Dispensasi Syari’at, Wujud Islam Ramah dan Bijak

0
558

KHASKEMPEK.COM – Salah satu keistimewaan yang dimiliki agama Islam adalah menjaga agar tidak memberatkan bagi pemeluknya (Al-Yusru wa Raf’u al-Haraj). Oleh karena itu dalam semua hukum syariat dan paktik ibadah, Allah tidak menuntut (mentaklif) hamba-Nya untuk melakukan hal-hal di luar batas kemampuan hamba-Nya. Dalam Alquran Allah Swt. berfirman,

يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْرَ

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (Q.S. Al Baqarah [1]: 185)

Dalam ayat lain Allah Swt. juga berfirman,

مَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ

“Allah tidak hendak menyulitkan kamu”. (Q.S. Al Ma’idah [5]: 6)

Pada ayat pertama Allah menjelaskan tentang dispensasi untuk tidak berpuasa saat dalam perjalanan (musafir) atau dalam keadaan sakit. Tentunya dengan kewajiban mengqadla setelah bulan Ramadan. Adanya dispensasi ini sebagai bentuk kasih sayang (rahmat) Allah kepada sekalian hamba-Nya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

Sementara ayat kedua menjelaskan tentang kebolehan melakukan tayamum sebagai ganti dari wudlu ketika tidak ada air, sementara waktu sudah menunjukan waktu shalat. Hal ini juga salah satu bentuk dispensasi syari’at (al Rukhsah al Syar’iyah) atas dasar kasih sayang (rahmat) Allah kepada hamba-Nya.

Dalam perilaku Nabi saw. (Sunnah fi’liyah), juga dijelaskan mengenai esksistensi rukhsah ini. Siti A’isyah ra. pernah berkata,

ما خُيِّر النبي بين أمرين إلا اختار أيسرهما ما لم يكن إثماً

“Tidaklah Nabi Saw. dihadapkan pada dua pilihan, kecuali memilih yang lebih ringan di antara keduanya, selama tidak menimbulkan dosa.”

Dalam riwayat Ibnu Abbas radhiallahu ánhu, ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

إن الله يحب أن تؤتى رخصه كما يحب أن تؤتى عزائمه

“Sesungguhnya Allah mencintai tatkala diambil rukhshah dari-Nya sebagaimana ia mencintai ketika dilaksanakan perintah-perintah-Nya.”

Pada suatu kesempatan, Rasulullah Saw. menjumpai salah seorang sahabat yang sedang bertaduh saat dalam perjalanan. Lalu nabi bertanya, “Sedang apa dia?”

Para sahabat menjawab, “Dia sedang berpuasa”

Lalu nabi bersabda,

“ليس من البر الصيام في السفر”

“Bukanlah suatu kebaikan berpuasa dalam perjalanan”

Dari hadis yang terakhir ini, sekelompok ulama Syafi’iyah berpendapat bawha mengambil dispensasi lebih utama daripada tetap memilih berpusa.

Dan masih banyak lagi nash-nash syar’i yang berbicara tentang keluesan ajaran Islam yang sebisa mungkin menghindarkan manusia dari kesulitan dalam beragama sehingga mengganggu keberlangsungan hidup di dunia.

Secara etimologi Rukhsah adalah keringanan. Sementara secara terminologi –sebagaimana menurut Al Amidi– Rukhsah adalah,

ما ثبت على خلاف دليل شرعي لمعارض راجح

Hukum yang bertentangan dengan dalil syar’i karena adanya hal berlawanan yang diunggulkan. (Lihat Al Ihkam Li al Amidi, juz 1, hlm. 132)

Hukum boleh tidak berpuasa saat perjalanan adalah sesuatu yang berlaku (tsubut). Secara hukum asal bertentangan karena ada kewajiban berpuasa pada siang hari di bulan Ramadan. Tapi ‘kondisi perjalanan yang sudah mencapai jarak tempuh qashar (84 mil)’ membolehkan untuk tidak berpuasa.

Namun perlu dicatat, bahwa dispensasi tersebut tiak bisa digunakan dengan sembarangan. Harus ada alasan yang valid untuk mengambil keringangan. Tanpa alasan valid itu maka hanya berdasar nafsu saja. Sederhananya ‘ingin enak-anaknya saja’.

Orang boleh tidak berpuasa dengan alasan ada uzur seperti dalam perjalanan (musafir) atau sakit, berarti jika kondisi tanpa uzur kemudian tidak berpuasa dengan alasan mengambil dispensasi agama, itu hanya dorongan nafsu belaka (ittiba’ al hawa), dan ini jelas berdosa. Dalam Alquran Allah Swt. berfirman,

وَلَا تَتَّبِعِ ٱلْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌۢ بِمَا نَسُوا۟ يَوْمَ ٱلْحِسَابِ.

Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (Q.S. Shad [38]: 26)

Islam adalah agama kasih sayang, tidak pernah membebani manusia untuk melakukan di luar kemampuan manusia itu sendiri. Karena jika memaksa untuk melakukan di luar batas, pasti akan merusak tujuan utama Islam itu sendiri, yaitu untuk mencapai kamaslahatan (mashalih) dan mencounter segala bentuk kerugian (madlarat).

Tetetapi, di sisi lain Islam juga akan tegas jika rukhsah itu dipakai tanpa ada faktor valid yang membolehkannya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here