mbah Yai Muhammad Munawwir di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Setelah selesai menimba ilmu di Krapyak, beliau pulang ke Kempek dan mengamalkan ilmu Qiro’at al-Qur’an kepada santri-santrinya dengan metode yang persis beliau dapatkan dari gurunya.

Lambat laun, metode Qiro’at al-Qur’an ala Kempek terkenal di berbagai daerah, sehingga banyak santri yang tertarik ikut mengaji al-Qur’an kepada beliau. Di bawah asuhan Kiai Umar, Pondok Pesantren Kempek berkembang pesat hingga ribuan santri, mulai dari pulau Jawa, Sumatera bahkan negeri Johor (Malaysia) menimba ilmu kepada Kiai Umar.

Setelah para santri menghatamkan al-Qur’an, mereka pulang ke daerahnya masing-masing untuk mengajarkan metode baca al-Qur’an kepada anak-anak di kampung. Sehingga mengaji al-Qur’an dengan metode ini tersebar luas dan akhirnya dikenal dengan ngaji al-Qur’an Kempekan.

Kegigihan Kiai Umar

Selain mengajar al-Quran, Kiai Umar juga mengajar beberapa kitab, mulai dari kitab fikih, nahwu, tafsir, shorof dan lain-lain. Beliau mengajar dari kitab Shorof Kempek, Asmawi Kempek, Dahlan Jurmiyyah, Kholid Abi Najah (Kholid Jurmiyyah), Fathul Qorieb dan yang lainnya.

Semangat Kiai Umar dalam menimba ilmu di pesantren tempo dulu mendorong beliau untuk lebih semangat lagi dalam menyebarkan ilmu agama. Selain mengajarkan kepada santri-santrinya di pesantren, Kiai Umar membuka pengajian untuk masyarakat umum di sekitar Cirebon.

Pada waktu itu, Kiai Umar membacakan kitab Tafsir al-Ibriz setiap Jum’at pagi untuk ibu-ibu dan santri putri. Sedangkan setiap malam Ahad, beliau mengaji kitab Tafsir Munir dan Ahad siang mengaji kitab Tafsir al-Jalalain untuk bapak-bapak, baik alumni dan masyarakat sekitar.

Pengajian yang diampu Kiai Umar ini dikenal dengan “Ngaji Ahadan”, yaitu pengajian untuk masyarakat dan alumni sewilayah tiga Cirebon. Mereka ada yang naik mobil umum dan tidak sedikit pula yang datang jauh-jauh dari rumah ke Kempek dengan ngontel sepeda dan bahkan menginap, karena mereka tidak hanya mengaji pada Kiai Umar, juga mengaji pada Kiai Nashir Abu Bakar pada pagi harinya.

Walid dikenal sebagai sosok kiai yang open dan titen terhadap santri-santrinya. Beliau sering keliling pondok di saat para santri tertidur nyenyak, untuk mengontrol keamanan pondok langsung.

Beliau juga banyak memberikan nasihat kepada santrinya dengan diksi yang padat dan ringkas. Di antara nasihat-nasihat Kiai Umar yang masih tertanam dalam sanubari para santri hingga sekarang adalah “Aja kasud ko dadi kesed”, “Ojo dumeh,” “Belajar, belajar. Aja dadi wong sing kurang ajar,” “Aja luru Wah, tapi luru Woh,” “Aja lok laru-laru, ngkoe niru,” “Aja moyok-moyok, ngkoe nemplok” dan beliau juga pernah dawuh “Tiang santri kedah langkung ngati-ati, sebab santri niku katah kang nyengiti”.

Demikianlah sedikit tulisan tentang almarhum Romo KH Umar Sholeh al-Kempeky . Semoga kita semua yang membaca dapat memperoleh hikmah dan barokah dari beliau serta senantiasa melaksanakan dawuh-dawuhnya untuk diamalkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Amien…

(Khas Media)
Catatan: Tulisan ini dikutip dari berbagai sumber dan sudah ditashih oleh Kiai Muhammad Bin Ja’far dan Nyai Nafisah Hasan. Kalau ada keterangan yang salah atau kurang tepat mohon dikoreksi demi berkembangnya budaya literasi di pesantren.

Baca juga: Nyai Jazilah Yusuf dan Kisah Sedih Anak Yatim di Hari Raya Idul Fitri

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here