Kajian Tafsir Jalalain, Iqtibas 2 Surat Al Maidah Ayat 3

0
518

KHASKEMPEK.COM – Setelah menyebutkan beberapap hewan yang haram dikonsumsi, ayat 3 surat Al Ma’idah ini melanjutkan,

Demikian juga diharamkan binatang yang mati karena tercekik والمنحنقة (yang tercekik) , baik disengaja atau pun tidak, juga binatang yang mati karena dipukul والموقودة (yang dipukul) , binatang yang mati karena terjatuh والمتردية (yang terjatuh), binatang yang mati karena ditanduk oleh binatang lain والنطيحة (yang ditanduk), dan binatang yang mati karena dimangsa oleh binatang buas وما أكل السبع (yang diterkam binatang buas).

Semua itu juga haram untuk dikonsumsi karena tergolong dalam kategori bangkai.

Sekarang timbul pertanyaan; kalau semuanya tergolong dalam bangkai, bukankan pada permulaan ayat telah disebut dengan tegas tentang keharaman bangkai? Apakah ini termasuk pengulangan yang tidak ada perlunya? Para ulama tafsir menjelaskan bahwa penyebutan secara lebih detail di sini untuk meluruskan orang-orang Musyrik yang saat itu menganggap bahwa bangkai terbatas hanya hewan yang mati karena sebab penyakit saja. Dengan penjelasan yang lebih terperinci di sini, ayat ini ingin menegaskan bahwa keharaman binatang-binatang tersebut adalah karena kematian mereka tidak melalui proses penyembelihan yang benar menurut Allah.

Oleh karena itu, ayat ini dilanjut dengan pengecualian dari hukum keharaman di atas, yaitu binatang-binatang tersebut tidak lagi diharamkan bila ditemukan masih hidup dan sempat disembelih dengan cara-cara yang benar إلا ما ذكيتم (kecuali yang sempat kamu sembelih). Masih hidupnya seekor binatang dapat diketahui dengan tanda-tanda seperti gerakan yang masih kuat, dan darah yang masih mengalir deras. Apabila ditemukan tanda-tanda semacam itu dan saat itu juga si binatang langsung disembelih, maka ia menjadi halal untuk dikonsumsi.

Kata yang digunakan di sini adalah ذكيتم (yang sempat kamu sembelih) yang berakar dari kata تذكية . Bentuk mujarradnya adalah ذكاة yang bermakna bersih. تذكية adalah bentuk transitifnya dengan penambahan tasydid pada kaf. Ia bermakna membuat suatu menjadi bersih dan baik. Tentunya, proses penyembelihan yang benar bertujuan untuk menjadikan daging hewan yang disembelih menjadi baik dan layak dikonsumsi.

Ayat ini kemudian dilanjut dengan penegasan akan haramnya binatang yang disembelih untuk atau di atas berhala-berhala وما ذيح على النصب (yang disembelih untuk berhala). النُصُبadalah jama’ dari النَصْب yang berarti batu yang dipancangkan. Ia sejenis berhala yang terbuat dari batu-batu balok tanpa ada ornamen atau bentuk-bentuk tertentu. Dalam sebuah riwayat diceriatakan bahwa orang-orang musyrik sebelum Islam sering melakukan penyembelihan seperti itu dan kemudian darah dari hewan yang disembelih dipercik-percikkan ke tubuh berhala berhala tersebut. Islam datang melarang praktik-praktik seperti itu dan mengharamkan mengkonsumsi hewan yang disembelih untuk tujuan itu.

Ayat ini juga melarang mengundi nasib dengan menggunakan anak panah atau benda-benda sejenis وأن تستقسموا بالأزلام (dan diharamkan pula mengundi nasib dengan anak panah). أزلام dalam ayat ini adalah bentuk plural dari زَلَم atau زُلَم , yaitu anak panah yang tidak berbulu dan tidak mempunyai mata panah. Seperti yang diriwayatkan dalam sebuah hadits terdapat tujuh macam anak panah bertanda pada juru kunci Ka’bah, di mana orang-orang musyrik akan memutuskan suatu keputusan berdasarkan tanda yang keluar. Apabila yang keluar perintah untuk melakukan, maka mereka melakukannya dan apabila larangan maka mereka menghentikannya.

Ayat ini melarang praktik-praktik semacam di atas karena semua itu tergolong perbuatan fasik ذلكم فسق (itu semua perbuatan fasik) yang dapat menghantarkan pelakunya keluar dari ajaran-ajaran agama.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here