Kang Hamdan, Kiai Ulet nan Teliti

0
1277

KHASKEMPEK.COM – Salah satu bagian yang menyenangkan sekaligus mendebarkan sebagai santri Kempek ialah ketika mengaji Alquran dengan langgam Kempekan. Mengaji dengan langgam Kempekan itu sulit pada mulanya, tetapi mengasyikkan saat sudah terbiasa.

Di awal-awal mondok, untuk lulus membaca surah Alfatihah dengan tartil saja membutuhkan waktu hingga sebulan, atau bahkan lebih. Setelah itu baru kemudian diperbolehkan lanjut menghafal Juz Amma, mulai dari Annas hingga Annaba.

Ada dua alasan yang penulis gali dari lama waktu tersebut. Pertama, karena surah Alfatihah kedudukannya krusial di dalam salat sebagai salah satu rukun qauli, maka bacaannya harus tartil, diutamakan lebih dahulu dibandingkan dengan surah lain. Kedua, surah Alfatihah adalah surah pembuka, maka wajar jika dijadikan pilot sebelum surah-surah lain.

Babak menegangkan dimulai sejak setoran Alquran binnazhar (membaca dengan melihat mushaf/tidak menghafal ayat dan surah), yaitu ketika setoran kepada Kang Hamdan. Kiai yang merupakan cucu Kiai Munawwir, Krapyak, ini terkenal teliti dalam menyimak bacaan Alquran santri.

Saban subuh santri yang mengaji Alquran kepada Kang Hamdan sudah berbaris dua banjar, menghadap meja mini yang memisahkan santri dengan gurunya itu. Tempatnya konsisten, di sebelah timur sudut sebelah kanan masjid Al-Jadid. Dan selama Penulis mengaji Alquran kepada Kang Hamdan, jarang sekali beliau meliburkan pengajian.

Seandainya ada dua-tiga santri yang mengaji sekaligus di hadapannya, tak ada yang luput dari pengawasannya. Beliau seketika tahu jika ada yang keliru membaca terlalu panjang, misalnya, atau jika waqaf dan washalnya tidak tepat. Ganjaran bagi santri yang salah bacaannya adalah ‘dikelentung’, yakni situasi di mana guru memukulkan tongkat rotannya berkali-kali di atas meja mini yang menghadap ke santri.

Langgam Kempekan menjadi instrumen yang sangat membantu bagi santri. Langgam ini seakan mampu menuliskan ayat-ayat melalui suara. Pendengar bisa membayangkan konstruksi kalimat per kalimat dari ayat Alquran dengan hanya mendengarkan bacaannya saja. Dari instrumen itulah saya menduga ketelitian Kang Hamdan berasal dan terasah.

Kekuatan langgam Kempekan terletak pada ketegasannya dalam membunyikan huruf-huruf Hijaiyah, sehingga bunyi ‘ain dibedakan dari hamzah; dza dibedakan dari ja dan za; sha dibedakan dari sa dan sya; dan seterusnya. Pada sisi tajwid, kentara sekali kekhasan bacaan tarqiq dan tafkhim pada langgam ini.

Aspek lain yang menjadi fokus langgam ini ialah tempo ketika membunyikan mad (bacaan panjang). Sebagai gambaran, ketika membaca bacaan mad ashli (dua harokat), suara agak rendah menukik. Sedangkan dalam membaca mad wajib muttashil dan Jaiz Munafashil (5-6 harokat) suara panjang meninggi dan diayun di tengah-tengahnya. Suara panjang demikian juga berlaku ketika menghadapi bacaan berdengung.

Formula terakhirnya adalah penyematan waqaf dan washal, atau tanda berhenti ayat. Pada langgam Kempekan, pemberhentian bacaan tidak melulu pada akhir ayat. Seringkali dua ayat atau lebih dibaca dalam satu helaan nafas.

Setelah bertemu Kang Hamdan di meja setoran Alquran, Penulis kembali bertemu beliau pada kelas Mutammimah dalam pelajaran Faraidh yang beliau ampu. Ingatan tentang beliau yang tegas saat mengaji Alquran, sirna berganti dengan kecakapan beliau menerangkan faraidh dengan gamblang dan mudah dipahami santri.

Padahal Faraidh bukan pelajaran favorit bagi Penulis. Namun setelah menyimak studi kasus dan kuis yang kerap dilemparkan beliau dengan rumus yang mudah diaplikasikan, Penulis merasa tak punya kendala dalam memahami fikih waris itu.

Kini sudah sepuluh tahun beliau dalam keadaan sakit. Stroke yang beliau alami pada 2009 silam membatasinya dari aktivitas mengajar. Ketika Penulis dan kawan-kawan seangkatan sowan ke kediaman beliau pada haul lalu, tampak kegembiraan terpancar dari wajah beliau. Satu-dua orang kawan kami juga masih beliau kenali dengan baik.

Semoga kegembiraan beliau itu menjadi tanda ridho beliau kepada kami. Sebaliknya, kami berdoa demi kesehatan dan kebahagiaan beliau. (KHASMedia)

Baca juga: Biografi KH. Harun Abdul Jalil, Pendiri Pondok Pesantren Kempek

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here