Kang Ahsin, Dawuhnya Menentramkan, Nasihatnya Penuh Hikmah dan Tegurannya Menyimpan Didikan

0
532

KHASKEMPEK.COM – “Wong kantor!, wong kantor! Cah pada tangi!!!” Pagi itu, Bunda, (Sebutan Nyai Tho’atillah) berteriak berkali-kali. Kami saat itu masih terlelap dan waktu subuh hampir menjelang. Seketika itu beberapa diantara kamipun terbangun, tidak ada yang faham apa yang terjadi. Hanya ada suara histeris dari Bunda.

Saat itu dikantor hanya ada Kang Daelami, yang merupakan santri ndalem Kang Ahsin dan Kang Pangestu. Mereka berdua menuruni tangga dan langsung menuju ndalem, menghampiri Bunda dan menanyakan apa yang terjadi, setelah itu Kang Daelami keluar dari ndalem dengan raut muka sedih, saat ditanya “Ada apa kang?” “Wis punten subuhe di imami ya yan”.

Saat itu hanya penulis yang ada disana, dan saat itu pula untuk pertama kalinya menggantikan Kang Ahsin dalam mengimami salat Subuh. Ragu, namun karena diperintah. Tidak yakin, namun karena amanah. Akhirnya penulispun memberanikan diri masuk musholah al-Qodiem dan maju ke depan, penulis meminta kepada kawan-kawan santri untuk mundur satu baris, karena penulis tidak berani salat di mihrab Kang Ahsin secara langsung.

Perasaan yang bergejolak, emosi yang memuncak, membuat surat yang saat itu dibaca tercampur dengan derai air mata. Sesenggukan dikala itu tidak dapat terkondisikan. Penulis yang merasa rendah dihadapan tuhan yang masih penuh dengan salah dan dosa mengimami satu salat yang sangat sakral dalam tradisi pondok kami.

Menggantikan ngimami subuh adalah hal yang paling krusial disana, sebab bagaimanapun keadaanya, Kang Ahsin akan tetap mengimami salat Subuh selagi beliau mampu.

Setelah selesai salam dan menyelesaikan rangkaian dzikir yang biasa kang Ahsin baca, penulis pun keluar dari musolah al-Qodim dan langsung menuju al-Jadid. Untuk memberi tahukan perihal intiqalnya sang paku Kempek, salahsatu pandawa lima yang kealimannya luar biasa. Beliau adalah adik dari Ketua umum PBNU KH. Said Aqiel Siradj dan Ketua Majelis Hubbul wathon KH. Muh. Musthofa Aqiel Siradj.

Tidak dipungkiri, beliaulah orang yang paling berpengaruh dalam menempa diri ini selama di Kempek. Dalam beberapa kesempatan, penulis secara pribadi merasa memiliki ikatan emosional yang lebih dengan beliau. Beberapa kali Kang Ahsin menunjuk penulis atau memberitahukan hal-hal personal meskipun saat itu sedang dalam forum umum.

Diantaranya, ketika mengaji pelajaran yang diampu beliau; Fathul qarib, penulis duduk dibarisan paling depan, tepat didepan meja kecil beliau, di Majelis putra. Namun posisi duduk penulis tidak pernah ajeg dan selalu berubah-ubah. Saat itu penyakit gatal-gatal (cengkreng)* sedang tumbuh menjamur, di kaki, di tangan dan bagian lain. Kang Ahsin faham, dan beliau dawuh dalam pengajiannya “Aja blenak-blenak bagen sira wis gede tapi masih cengkrengen, artie ilmue sira masih ngucur”.

Kemudian ketika Buya Ja’far Shadiq Aqiel Siradj berada di rumahsakit, beliau menyerukan santri-santri yang sudah kelas 4 keatas untuk membacakan surat yāsin bersama dengan bilangan tertentu. Namun sebelum beliau selesai dawuh, secara spontan beliau menunjuk penulis sambil dawuh “Cung, sira solat istighfar dingin sedurung melu baca yāsin kanggo Buya”. “Pripun carane nggih?” Sambil malu, penulis bertanya. “Pada bari salat tasbih” jawab Kang Ahsin.

Dalam kesempatan lain, salahsatu adat dipesantren kami adalah akan mengangkat beberapa orang dari kelas 5 (Alfiyah ula) untuk ikut dijadikan sebagai tenaga pengajar. Pada saat itu mudir madrasah;Kang Ghufron sudah mengambil dua nama, yang akan dijadikan tenaga pembantu untuk mengajar dikelas persiapan (tamhid). Syarifudin Zuhri yang akan ditempatkan di Madrasah putra, dan penulis yang akan ditempatkan di Madrasah putri. Namun ketika data tersebut disoan kan ke Kang Ahsin, beliau dawuh “Bayan aja ditaroh ning putri, taroh ning putra bae, putrie luru maning”.
.
.
.
Terlepas bagaimanapun konteksnya, kang Ahsin memiliki kesan tersendiri kepada penulis. Dawuhnya menetramkan, nasihatnya penuh hikmah dan tegurannya menyimpan didikan. Kemudian beberapa malam lalu penulis kembali didawuhi, dinasehati dan ditegur oleh Kang Ahsin, melalui mimpi.

Kagem kang Ahsin, Alfātihah.

Gamaleya, 12 Ramadhan 1442 H.

Penulis: Muhammad Bayanillah

*Cengkreng adalah penyakit gatal-gatal pada kulit yang lumrah ditemui dipesantren. Biasanya menyerang santri yang masih baru.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here