Kang Said Jelaskan Asal-usul Lahirnya Ramalan Jayabaya

0
1011

KHASKEMPEK.COM, KEMPEK – Pada Sabtu, 29 September 2019, Pondok Pesantren Kiai Haji Aqil Siroj (KHAS) Kempek Cirebon menyelenggarakan acara haul masyayikh dan khotmil Quran ke-30. Acara ini dihadiri ribuan santri dan masyarakat, juga dihadiri Syekh Fadhil al-Jailani, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri, Habib Salim Jindan, dan ulama’ Cirebon lainnya.

Kiai Said memberikan ceramah ngajinya dalam acara ini yang mengisahkan tentang para ulama’ yang menyebarkan ajaran Islam di Pulau Jawa, termasuk asal-usul lahirnya ramalan Jayabaya yang terkenal itu. Berikut ini ringkasan ceramah selengkapnya:

Orang yang pertama kali membawa Al Qur’an di pulau Jawa adalah Syaikh Subakir. Kitab Al-Qur’an ini diperkenalkan kepada Ratu Shima, Raja Kerajaan Kalingga di Jepara. Walaupun Ratu ini tidak masuk Islam secara terang-terangan (membaca syahadat) tetapi ia memahami kandungan isi Alquran, yakni melaksanakan keadilan seadil-adilnya. Maka Ratu Shima dikemudian hari dikenal sebagai ratu yang paling adil. Dan masyarakatnya dibebaskan memeluk agama Islam.

Syaikh Subakir juga memiliki tugas mengikat makhluk-makhluk jahat yang ada di Jawa. Makhluk-makhluk jahat itu dikerangkeng/diikat dan kemudian dibuang di laut selatan. Kecuali dua makhluk yang tidak mengganggu Islam, yaitu Sang Hyang Semar dan Sang Hyang Togog. Keduanya tidak mengganggu Islam. Setelah Syekh Subakir, datang juga ulama kedua yang membawa agama Islam ke Jawa, yakni Syekh Riasiddin An-Nisaburi terkenal dengan nama Mbah Washil.

Mbah Wasil ini membawa kitab berjudul “Al Asrar” kitab yang menjelaskan tentang rahasia-rahasia.

Kitab itu diajarkan kepada Raja Jaya Katwang (Jayabaya), Raja Doho Kediri. Mbah Washil mengajarkan kitab itu kepada Raja Jayabaya yang dikemudian hari ajaran itu dikenal dengan Ramalan Jayabaya. Makam Mbah Washil ada di belakang masjid Kota Kediri. Sedangkan Syekh Subakir makamnya ada dimana-mana, termasuk ada yang mengatakan di Gunung Tidar, Magelang. Tetapi para sejarawan lebih menyepakati makamnya ada di Gowa Sulawesi Selatan.

Setelah itu datanglah sekelompok para pendakwah ke Indonesia. Salah satunya adalah Syekh Hasanuddin yang mendirikan pesantren di Jawa Barat yang mendirikan pada tahun 1410 M. Syekh Hasanuddin berasal dari Cina dan terkenal dengan panggilan Syaikh Quro. Bertempat di desa Rengasdengklok Karawang. Quro berasal dari Qori’ yang berarti orang yang mengajarkan Alquran.

Syaikh Quro memiliki murid yang bernama Subanglarang, anaknya Ki Gede Tapa kepala Bandar Pelabuhan Cirebon. Subanglarang merupakan perempuan yang cantik jelita. Suatu ketika, Raja Siliwangi mendengar ada agama Islam tersebar di Karawang dan ingin membunuh Syaikh Quro. Tetapi ketika sampai di Pesantren Syaikh Quro, Raja Siliwangi mendengar Subanglarang membaca Alquran membuat Raja Siliwangi jatuh hati. Dan langsung melamarnya. Tetapi sebagai syarat, Syaikh Quro meminta Raja Siliwangi untuk masuk Islam terlebih dahulu.

“Lalu mas kawinnya apa ?” tanya Raja Siliwangi.

“Lintang kerti (tasbih).” Jawab Syaikh Quro.

“Baik, akan saya cari di semua wilayah kekuasaan saya…”

“Tidak ada di sini, adanya di Arab.”

“Gampang, saya akan terbang ke sana.”

Kemudian Raja Siliwangi keluar dari pesantren, lalu membaca mantra “Hong”. Biasanya setelah melafalkan mantra tersebut Raja Siliwangi langsung terbang. Ternyata saat itu tidak bisa.

Kemudian Syaikh Quro berkata:

“Kalau kamu mau terbang, baca dulu Bismillahirrohmanirrohim baru Hong”

Hal tersebut dipraktekkan oleh Raja Siliwangi dan langsung bisa terbang. Tidak lama kemudian kembali lagi membawa tasbih. Lalu terjadilah perkawinan antara Raja Siliwangi yang beragama Budha dan Subanglarang.

Dari perkaawinannya dengan Subanglarang lahirlah Syaikh Rahmatullah atau terkenal dengan Sunan Rahmat Suci yang makanya di Gunung Godhog Garut. Yang Kedua Syekh Somadullah yang terkenal dengan Ki Kuwu Sangkan atau Kian Santang. Selanjutnya yang ketiga perempuan yang bernama Rarasantang yang menikah dengan seorang Habib, namanya Sayyid Abdullah Admad Khan yang akhirnya punya anak Syarif Hidayatullah (Sunan Guung Jati).

Kemudian anak yang kedua yang bernama Syaikh Somadullah alias Kian Santang menggantikan Raja Siliwangi beragama Islam dan akhirnya rakyat Pajajaran ikut Raja Kian Santang memeluk agama Islam. Kecuali Patih Pucuk Umun dan Suku Baduy di Maringting dengan agamanya Sunda Wiwitan yang menyembang Sang Batara.

Dari warisan pembelajaran Syaikh Quro, baca Alquran menjadi titik utama dalam dakwah murid-muridnya. (KHASMedia)

Sumber: Bangkit Media

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here