Kajian Tafsir Jalalain, Iqtibas 4 Surat Al Maidah Ayat 4: Syarat-syarat Halalnya Hasil Buruan

0
538

KHASKEMPEK.COM – Kehalalan hasil buruan binatang-binatang pemburu seperti yang dijelaskam dalam ayat Surat al Ma’idah ke empat ini mempersyaratkan binatang-binatang pemburu itu harus binatang-binatang pemburu yang suda terlatih. Pertanyaannya adalah apa yang menjadi ukuran untuk seekor binatang pemburu dianggap sudah terlatih? Seperti yang diterangkan dalam Tafsir Jalalain berdasarkan sebuah hadist sohih riwayat Bukhori dan Muslim, binatang pemburu terlatih adalah binatang pemburu yang bergerak sesuai dengan instruksi tuannya; ia akan segera berlari mengejar buruannya ketika dilepaskan dan diperintahkan untuk itu, dan berhenti ketika ia diintruksikan untuk berhenti.

Disamping itu, binatang pemburu terlatih juga akan menangkap buruannya yang kemudian menyerahkannya kepada tuannya bukan untuk dimakan sendiri. Tentunya, hal itu bisa dicapai dengan melalui pelatihan dan pembiasaan. Dengan dicoba berulang kali sehingga dapat diketahui apakah binatang yang bersangkutan sudah dapat melakukan apa yang diperintahkan kepadanya atau tidak. Dan apabila binatang itu sudah dapat melakukannya – paling tidak tiga kali menurut sebagian ulama – tanpa ada kesalahan maka hasil buruannya halal untuk dimakan, meskipun tanpa melalui proses penyembelihan seperti yang seharusnya.

Bagaimana sekarang kalau misalnya binatang pemburu itu ikut memakan sebagian dari binatang tangkapannya? Apakah kemudian binatang buruan itu masih tetap halal bagi kita? Ulama dalam hal ini berbeda pendapat. Sebagian berpendapat tetap halal untuk dikonsumsi sepanjang binantang itu sudah terlatih. Akan tetapi mayoritas ulama berpendapat bahwa apabila binatang pemburu sempat memakan sebagian dari hasil buruannya, maka hasil buruannya menjadi bangkai dan haram untuk dimakan. Karena dikhawatirkan ketika binatang pemburu memakan sebagian dari binatang buruan, sebenarnya ia lagi berburu untuk dirinya sendiri bukan karena diperintah oleh tuannya.

Ini yang menurut ulama pendapat kedua ditunjukkan oleh penggalan ayat ini فكلوا مما أمسكن عبيكم (maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk kamu). Menurut mereka, binatang pemburu itu harus dipastikan berburu dan menangkap mangsanya benar-benar karena untuk pemiliknya bukan untuk dirinya sendiri. Jika ditemukan petunjuk yang dapat menimbukan keragu-raguan, maka hukum kehalalan pun menjadi gugur. Adapun menurut ulama pendapat pertama, memakan sebagian dari hasil tangkapan tidak menafikan bahwa hewan pemburu sedang berburu untuk tuannya. Oleh karena itu, hasil tangkapan tetap halal, walaupun hewan pemburu memakan sebagian, selama ia membawa sebagian yang lain kepada tuannya.

Ulama juga berbeda pendapat tentang apakah disyaratkan menyebutkan nama Allah ketika melepas binatang pemburu untuk berburu? Ayat ini menyebutkan واذكروا اسم الله عليه (dan sebutlah nama Allah atas binatang pemburu itu) yang menyiratkan syarat menyebut nama Allah.

Dalam hal ini, terdapat tiga pendapat yang berbeda, yang ketiganya merupakan pengembangan dari tiga pendapat berbeda tentang keharusan menyebut nama Allah ketika menyembelih binatang sesembelihan biasa. Pendapat pertama mengatakan bahwa menyebutkan nama Allah adalah syarat kehalalan binatang tersebut. Seorang yang ketika menyembelih binatang atau melepas binatang pemburu tidak menyebut nama Allah, maka binatang sembelihannya atau binatang hasil buruannya menjadi bangkai dan haram untuk dikonsumsi. Kelompok ini berlandaskan pada keumuman penggalan ayat diatas dan ayat-ayat lain yang memerintahkan penyebutan nama Allah ketika menyembelih atau berburu; “Dan Janganlah kalian memakan dari apa yang tidak disebut nama Allah atasnya.” (QS: An ‘An’aam; 121).

Kelompok kedua berpendapat bahwa penyebutan nama Allah adalah wajib akan tetapi apabila lupa melakukannya maka tidak lantas binatang sembelihan atau hasil buruan menjadi bangkai. Mereka melandaskan pendapatnya pada dalil-dalil yang memberikan toleransi kepada siapa saja yang lupa atau keliru dalam melaksanakan kewajiban. Sepanjang tidak ada faktor kesengajaan, maka binatang-binatang itu tetap halal untuk dikonsumsi.

Kelompok ulama yang ketiga berpendapat bahwa penyebutan nama Allah tidak wajib. Kelompok ini beragumentasi bahwa perintah untuk menyebut nama Allah pada ayat ini dan ayat yang serupa bukan merupakan perintah wajib akan tetapi sekedar anjuran atau sunnah saja. Mereka memperkuat pendapat mereka dengan dihalalkanya sembelihan orang-orang ahl al Kitab (yang insya Allah akan dijelaskan pada tafsir ayat setelah ayat ini). Orang-orang Ahl al Kitab tentunya bukan orang-orang yang menyebut nama Allah ketika menyembelih binatang mereka, akan tetapi sesembelihan mereka dihalalkan oleh Allah SWT.

Sebenarnya kalau kita lihat dengan lebih seksama bahwa perintah menyebutkan nama Allah tidaklah ditentukan apa yang harus dibaca. Apakah itu bismillah, alhamdulillah ataukah cukup dengan menyebut Allah saja? Bahkan apakah dzikir dalam ayat tersebut berarti menyebutkan dengan lisan ataukah boleh hanya terlintas dalam benak saja? Ini lah yang menurut penulis memperlemah penggunaan ayat-ayat tersebut sebagai dalil kewajiban menyebutkan nama Allah ketika menyembelih atau melepas binatang pemburu. Pribadi si penyembelih sebagai seorang muslim atau ahl al Kitab yang tentunya mempercayai Allah SWT, adalah tanda bahwa ia menyembelih binatang-binatang itu karena menjalankan perintah Allah. Dan ini cukup untuk menjadikan binatang sesembelihanya menjadi halal untuk dikonsumsi. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ad Daruqutni, Ibnu Abbas menyebutkan: “Kalau seorang muslim menyembelih dan ia tidak membaca bismillah, hendaknya ia memakannya karena dalam diri muslim ada nama dari nama-nama Allah.”

Syarat-syarat diatas berkaitan dengan hukum halalnya binatang buruan apabila sarana berburu yang digunakan adalah binatang yang hidup. Para ulama dalam hal ini menerapkannya juga pada sarana berburu yang berupa benda mati. Maka berburu dengan menggunakan panah, atau lemparan pisau atau sekarang dengan memakai senjata api, hasil buruannya itu halal dimakan sepanjang si pemburu adalah orang-orang yang sudah terlatih dalam menggunakan alat-alat tersebut. Tentang apakah si pemburu berkewajiban menyebut nama Allah ketika melepaskan senjata atau tembakannya? Terjadi perbedaan pendapat yang sama antar ulama sebagaimana berburu dengan menggunakan binatang pemburu.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here